Negara Minim Terbitkan SBN, Sri Mulyani: APBN Masih Surplus

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya sempat membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bertanya-tanya

oleh Tira Santia diperbarui 14 Agu 2023, 19:23 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2023, 18:46 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan sosialisasi PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. (instagram pribadi Sri Mulyani @smindrawati)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan sosialisasi PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. (instagram pribadi Sri Mulyani @smindrawati)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya sempat membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bertanya-tanya. Lantaran, Kementerian Keuangan tahun ini tidak banyak menerbitkan surat berharga negara (SBN).

SBN adalah surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah pusat. Dalam penerbitan SBN tersebut, pemerintah sebagai penerbit menjamin pembayaran keuntungan (kupon) secara berkala dan pengembalian nilai pokok investasi pada saat jatuh tempo.

"Kalau sekarang kompetitif, demand banyak, supply kita tahan, sampai Pak Gubernur itu tanya 'Bu enggak ngeluarin lagi bu?' malah mau beli," kata Sri Mulyani dalam acara dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It!), di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Alasan bendahara negara ini tidak menerbitkan banyak SBN, dikarenakan kas keuagan negara masih surplus. Disamping itu, dilihat dari sisi permintaan investor juga masih cukup banyak, karena imbal hasil yang kompetitif.

Surplus APBN

Diketahui, hingga Juli 2023, Menkeu mencatat kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih mencatatkan surplus sebesar Rp 153,5 triliun atau 0,72 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Lebih lanjut, dalam laporan APBN KiTa edisi Agustus pekan lalu, juga disebutkan bahwa pembiayaan utang pemerintah melalui penerbitan surat utang mengalami penurunan yang signifikan.

Tercatat hingga Juli 2023, realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang baru mencapai Rp 194,9 triliun dari total target Rp 696,3 triliun pada akhir 2023 nanti.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemenkeu: APBN Jangan Dipakai Beli Barang Impor

Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)
Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)

Kementerian Keuangan menyerukan penggunaan produk dalam negeri, khususnya dalam pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Staf Ahli Bidang Organisasi, birokrasi dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan, Sudarto mengatakan bahwa APBN yang salah satunya didapat dari pungutan pajak kepada perusahaan dan masyarakat sebaiknya tidak digunakan untuk produk dalam negeri.

"Realisasi APBN kita tahun 2023 pagunya untuk belanja negara adalah Rp 3.061 triliun. Penyerapan realisasi hingga saat ini adalah Rp 1.225 triliun. Itu semua dibiayain dari pajak," kata Sudarto dalam acara Road Temu Bisnis Tahap VI yang disiarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Jumat (28/7/2023).

"Pajak itu kan dari kita semua, dipungut dari perusahaan kita, penghasilan kita, transaksi jual beli kita. Lho kok diberikan ke produk impor luar negeri, aneh kan?," ucapnya.

"Ya harusnya kita beli produk kita sendiri, yang diproduksi oleh rakyat kita sendiri. Menurut saya logikanya ga masuk akal, saya sendiri dipungut pajak dan tiba tiba oleh pejabat pejabat kita dibelikan produk luar negeri (padahal) harusnya dipakai untuk membeli barang dari tetangga kita yang sudah produksi barang," ujar Sudarto.

 


Selanjutnya

Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta. Dok Kemenkeu
Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta. Dok Kemenkeu

Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu juga mengungkapkan besarnya dampak penggunaan produk dalam negeri pada perekonomian Indonesia.

"Hasil kajian dari Bappenas dan BPS menunjukkan bahwa dampak (implementasi aksi afirmasi belanja produk dalam negeri) adalah penambahan tenaga kerja sebesar 277 ribu dan penambahan terhadap pertumbuhan ekonomi hingga 0,12 persen," bebernya, dalam acara Road Temu Bisnis Tahap VI sekaligus Indonesia Catalogue Expo and Forum. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya