Liputan6.com, Jakarta Ribuan buruh dari Jawa Timur melakukan aksi penyampaian pendapat untuk menolak ketentuan pengendalian tembakau. Salah satunya dalam rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012. Ketentuan dalam dua aturan ini dinilai merugikan dan mempersulit keadaan industri dan para buruh, khususnya yang bekerja di sektor industri tembakau dan turunannya.
Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM – SPSI) Jawa Timur, Purnomo, menyebutkan provinsi Jawa Timur merupakan penghasil tembakau dan cengkih terbesar di Indonesia.
"Oleh karena itu, mata pencaharian masyarakat pada kedua komoditas alam ini beserta industri pengolahannya sangat besar," jelas Purnomo, dikutip Selasa (2/5/2023).
Advertisement
Rencana pemerintah merevisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan juga secara tidak langsung akan sangat membatasi dan menekan ruang gerak industri tembakau.
Padahal, tanpa revisi tersebut pun, ruang gerak industri tembakau dan turunannya di Indonesia pun dinilai sudah sangat terbatas.
Pengetatan Aturan
Sejumlah pengetatan aturan yang dinilai akan sangat berdampak terhadap industri tembakau antara lain ialah ukuran peringatan kesehatan bergambar; rencana pengetatan iklan rokok, promosi, dan sponsorship; serta larangan penjualan rokok batangan.
Menurut RTMM, inisiatif-inisiatif yang akan sangat berdampak pada industri tembakau nasional ini tak lepas dari adanya campur tangan atau provokasi dari pihak luar. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk selalu waspada dan tidak menilai dari satu sisi saja, melainkan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada secara keseluruhan.
Apalagi, hingga saat ini, pemerintah masih berjuang untuk menyediakan lapangan kerja baru dan belum bisa memberikan solusi nyata terkait upaya pengurangan tingkat pengangguran. Jika industri tembakau, yang menjadi sumber mata pencaharian dan penyumbang penghasilan asli daerah Jawa Timur, terus ditekan, bukannya mengurangi angka pengangguran yang sudah tinggi, malah akan memperburuk keadaan.
Terkait hal ini, selain melakukan aksi, pihak RTMM juga mengaku telah melakukan pertemuan dan diskusi dengan Gubernur Provinsi Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Mereka juga telah menyerahkan surat berisi rekomendasi untuk kemudian diteruskan kepada Presiden Joko Widodo.
AMTI Minta DPR Lindungi Ekosistem Tembakau dari Regulasi Diskriminatif
Mengawal proses perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai polemik yang terjadi saat ini tak terlepas dari substansi regulasi yang tidak sepenuhnya mengakomodir hak-hak masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan tanpa diskriminasi.
Sebagai salah satu pemangku kepentingan di sektor pertembakauan yang turut diregulasi dalam RUU Omnibus Law Kesehatan, AMTI melihat bahwa rancangan undang-undang tersebut rentan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan. Khususnya terkait Pengaturan Zat Adiktif, di Bagian Kedua Puluh Lima.
“Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut. RUU Kesehatan ini dibuat dengan sangat eksesif dan diskriminatif terhadap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan,” ujar Sekjen AMTI Hananto Wibisono dalam gelaran Diskusi Media Mengawal Rancangan Regulasi yang Eksesif dan Diskriminatif Terhadap Ekosistem Pertembakauan, Rabu (12/4/2023).
Secara substansi pasal 154 mengenai Pengaturan Zat Adiktif, menurut Hananto, memposisikan tembakau sejajar dalam satu kelompok dengan narkotika dan psikotropika. Padahal, sejatinya, tembakau sebagai komoditas strategis nasional, adalah produk legal yang memberikan kontribusi serta sumbangsih signifikan terhadap penerimaan negara.
“Tembakau, produknya, aktivitas pekerjanya, semuanya adalah legal. Tembakau telah berkontribusi nyata terhadap pembangunan negeri ini tapi dalam RUU Kesehatan justru diperlakukan seperti narkoba. Ini adalah ketidakadilan dan diskriminasi. Harapan kami, wakil rakyat, DPR RI, dapat membantu mengawal RUU Kesehatan dengan sebenar-benarnya dan seadil-adlinya,” tegas Hananto.
Lanjutnya, tembakau sejak lama telah menjadi andalan masyarakat sebagai penopang hidup. Ada 6 juta tenaga kerja, mulai dari sektor perkebunan, manufaktur hingga industri kreatif yang bergantung pada ekosistem pertembakauan.
“Lagi-lagi dalam proses perumusan regulasi, pemangku kepentingan pertembakauan tidak pernah dilibatkan. Tentu saja situasi ini menyakiti jutaan jiwa yang menggantungkan penghidupannya dalam ekosistem pertembakauan,” kata Hananto.
Advertisement