Industri Lagi Lesu, Produsen Rokok Minta Kenaikan Cukai 2024 Ditinjau Ulang

Pemerintah diminta untuk mereview kembali kenaikan tarif CHT di tahun 2024 dengan menyesuaikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Okt 2023, 06:38 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2023, 17:00 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Adanya dugaan penyebab stunting dikarenakan produk hasil tembakau (rokok) dinilai kurang tepat. Produk hasil tembakau seperti rokok dinilai bukanlah faktor utama penyebab stunting. Akan tetapi pendidikan, pendapatan, dan kualitas lingkungan masyarakat yang mendorong terjadinya stunting dan penyakit tidak menular (PTM).

Berkaca dari hal tersebut, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan, menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dengan alasan menurunkan stunting tidaklah beralasan.

“Upaya framing dengan mengkambinghitamkan rokok sebagai penyebab stunting, agar pemerintah menaikkan tarif CHT justru memperbesar dampak negatif seperti semakin maraknya rokok illegal,” kata Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan dikutip Rabu (11/10/2023).

Henry Najoan mengatakan kondisi industri hasil tembakau (IHT) legal saat ini sedang injury. Karena itu, diperlukan relaksasi agar IHT legal dan mata rantai yang berelasi disepanjang industri ini bisa pulih dan bertahan.

Ia juga memohon agar pemerintah untuk mereview kembali kenaikan tarif CHT di tahun 2024 dengan menyesuaikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

“GAPPRI berharap ke depan, IHT legal mendapatkan jaminan kepastian hukum untuk tetap hidup dan tumbuh sebagaimana diamanahkan dalam Konstitusi kita,” kata Henry Najoan.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengajak semua pihak mencari resultan dari beberapa kepentingan untuk mencari solusi bersama. Pada titik inilah dibutuhkan kolaborasi yang pada prinsipnya adalah gotong royong.

“Kita berjalan bersama-sama. Seperti Pancasila itu ada 5 sila, kalau diperas ada persatuan, kalau diperas lagi itu gotong royong. Sekali lagi, kami tidak ingin menang sendiri. Mari kita gotong royong untuk mensukseskan program pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Candra Fajri Ananda mengatakan berdasarkan hasil survei dan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan random forest, faktor dominan penyebab terjadinya PTM di Indonesia adalah pendapatan, makanan dan minuman berpemanis, serta kurangnya konsumsi sayur.

Di sisi lain, berdasarkan analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) menunjukkan bahwa pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan jaminan kesehatan memiliki berpengaruh signifikan dalam menurunkan terjadinya PTM. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan pola makan minum juga berpengaruh pada PTM di Indonesia.

“Hasil kajian kami menunjukan bahwa konsumsi produk hasil tembakau seperti rokok dan lingkungan yang terkontaminasi oleh asap rokok bukan indikator utama penyebab PTM,” tutur dia.

 

Terancam Gulung Tikar, Pengusaha Rokok Curhat Begini

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya meminta pemerintah berhati-hati dalam membahas rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pengamanan zat adiktif produk tembakau. Pemerintah juga diminta untuk melibatkan pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) nasional sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan dalam pembahasan yang transparan dan akuntabel.

"Selain itu, dapat mempertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi, dan penerimaan negara, serta serapan tenaga kerja dari IHT nasional beserta industri terkait lainnya," katanya dikutip dari Antara, Rabu (5/10/2023).

Sulami menegaskan apabila pemerintah memaksakan dan tetap mengimplementasikan RPP Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau, maka bisa dipastikan akan ada banyak IHT nasional yang bakal mengalami gulung tikar.

Dikatakannya, saat ini jumlah IHT di Jawa Timur mencapai 538 industri dengan jumlah buruh sebanyak 186 ribu atau 60 persen terhadap nasional yang mencapai 360 ribu tenaga kerja.

Adapun jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.

"Dengan perjalanan waktu jumlah tersebut turun terus, pasti akan terjadi gulung tikar," katanya.

Di lain sisi, kata Sulami, keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan sudah sangat tepat dalam hal pengendalian. 

 

 

Produk Tembakau

20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan dalam RPP terkait pengaturan produk tembakau, sinergi antarkementerian dan lembaga adalah hal yang utama.

Menurut dia, dalam pembahasan aturan pengendalian, ada 2 instrumen yang digunakan yaitu instrumen non-fiskal, dan fiskal. Untuk menghasilkan peraturan yang tepat, diperlukan kolaborasi antar kementerian terkait.

"Dalam hal RPP ini, sangat dibutuhkan sinkronisasi antara apa yang diatur dalam RPP dengan UU cukai yang sudah ada, agar tidak terjadi tumpang tindih," katanya.

Nirwala juga mengatakan sebelum menciptakan peraturan baru, seperti RPP terkait pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau ini, sebaiknya dipertanyakan mengenai aturan yang sudah ada sebelumnya, yaitu PP 109 Tahun 2012.

Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen
Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya