Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 21 kilometer (km) dari pusat kota Subang, sekelompok ibu-ibu tengah merajut kain di depan rumah. Di rumah seberang terlihat juga sekeompok ibu-ibu tengah menyisir sejumlah serat.
Kurang lebih 100 meter dari lokasi ibu-ibu merajut dan menyisir serat tersebut, sekelompok anak muda tengah berada di dalam bangunan tengah memilah daun nanas, menggiling di dalam sebuah alat dan kemudian mencucinya.
Baca Juga
Aktivitas ini berada di Desa Cikadu Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Para ibu-ibu dan sekelompok pemuda ini merupakan kelompok bernama Pinlefi yang diambil dari kata 'Pineaple Leaf Fiber’ yang dibangun oleh local hero bernama Alan Sahroni.
Advertisement
Alan bersama dengan sejumlah penduduk di desa Cikadu memang sudah beberapa tahun ini mengolah daun nanas menjadi serat yang bernilai jual tinggi. Serat daun nanas ini bermula dari sebuah desa yang berada di pelosok Subang dan saat ini sudah menembus pasar ekspor.
Alan sebagai pencetus serat daun nanas ini bercerita asal muasal ia memulai ide membangun usaha ini dengan memberdayakan penduduk sekitarnya. Pada 2020 setelah kontrak sebagai penyuluh dengan Kementerian Perindustrian selesai, ia memutuskan untuk kembali ke Desa Cikadu.
Ia pun mulai membangun ide untuk mengubah limbah atau sampah daun nanas untuk menjadi produk yang bernilai. Sebagai lulusan pendidikan tekstil, ide kain yang berasal dari daun nanas pun tercetus.
Seperti diketahui, Subang dikenal sebagai penghasil buah nanas terbesar di Jawa Barat. Terlebih, sejauhini daun nanas belum termanfaatkan dengan baik dan selama ini hanya dibuang menjadi limbah tak terolah.
"Daun nanas ini biasanya oleh warga atau petani dibuang sebagai sampah atau dibakar. Jadi saya memiliki ide untuk mengolahnya dan memanfaatkan," jelas dia seperti ditulis Sabtu (4/11/2023).
Alan pun kemudian merancang mesin decorticator. Mesin ini mengolah daun nanas menjadi serat basah. Ia pun mengajak warga sekitar untuk bersama-sama membangun usaha yang diberi nama Pinlefi yang diambil dari kata 'Pineaple Leaf Fiber’.
Saat ini, Pinlefi telah beranggotakan puluhan orang. Terdapat 8 pemuda dari karang taruna yang bertugas untuk memilah dan mengolah daun nanas menjadi serat basah kemudian sejumlah ibu-ibu yang bertugas menyisir dan merajut untuk menjadi kain.
Di luar itu, Pinlefi juga memberikan pendapatan tambahan kepada para petani nanas. daun nanas yang semula hanya dibuang atau dibakar saat ini dibeli dengan harga Rp 700 sampai dengan Rp 1.000 per kg.
Tembus Pasar Ekspor
Siapa sangka, daun nanas yang awalnya dianggap sebagai sampah saat ini sudah bisa menembus pasar ekspor.
Alan bercerita, pada medio 2021 sampai 2022, serat nanas produksi Cikadu ini mampu menembus pasar ekspor ke Singapura. "Kami ekspor serat nanas 2,1 ton ke Singapura senilai Rp 180 ribu per kg," kata dia.
Ternyata serat nanas produksi Subang ini mampu bersaing dengan produk serat nanas dari negara lain yaitu Thailand dan Vietnam. Alan bercerita, keunggulan dari serat nanas produksi Cikadu adalah yang lebih panjang dibanding dengan negara lain.
Alan melajutkan, sejumlah negara lain juga berminat untuk menggunakan serat nanas produksi Cikadu ini. Ia mengatakan perusahaan Jerman dan Arab Saudi telah meminta sampel serat produksinya.
Â
Dibantu Pertamina
Usaha dari Alan ini pun masuk dalam radar PT Pertamina EP 7 Subang Field. Lewat program Corporate Social Responsiblity (CSR), Pertamina EP 7 Subang Field membantu Kelompok Pinlefi mengembangkan usahanya.
Pertamina pun menginisiasi program CSR di Cijambe ini dengan nama Pesona Subang yang merupakan kependekan dari Pemanfaatan Serat Olahan DaunNanas Subang.
Senior Manager Pertamina EP Subang Field Ndirga Andri Sisworo mengatakan, Pertamina memang memiliki program pemberdayaan untuk warga sekitar baik di ring 1 maupun ring 2. Untuk Pinlefi ini masuk dalam ring 2.
Ndirga menjelaskan, Pertamina melihat apa yang bisa diperbuat oleh perusahaan dengan nanas selain konsumsi sebagai vitamin. "Nah ada potensi lain ternyata, daun nanas yang biasanya limbah dan dibakar bikin polusi dikembangkan menjadi serat," kata dia.
Pertamina pun kemudian mencari local hero yang kemudian bertemu dengan Alan. Kerja sama antara kedua belah pihak pun dijalin sehingga bisa membantu masyarakat setempat.
Tidak hanya pemberdayaan yang mempunyai nilai ekonomi, Pertamina melihat bahwa pengolahan daun nanas yang semua menimbulkan penyakit kini bisa lebih bermanfaat.
"Faktanya, tadinya di sini itu banyak yang kena ISPA karena banyak pembakaran daun. Tepai kemudian dengan adanya pengolahan ini yang terkena ISPA sudah turun," kata Ndirga.
Herman, Kepala Desa Cikadu pun sangat berterimakasih kepada Pertamina yang membantu Alan dan masyarakat Cikadu untuk berkembang. "Membuat Cikadu membanggakan. Betul-betul dari kampung bisa ke kota.Serat nanas jadi kain kebanggaan dan bisa ada penghasilan," tutur dia.
Â
Advertisement
Pemanfaatan Lainnya
Ternyata, adanya usaha serat daun nanas ini memberikan manfaat lebih besar. Head of Communication, Relations & CID Pertamina EP area Jawa bagian barat (Zona 7) Wazirul Lutfi mengatakan, selain menjadi kain, daun nanas juga mampu dimanfaatkan lebih lanjut.
Saat ini tengah diuji coba pemanfaatan limbah yang berasal dari serat daun nanas untuk pakan ternak dan pupuk.
"Sebagai pakan ternak ternyata serat daun nanas itu mengandung 50% karbohidrat, 25% protein dan 25% serat," tuturnya.
Pemanfaatan pakan ternak tersebut sudah dijalankan tetapi memang belum diteliti ulang apakah cukup berdampak signifikan. "Kalau dilihat dari fisik sudah kelihatan," tambah Wazirul.
Selain itu ternyata limbah potongan serat dari daun nanas juga bisa digunakan untuk membuat kertas. Kertas produksi desa ini Cikadu ini kemudian diserap oleg Pertamina.