Banyak BPR Kolaps, Ternyata Ini Alasannya

Catatan baru LPS menunjukkan, ada dua BPR yang bangkrut yaitu PT Bank Perkreditan Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM) di Jawa Timur dan Perusahaan Umum Daerah Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu (Perumda BPR KRI) di Indramayu, Jawa Barat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 10 Nov 2023, 17:15 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2023, 17:15 WIB
Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)
Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan beberapa penyebab kegagalan atau bangkrutnya Bank Perkeditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Uniknya, persaingan tidak menjadi salah satu faktor suatu BPR kolaps atau bangkrut.

”Bukan persaingan BPR dengan bank lainnya. Berdasarkan pengalaman kami, tidak ada bank yang mengalami (kasus) itu,” kata Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi dalam kegiatan LPS Media Workshop di Bandung, Kamis (9/11/2023).

Suwandi lebih lanjut mengungkapkan, sebagaian besar kolapsnya BPR disebabkan oleh pengelolaan bisnis yang kurang baik di antara oknum pekerjanya. 

“Kebanyakan bank gagal karena digerogoti oleh pengurus atau karyawannya. Jadi ini (kegagalan) lebih ke tata kelola,” bebernya. 

Maka dari itu, perlu adanya penguatan tata kelola untuk menjaga kredibilitas BPR. 

Catatan baru LPS menunjukkan, ada dua BPR yang bangkrut yaitu PT Bank Perkreditan Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM) di Jawa Timur dan Perusahaan Umum Daerah Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu (Perumda BPR KRI) di Indramayu, Jawa Barat.

7 BPR Bangkrut Tiap Tahun, Bikin Nasabah Kapok Nabung?

Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)
Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)

Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengklaim, per 31 Juli 2023 telah mencairkan Rp 1,7 triliun simpanan dari Bank Perekpnomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) yang bangkrut. Angka tersebut berasal dari 1 bank umum, 105 BPR dan 13 BPRS yang dilikuidasi sejak LPS beroperasi 2005.

Laporan tersebut membuktikan pernyataan Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, dimana rata-rata terdapat 6-7 BPR/BPRS jatuh bangkrut setiap tahunnya.

Namun demikian, LPS menjamin seluruh simpanan nasabah aman, dengan proses pembayaran klaim berbentuk tabungan maupun deposito dilakukan dalam waktu dua pekan pasca bank dicabut izin usahanya.

LPS lantas mengundang awak media untuk berbincang bersama sejumlah eks nasabah BPR/BPRS yang telah dinyatakan bangkrut. Seperti diceritakan Hari Pitono, seorang dokter asal Jember, Jawa Timur yang memiliki grup usaha di bidang diagnostik medik.

Grup usahanya tersebut membuka rekening di BPR Syariah (BPRS) Asri Madani, namun pailit. Hari menceritakan, setiap rekening yang mereka miliki berjumlah sekitar Rp 2 miliar, tapi ia tidak panik.

"Kami tidak panik sebab sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari petugas, bahwa tabungan saya dijamin oleh LPS. Saya kira nasabah lain juga sudah mendapatkan pemberitahuan itu. LPS menjamin sampai dengan Rp 2 miliar per nasabah per bank. Jadi tabungan kami selagi memenuhi syarat dijamin aman," ungkapnya dalam sesi bincang daring di Kantor LPS, Jakarta, Senin (28/8/2023).

Pembayaran Klaim Cepat

Hari menambahkan, proses pembayaran klaim juga terhitung cepat, bahkan ada salah satu temannya yang jumlah uang di rekeningnya terhitung besar juga cepat proses pencairan dananya.

Saat disinggung mengapa dia memilih menabung di BPRS, karena menurutnya, BPR banyak bergerak di pembiayaan usaha kecil dan menengah.

“Saya akan tetap menabung di BPR, sebab saya yakin tabungan saya dijamin LPS, jadi hitung-hitung kami turut berpartisipasi menggerakkan roda perekonomian, khususnya di daerah,” imbuhnya.

Eks nasabah berikutnya, Siti Nuryatimah (45) juga menceritakan kisah saat BPR Bagong Inti Marga Banyuwangi, tempatnya menyimpan uang hasil penjualan sate, tiba-tiba diputuskan bangkrut pada 2 Februari 2023.

Dekatnya lokasi BPR Bagong dengan tempat tinggalnya menjadi alasan utama Nuryatimah menabung di BPR tersebut. Sedangkan untuk menabung di bank umum, jaraknya cukup jauh dan memakan waktu. Ia juga senang menabung di BPR Bagong karena pelayanannya bagus kepada nasabah.

Ia sudah lebih dari 10 tahun menabung di BPR Bagong dan memiliki simpanan ratusan juta rupiah. Setiap harinya, ia menyisihkan uang hasil usahanya sekitar Rp 100-500 ribu sebagai tabungan masa depan untuk keluarganya dan keperluan modal usaha. Suatu hari, dirinya berniat menarik uang tunai dari BPR Bagong, namun pihak BPR mengaku tidak dapat melayaninya.

"Saya diberikan penjelasan bahwa jika mau ambil uang tunggu beberapa waktu karena sudah ditangani oleh LPS dan dijamin oleh LPS," ujarnya.

Cerita Lain

Setelah itu, Nuryatimah dihubungi oleh pihak LPS bahwa ia dapat mengurus pengambilan simpanan miliknya di BPR Bagong melalui Bank Mandiri, hanya dengan membawa tabungan, KTP, dan mengantri selama beberapa jam, kemudian langsung dananya cair.

Saat BPR Bagong bangkrut, Nuryatimah masih memiliki tabungan sekitar Rp 25 juta, sehingga ia mendapatkan dana tersebut sepenuhnya karena simpanannya masih berada di bawah Rp 2 miliar sesuai peraturan penjaminan LPS.

Cerita serupa datang dari I Gede Ngurah Aris Prasetya (30) seorang pegawai BUMD yang juga mantan nasabah BPR Pasar Umum (BPU) Bali yang telah ditutup.

Kendati begitu, seluruh depositonya atas nama almarhum Ibundanya telah diterimanya secara penuh. Nilai simpanan nya kurang lebih Rp 2 miliar terdiri dari deposito dan tabungan.

“BPU harus dilikuidasi, maka pada hari itu saya datang dan menemui perwakilan LPS, disitulah saya mengajukan pembayaran dana deposito saya, dan saya bersumpah akan menjadi informan bagi masyarakat untuk tidak takut ke bank dan jangan takut menaruh simpanan di bank, karena ada LPS yang menjamin tabungan kita,” tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya