Liputan6.com, Jakarta Desa memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat pembangunan nasional guna menciptakan stabilitas nasional, baik dari sisi politik maupun ekonomi. Pasalnya, desa memiliki berbagai sumber daya yang dapat mempercepat pembangunan nasional, seperti tanah, air, dan lahan pertanian.
Sebagaimana diketahui, pembangunan nasional merupakan rangkaian dari upaya pembangunan secara berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali desa. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga pembangunan nasional agar tetap berkesinambungan sekaligus wujud rekognisi negara, pemerintah dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menggelontorkan Dana Desa.
Baca Juga
Dana Desa tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Advertisement
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), Dana Desa merupakan bagian dari Transfer ke Daerah (TKD) yang diperuntukkan bagi desa untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
Dana Desa itu dialokasikan dengan mempertimbangkan pemerataan dan keadilan yang dihitung berdasarkan kinerja desa, jumlah desa, jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
Pemanfaatan Dana Desa untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa pun harus memiliki output dan outcome yang jelas dan terukur melalui penetapan target penggunaan Dana Desa setiap tahun sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam UU tentang APBN.
Alokasi Dana Desa Terus Meningkat
Dana Desa pertama kali dialokasikan pada tahun 2015 sebesar Rp20.766,2 miliar dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp70.000,0 miliar pada tahun 2023. Perkembangan Dana Desa periode tahun 2019-2023, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,04%, dari Rp69.814,1 miliar pada tahun 2019, menjadi Rp69.930,0 miliar pada outlook tahun 2023.
Di sisi lain, rata-rata Dana Desa yang diterima per desa juga meningkat dari sebesar Rp931,4 juta per desa pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp933,9 juta per desa pada tahun 2023. Selanjutnya, jumlah desa yang menerima Dana Desa juga meningkat yaitu dari 74.953 desa pada tahun 2019 menjadi sebanyak 74.954 desa pada tahun 2023.
Selain itu, pemerintah dalam APBN 2024 pun menganggarkan Dana Desa sebesar Rp71.000,0 miliar, lebih tinggi sebesar Rp1.070,0 miliar atau 1,5% dibandingkan outlook tahun 2023.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan bahwa saat ini pemerintah pusat akan mengalokasikan Dana Desa TA 2024 pada 75.259 desa.
“Adapun anggaran Dana Desa 2024 diarahkan untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022,” katanya.
Advertisement
3 Strategi Entaskan Kemiskinan Ekstrem
Luky membeberkan tiga strategi utama yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem. Ketiganya pun meliputi pengurangan pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan kantong kemiskinan.
“Pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat, melalui program Bansos, Jamsos, subsidi, kebijakan stabilitas harga, dan program lainnya yang dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat,” bebernya.
Kedua, Luky menyebut bahwa peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) menjadi strategi utama.
"Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan, diantaranya melalui pemenuhan pelayanan dasar, seperti peningkatan akses layanan dan infrastruktur pendidikan, layanan dan infrastruktur kesehatan, serta infrastruktur sanitasi air minum layak,” sebutnya.
“Saat ini prioritas utama negara adalah mengatasi kemiskinan ekstrem, maka kami memberitahu desa-desa tersebut bahwa harus mengalokasikan dana untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di desa," jelas Luky.
Cegah Stunting dan Ketahanan Pangan
Selain pembangunan nasional, Dana Desa juga diarahkan untuk melakukan percepatan stunting di desa. Terdapat dua langkah yang dijalankan pemerintah, di antaranya:
1. Tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan dan penurunan stunting sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa.
2. Laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa tahun anggaran sebelumnya dijadikan sebagai persyaratan dalam penyaluran tahap II bagi Desa Mandiri dan tahap III bagi Desa Non-Mandiri.
Laporan tersebut berguna sebagai input, data, dan masukan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan di bidang percepatan penurunan stunting secara nasional. Anggaran stunting tersebut pun berasal dari Dana Desa pada tahun 2024 sebesar Rp10.470,8 miliar.
Selain pencegahan stunting, Dana Desa juga diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan. Dalam skala desa berupa program ketahanan pangan dan hewani melalui sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan tangkap dan budi daya.
Selain untuk mengakhiri kelaparan, mencapai penguatan pangan, memperbaiki nutrisi, dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan, Dana Desa juga digunakan untuk meningkatkan indeks nilai tukar petani dan nelayan. Alokasi anggaran Dana Desa untuk ketahanan pangan di tahun 2024 diperkirakan sebesar Rp9.017,9 miliar.
Advertisement
Wujud dari Desentralisasi Fiskal
Program Dana Desa selaras dengan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) yang dilakukan Pemerintah, di mana alokasi anggaran Dana Desa terus meningkat, sebagai perwujudan desentralisasi fiskal. Dalam 10 tahun terakhir, Dan Desa mampu mendorong peningkatan kinerja daerah dan desa.
Peningkatan kinerja tersebut terlihat dari menguatnya kemandirian fiskal daerah dan terus meningkatnya jumlah desa yang berstatus desa mandiri. Kemandirian fiskal daerah tersebut menunjukkan tingkat kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahan sendiri.
Meskipun implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia lebih menitikberatkan kepada kewenangan untuk eksekusi belanja, namun pemerintah terus mendorong agar daerah mampu mengoptimalkan pemungutan PAD agar lebih optimal, sehingga daerah memiliki sumber daya yang lebih dalam menyediakan layanan publik.
Luky menjelaskan, kemandirian fiskal daerah dalam hal ini diukur dari Rasio PAD terhadap total pendapatan APBD. Ia menyebut, jika dilihat pada tahun 2014, secara nasional rasio kemandirian fiskal daerah adalah 24,01%, meningkat menjadi 28,14% pada tahun 2022.
"Sebaliknya, rasio transfer ke daerah terhadap total pendapatan APBD menurun dari 68,8% pada tahun 2014, turun menjadi 65,15% pada tahun 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam satu dekade terakhir, kemampuan pemerintah daerah dalam mendanai layanan publik dengan sumber pendanaan sendiri semakin meningkat," jelasnya.
"Implementasi UU HKPD diharapkan mampu terus mendorong penguatan local taxing power, sehingga kemandirian fiskal daerah akan terus menguat," imbuh Luky.
Kinerja Perpajakan Daerah Meningkat
Selain itu, meningkatnya kemandirian fiskal daerah tidak lepas dari kinerja perpajakan daerah yang menunjukkan peningkatan secara signifikan. Tahun 2022, realisasi pajak daerah telah melebihi level pra pandemi dengan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Pertumbuhan realisasi pajak daerah juga diiringi dengan local tax ratio yang menunjukkan tren peningkatan dari sejak pandemi. Tren tersebut diproyeksikan berlanjut pada tahun 2024, karena pada tahun tersebut merupakan tahun awal implementasi UU nomor 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023 yang menyangkut pengaturan terbaru untuk pajak daerah dan retribusi daerah.
Di dalamnya terdapat beberapa kebijakan yang dapat memacu peningkatan local taxing power seperti peningkatan tarif pajak tertentu, perluasan objek pajak serta dorongan penguatan administrasi perpajakan daerah melalui kerjasama pertukaran data perpajakan dan sinergi pemungutan pajak daerah.
Secara spesifik, aparat desa berperan aktif dalam upaya pemutakhiran objek pajak daerah serta penagihan pajak daerah tertentu seperti Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang di mayoritas daerah masih merupakan sumber penerimaan PDRD terbesar.
Desa Mandiri Meningkat Signifikan
Dalam beberapa tahun terakhir pasca pengalokasian Dana Desa, telah menghasilkan jumlah desa mandiri yang meningkat secara signifikan. Data dari Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal menunjukkan bahwa tahun 2018, desa yang dikategorikan desa mandiri hanya 313 desa dan jumlah tersebut meningkat secara signifikan, hingga berjumlah 11.456 desa.
Walau Dana Desa bukan satu-satunya sumber pendanaan untuk kegiatan yang ada di desa, namun hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa yang baik ditambah dengan fokus pemerintah daerah yang didorong untuk lebih memperhatikan desa melalui Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota, Belanja Bantuan Keuangan baik dari provinsi maupun kabupaten/kota, Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maupun belanja dari APBN/APBD di luar yang bersifat mandatory, mampu berkontribusi untuk terus mendorong kinerja desa.
(*)
Advertisement