Babe Cabita dan Dodit Mulyanto Ramai-Ramai Sindir DJP, Kena Denda Pajak hingga Rp 80 Juta

Komika Dodit Mulyanto dan Babe Cabita mengeluh sebagai wajib pajak dan mempertanyakan soal kebijakan pembayaran pajak dan denda pajak di Indonesia

oleh Tira Santia diperbarui 23 Mar 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2023, 10:00 WIB
7 Potret Rumah Babe Cabita Usai Direnovasi, Ada Kolam Koi di Atas Garasi
Rumah Babe Cabita Usai Direnovasi (Sumber: YouTube/Babecabita)

Liputan6.com, Jakarta Seakan tidak ada habisnya, masalah di sektor perpajakan masih bergulir. Kali ini, Komika Dodit Mulyanto dan Babe Cabita mengeluh sebagai wajib pajak dan mempertanyakan soal kebijakan pembayaran pajak di Indonesia.

Diketahui Dodit Mulyanto menanggapi cuitan dari Babe Cabita pada 24 Februari 2023 yang menyebut akun twitter @DitjenPajakRI. Babe Cabita mengaku dirinya kurang edukasi soal pajak sehingga membuat dirinya kebingungan dalam membayar pajak, dan harus membayar denda pajak dengan nominal yang cukup besar.

"Halo @DitjenPajakRI mumpung lagi rame aku juga mau minta tolong, aku uda bayar pajak terhutang (kurang bayar) tahun 2019 sebesar 167jt krna aku kmaren kurang edukasi dan ternyata masi harus bayar dendanya 70jt. Ampuuun... denda nya bisa dihapus ga?" cuit Babe Cabita di Twitter.=, dikutip Kamis (23/3/2023).

Babe pun meminta kepada Ditjen Pajak untuk menghapus denda pajak miliknya. Lantaran Babe sudah membayar pajak terhutang atau kurang bayar tahun 2019 sebesar Rp 167 juta. Namun ternyata masih ada denda pajak Rp 70 juta. Babe menyebutnya "riba" dan tak sanggup untuk membayarnya.

"@DitjenPajakRI katanya bisa dihapus klo buat surat permohonan. Aku uda buat tp ditolak dan harus bayar dendanya. Pliss bayar riba sampai 70 jt sih aku ga sanggup. 2019 aku jg masi sndiri blm ada PT makannya ga paham," cuit Babe.

Kasus Dodit Mulyanto

Mengetahui hal tersebut, Dodit Mulyanto sebagai sesama komika pun buka suara, lantaran Dodit juga mengalami hal serupa seperti Babe Cabita. Saat itu Dodit diminta harus membayar denda pajak hingga Rp 80 juta karena kurangnya edukasi soal perpajakan.

Bahkan, Dodit pun telah mengajukan surat permohonan, namun justru ditolak oleh Ditjen Pajak (DJP). Dodit pun kecewa, sebagai warga negara yang baik dan taat membayar pajak, tapi tidak dibantu ketika mengalami kendala saat mendapatkan denda pajak.

"Ini kasusnya Kok mirip aku, sebagai Warga negara yg Taat Pajak, 2016 sy kurang bayar 184.331.70 dan Sudah sy lunasi, karena waktu itu sy kurang edukasi, ternyata kena denda 80.516.088 sy sudah mengajukan surat permohonan pengurangan/penghapusan denda tp ditolak. Ampun dendanya?," cuit @Dodit_Mulyanto.

Tanggapan Kemenkeu

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo membalas cuitan Dodit Mulyanto. Yustinus meminta maaf terkait masalah perpajakan yang dialami kedua komika tanah air itu. Ia mengaku akan mengkoordinasikan dengan Ditjen Pajak agar di cek surat permohonan penghapusan denda pajak.

"Mas @Dodit_mulyanto nyuwun pengapunten njih @DitjenPajakRI agar dicek permohonan pada waktu itu. Matur nuwun," tulis @prastow.

Gencar Ajakan Boikot, Dirjen Pajak: Bayar Pajak Suatu Kewajiban

Dirjen Pajak Suryo Utomo
Dirjen Pajak Suryo Utomo. (Liputan6.com/Tommy Kurnia)

 Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menegaskan kalau membayar pajak adalah suatu kewajiban. Belakangan ini gencar ajakan di media sosial agar masyarakat memboikot bayar pajak imbas kasus anak eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo.

Diketahui, pasca kasus Mario Dandy, banyak orang menyerukan setop bayar pajak. Terbaru, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Sirodj menyerukan untuk jemaat NU untuk setop bayar pajak jika ada oknum penyelewengan dana pajak oleh aparat pemerintahan.

Suryo Utomo meminta masyarakat mampu melihat sebuah perbedaan. Misalnya, antara sebuah kasus dan sebuah kewajiban soal membayar pajak. "Kita mesti pisahkan antara kasus dan kewajiban bahwa kejadian ini (Mario Dandy) adalah kasus," kata dia dalam Konferensi Pers, di Kemenkeu, Rabu (1/3/2023).

Dia menjelaskan, pengumpulan pajak dilakukan secara sistematis dan langsung masuk ke kas negara. Artinya, tidak ada pembayaran pajak melalui petugas pajak, apalagi mengarahkan uang pajak ke kantong pribadi.

"Sistemnya kalau bayar pajak itu ke negara, jadi bayar pajak itu tidak lewat petugas pajak, masuk ke negara baru kemudian redistribusi kembali ke masyarakat. Kalau ada yang membayar pajak lewat petugas pajak, berarti ada kesalahan itu yang pertama jadi secara sistem untuk pembayaran pajak tidak melalui petugas pajak," tegasnya.

 

Aturan Undang-Undang

Pemerintah Peroleh Pajak Rp2,48 Triliun dari Program PPS
Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Pemerintah memperoleh PPh senilai Rp2,48 triliun setelah 66 hari pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Suryo kembali menegaskan kalau pengumpulan pajak itu berdasarkan pada aturan perundang-undangan. Kemudian, dia memastikan kalau uang hasil pemungutan pajak kembali untuk kesejahteraan masyarakat.

"Jadi kami menjalankan tugas berdasarkan UU untuk mengumpulkan, dan pajak digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarkaat membiayai pembangunan melaksanakan APBN dan pajak salah satu pilar bedar waktu kita bicara sumber penerimaan negara," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya