Sri Mulyani Tak Ingin Perubahan Iklim Ciptakan 100 Juta Kemiskinan Tiap Tahun

Sri Mulyani menuturkan, transisi keuangan jadi sangat penting untuk bisa mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang jauh lebih berkelanjutan bagi seluruh umat manusia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Nov 2023, 17:45 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2023, 17:45 WIB
Menteri keuangan Sri Mulyani
Menteri keuangan Sri Mulyani saat di wawancarai oleh liputan6 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/3/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa perubahan iklim (climate change) yang terjadi di dunia memiliki dampak sangat serius. 

Dia khawatir dampak perubahan iklim bisa menimbulkan kerugian USD 560 miliar, dan meningkatkan angka kemiskinan hingga 100 juta jiwa per tahunnya secara global.

"Menurut perkiraan Bank Dunia, perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian sebesar 560 miliar dolar AS dan menciptakan kemiskinan baru hingga 100 juta orang setiap tahunnya," ujar Sri Mulyani dalam Indonesia International Conference for Sustainable Finance and Economy 2023, Rabu (8/11/2023).

Oleh karenanya, Sri Mulyani menuturkan, transisi keuangan jadi sangat penting untuk bisa mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang jauh lebih berkelanjutan bagi seluruh umat manusia.

"Para pemangku kepentingan harus mampu memahami, mengidentifikasi, serta melakukan langkah-langkah konkrit untuk dapat memobilisasi pendanaan serta transisi menuju perekonomian hijau," pintanya. 

Sang Bendahara Negara mengungkapkan, Kementerian Keuangan saat ini terus vokal dan aktif dalam membahas isu perubahan iklim. Baik itu di level domestik maupun global seperti saat Presidensi G20 dan Keketuaan ASEAN. 

Isu perubahan iklim juga terus didorong untuk dibahas pada forum para Menteri Keuangan untuk kemudian dieskalasi pada level pimpinan negara. Meski begitu, ia menegaskan bahwa isu perubahan iklim tidak hanya bisa ditangani lewat pidato semata, namun harus melalui aksi nyata.

"Semua pidato-pidato itu, semua komitmen itu, bisa benar-benar diuji pada isu atau permasalahan yang sesungguhnya. Ini lah mengapa Indonesia dalam banyak partisipasinya, kami selalu membahas dan menyajikan kasus yang sebenarnya," tegasnya.

Menurut dia, penanganan isu transisi energi di Indonesia bisa menjadi tempat uji coba bagi banyak komitmen dan diskusi-diskusi yang selama ini dilakukan. Ia pun mengungkapkan optimismenya.

"Jika kita semua bisa menyelesaikan permasalahan Indonesia, khususnya dalam transisi energi, saya sangat optimis kita bisa menyelesaikan permasalahan transisi energi dunia", kata Sri Mulyani. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kepala AI Google: Risiko AI Sama Seriusnya dengan Krisis Perubahan Iklim

Ilustrasi AI Membantu Dokter dalam Menagani Pasien
Ilustrasi AI Membantu Dokter dalam Menagani Pasien. (Unsplash/Igor Omilaev).

Sebelumnya, Dunia harus memperlakukan risiko dari kecerdasan buatan (AI) sama seriusnya dengan krisis perubahan iklim dan tidak bisa menunda responnya, demikian kata seorang pakar AI, dikutip dari The Guardian, Minggu (29/10/2023).

Kepala eksekutif unit AI Google di Inggris Demis Hassabis mengatakan bahwa pengawasan industri AI dapat dimulai dengan sebuah badan yang mirip dengan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Hassabis juga mengatakan, dunia harus segera bertindak untuk mengatasi bahaya teknologi ini, termasuk membantu pembuatan senjata biologis dan ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh sistem super-cerdas.

Ia menambahkan, seharusnya orang-orang menghadapi risiko AI ini sama seriusnya dengan tantangan global utama lainnya, seperti perubahan iklim

"Butuh waktu lama bagi komunitas internasional untuk mengkoordinasikan respons global yang efektif terhadap hal ini, dan kita hidup dengan konsekuensinya sekarang. Kita tidak boleh mengalami penundaan yang sama dengan AI," katanya.

Meskipun AI adalah penemuan yang paling inovatif, ia mengatakan diperlukan sebuah rezim pengawasan dan pemerintah harus mengambil inspirasi dari struktur internasional seperti IPCC.

"Saya pikir kita harus mulai dengan sesuatu seperti IPCC, yang merupakan perjanjian ilmiah dan penelitian dengan laporan, dan kemudian membangun dari sana," ujarnya menambahkan.

"Kemudian apa yang ingin saya lihat pada akhirnya adalah setara dengan Cern untuk keamanan AI yang melakukan penelitian tentang hal itu - tetapi secara internasional. Dan mungkin suatu hari nanti akan ada semacam badan yang setara dengan IAEA, yang benar-benar mengaudit hal-hal ini," ucapnya.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) adalah badan PBB yang mempromosikan penggunaan teknologi nuklir yang aman dan damai dalam upaya mencegah proliferasi senjata nuklir, termasuk melalui inspeksi.

Namun, Hassabis mengatakan bahwa tidak ada analogi peraturan yang digunakan untuk AI yang "dapat diterapkan secara langsung" pada teknologi ini.


Ide Badan Pengawasan AI

Eric Schmidt, mantan kepala eksekutif Google, dan Mustafa Suleyman, salah satu pendiri DeepMind, menyerukan pembentukan panel gaya IPCC tentang AI. 

Meskipun para pejabat Inggris mendukung langkah tersebut, namun mereka berpendapat bahwa pembentukannya harus dilakukan di bawah naungan PBB.

Hassabis mengatakan bahwa AI dapat membawa peluang luar biasa di berbagai bidang seperti kedokteran dan sains, namun ia mengakui adanya kekhawatiran seputar teknologi tersebut. 

Kekhawatiran tersebut berpusat pada kemungkinan pengembangan kecerdasan umum buatan (artificial general intelligence/AGI) - sistem dengan tingkat kecerdasan manusia atau di atas manusia yang dapat menghindari kontrol manusia.

Hassabis adalah salah satu penandatangan surat terbuka pada Mei 2023 yang memperingatkan bahwa ancaman kepunahan akibat AI harus dianggap sebagai risiko yang setara dengan pandemi dan perang nuklir.

"Kita harus memulai pemikiran dan penelitian itu sekarang. Maksud saya kemarin, sungguh," katanya. 

"Itulah mengapa saya menandatangani, dan banyak orang menandatangani, surat itu. Itu karena kami ingin memberikan kredibilitas bahwa itu adalah hal yang masuk akal untuk didiskusikan," ucapnya mengimbuhi.


Bahaya AGI

Beberapa orang dalam industri teknologi khawatir bahwa AGI atau AI yang seperti dewa mungkin akan muncul beberapa tahun ke depan.

Hassabis mengatakan bahwa dunia masih jauh dari sistem AGI yang sedang dikembangkan, namun "kita bisa melihat jalan menuju ke sana, jadi kita harus mendiskusikannya sekarang".

Dia mengatakan bahwa sistem AI saat ini, “Tidak memiliki risiko, tetapi beberapa generasi berikutnya mungkin akan memiliki kemampuan ekstra seperti perencanaan dan memori serta hal-hal lain... Sistem ini akan menjadi fenomenal untuk kasus penggunaan yang baik, tetapi juga memiliki risiko."

Pertemuan pada tanggal 1 dan 2 November 2023 di Bletchley Park akan berfokus pada ancaman sistem AI canggih yang membantu menciptakan senjata biologis, melakukan serangan siber yang melumpuhkan, atau menghindari kontrol manusia. 

Hassabis akan menjadi salah satu pembicara, bersama dengan para kepala eksekutif perusahaan AI terkemuka termasuk OpenAI, yang merupakan pengembang ChatGPT asal San Francisco.

Unit Hassabis telah mencapai terobosan signifikan dalam teknologi AI seperti menciptakan program AI AlphaGo yang mengalahkan pemain terbaik dunia di Go, sebuah permainan papan asal Tiongkok. 

Kemudian juga proyek AlphaFold yang memprediksi bagaimana protein melipat menjadi bentuk 3D, sebuah proses yang telah membuka jalan bagi terobosan di berbagai bidang kesehatan termasuk mengatasi penyakit.

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya