ASEAN+3 Sepakat Pakai Mata Uang Lokal, Bye-Bye Dolar AS

ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar AS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Mei 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2023, 14:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri acara ASEAN+3 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM+3) ke-26 di Incheon, Korea Selatan pada Selasa (2/5/2023) Photo dok. Bank Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri acara ASEAN+3 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM+3) ke-26 di Incheon, Korea Selatan pada Selasa (2/5/2023) Photo dok. Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 (AFMGM+3) sepakat memperkuat kerja sama keuangan regional. Termasuk kajian studi beberapa tema strategis atas digitalisasi keuangan, keuangan berkelanjutan, utang korporasi, utang rumah tangga, dan transaksi mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT).

Komitmen tersebut merupakan hasil kesepakatan dari Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 (AFMGM+3) yang diadakan pada 2 Mei 2023 di Incheon, Korea Selatan.

Pertemuan tersebut diselenggarakan di bawah mitra keketuaan (co-chairmanship) dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki, dan Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda.

Sri Mulyani menyampaikan, pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 yang kuat sebesar 3,2 persen pada 2022, terlepas dari efek pandemi Covid-19 yang masih ada dan konflik Rusia-Ukraina yang meningkat menjadi krisis. Sementara, gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak rambatan yang terbatas di kawasan ASEAN+3.

"Meskipun demikian, kita harus tetap waspada. Ke depan, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6 persen pada tahun 2023, dipacu oleh permintaan domestik yang kuat karena pemulihan ekonomi terus menunjukkan perbaikan," ujar Sri Mulyani, Rabu (3/5/2023).

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyoroti, bahwa tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi, dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.

"Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar," kata Perry.

Penggunaan Mata Uang Lokal

Dalam hal ini, Perry menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.

Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3. Khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.

 

Hasil Kesepakatan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri acara ASEAN+3 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM+3) ke-26 di Incheon, Korea Selatan pada Selasa (2/5/2023) Photo dok. instagram.com/smindrawati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri acara ASEAN+3 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM+3) ke-26 di Incheon, Korea Selatan pada Selasa (2/5/2023) Photo dok. instagram.com/smindrawati.

Pertemuan AFMGM+3 menyambut baik hasil diskusi tentang inisiatif baru fasilitas pembiayaan cepat, yang memungkinkan anggota untuk mengakses sumber pembiayaan untuk mengatasi masalah neraca pembayaran yang timbul dari guncangan ekonomi yang tiba-tiba, seperti pandemi dan bencana alam.

Selanjutnya, Menteri dan Gubernur ASEAN+3 juga sepakat untuk mengeksplorasi kemungkinan penguatan struktur pembiayaan, termasuk melalui studi pro dan kontra struktur modal disetor (paid-in capital), untuk meningkatkan efektivitas keamanan kawasan.

Pertemuan AFMGM+3 juga menugaskan para deputi untuk mengembangkan peta jalan tentang Fasilitas Pembiayaan dan Struktur Pembiayaan pada akhir tahun 2023. Lalu terus mengevaluasi modalitas Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) yang ada untuk memungkinkan negara-negara anggota memiliki alternatif fasilitas yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah.

Sebagai salah satu hasilnya, pertemuan AFMGM+3 menyambut baik adopsi Pedoman Operasional CMIM yang diperbarui, yang memungkinkan anggota untuk memberikan dukungan likuiditas CMIM dalam mata uang domestiknya sendiri (Local Currency/LCY) dan mata uang lokal dari anggota lain (Local Currency/LCY pihak ketiga).

 

RCEP Agreement

Para menteri dan gubernur Bank sentral pun menegaskan kembali komitmen kuat terhadap sistem perdagangan multilateral berbasis aturan yang terbuka, bebas, adil, inklusif, adil, transparan, dan tidak diskriminatif. Dengan World Trade Organization (WTO) sebagai intinya dan menyatakan dukungan peningkatan integrasi ekonomi regional dan implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Agreement.

​Hasil diskusi AFMGM+3 akan dilanjutkan pada AFMGM+3 mendatang di Tbilisi, Georgia pada 2024, dan berharap dapat bekerja sama dengan Republik Demokratik Rakyat Laos dan Republik Korea sebagai Ketua Bersama (Co-chairs) Proses Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 pada 2024.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya