Pembentukan Bursa CPO Perlu Dibahas Bersama Pemerintah dan DPR

Perlu dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah dengan DPR terkait rencana membentuk bursa komoditi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

oleh Septian Deny diperbarui 28 Mei 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi CPO 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Perlu dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah dengan DPR terkait rencana membentuk bursa komoditi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menyatakan perlu dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah dengan DPR terkait rencana membentuk bursa komoditi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Menurut Baidowi, sebagai mitra Pemerintah di bidang perdagangan dan industri, Komisi VI DPR perlu diajak untuk membahas pembentukan bursa CPO ini, karena legislatif perlu melihat secara detail skema, maksud dan tujuan pembentukan bursa tersebut.

"Perlunya pembahasan bersama dewan, agar kebijakan yang diputuskan tidak membebani petani sawit," ujarnya dikutip dari Antara, (28/5/2023).

Hal ini menanggapi rencana peluncuran bursa komoditi CPO pada Juni 2023.

Menurut politisi yang akrab dipanggil Awiek itu, pemerintah harus melakukan kajian secara matang, termasuk di antaranya melakukan diskusi dengan semua stakeholder kelapa sawit nasional.

"Tujuannya agar semua pihak yang terkait dengan perkelapasawitan nasional bisa menerima kebijakan yang akan diputuskan Pemerintah," ujarnya.

Mesti Hati-Hati

Senada dengan itu, anggota Komisi VI DPR RI Firman Subagyo menilai pemerintah mesti hati-hati dalam membuat satu kebijakan terkait komoditas CPO yang akan dimasukkan dalam bursa.

“Karena ini bersinggungan dengan kepentingan petani, yang notabene mereka memiliki jutaan hektare lahan yang mereka belum paham mengenai mekanisme dan metodologi bursa komoditi,” ujarnya pula.

Menurut dia, terkait bursa komoditi ada regulasi-regulasi yang harus ditaati baik itu regulasi tingkat nasional maupun tingkat internasional.

“Nah pertanyaan, apakah kita siap tidak? Kalau tidak siap, ini akan menimbulkan persoalan baru, mengingat yang namanya CPO ini kan komoditas yang sangat strategis,” katanya lagi.

 

Tak Perlu Tergesa-gesa

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Oleh karena itu, Firman menegaskan, peluncuran bursa komoditi CPO tidak perlu tergesa-gesa, tapi harus dibuat simulasi dan dibicarakan dengan para pemangku kepentingan.

Pelaku usaha baik yang kecil, menengah, dan besar, harus diajak bicara terkait masalah bursa saham komoditas.

Pada sisi lain, Firman juga mengusulkan adanya undang-undang khusus perkelapasawitan untuk melindungi komoditas strategis ini, seperti yang sudah dilakukan Malaysia.

"Dengan adanya UU perkelapasawitan di Malaysia itu sangat bagus dan melindungi komoditas strategis mereka, sehingga tidak jadi persoalan di internasional," katanya pula.

Hanya 10 Persen Total Ekspor CPO yang Bisa Masuk Bursa

Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko, mengatakan hanya 10 persen dari total ekspor CPO yang bisa masuk dalam bursa.

Sebelumnya Bappebti menyiapkan tiga opsi guna mewujudkan bursa CPO. Pertama, ada semua jenis CPO dan turunannya, baik yang ekspor maupun CPO dalam negeri.

Opsi kedua, yakni hanya 10 persen dari total ekspor CPO yang boleh masuk ke bursa. Opsi ketiga, bursa yang hanya melakukan pencatatan.

"Di pertemuan lalu tuh paling banyak yang bertanya tentang ini ya. Nah waktu itu, lalu saya sampaikan, kami masih punya beberapa alternatif kebijakan dan kami belum memilih satu yang kira-kira mana yang paling pas, dan sekarang kami sudah mengerucut pada satu alternatif," kata Didid dalam konferensi Pers update rencana ekspor CPO melalui bursa berjangka, Jumat (19/5/2023).

Adapun alternatif yang dipilih Bappebti yang wajib masuk bursa adalah 10 persen dari total ekspor CPO yakni CPO HS 15.111.000.

"Alternatif yang kami ambil adalah yang wajib masuk Bursa adalah CPO yang akan diekspor dan hanya CPO saja, satu HS yakni HS 15.111.000," ujarnya.

Sebagai gambaran, ia pun mengilustrasikan misalnya produksi CPO tahun lalu sebesar 50 juta ton, dimana 30 juta ton CPO untuk ekspor dan 20 juta ton lainnya CPO untuk kebutuhan dalam negeri. Maka dari 30 juta ton CPO yang akan diekspor tersebut hanya 10 persen yang bisa masuk dalam bursa.

30 Juta Ton

Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Dia mengilustrasikan mengacu pada angka produksi CPO tahun lalu, sekitar 50 juta ton. "Ya kan yang diekspor itu produksi CPO dan turunannya 50 juta ton, dan yang diekspor adalah 30 juta ton, karena yang 20 juta ton itu itu untuk keperluan dalam negeri baik untuk biodiesel dan sebagainya," ujarnya.

"Dari 30 juta ton Ton itu HS 15.111.000 hanya sekitar 9,75 persen atau mendekati sekitar 3 juta ton. Nah, inilah yang akan kami wajibkan. Untuk nanti ekspornya melalui bursa. Lho kenapa kok hanya yang kira-kira populasinya 10 persen? Ya kami juga melihat pada berbagai praktik misalnya di Malaysia yang menjadi harga acuan adalah CPO-nya. Jadi, CPO nanti akan akan lebih mudah dibawa ke turunan-turunannya," tambah Didid.

Bappebti pun memastikan bursa CPO bisa diluncurkan pada awal Juni 2023, sebagaimana arahan dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

"Kami harapkan, kebijakan ini akan bisa selesai dan kita akan launching seperti janji perintah Pak Mendag ke saya tetap bulan Juni, Saya akan berusaha di awal bulan Juni," pungkasnya.

  

Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya