Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meminta batasan atas Tarif Batas Atas (TBA) pesawat bisa lebih tinggi. Menyusul, usulan asosiasi maskapai yang meminta dihapusnya TBA dan harga tiket pesawat diserahkan ke mekanisme pasar.
Namun, usulan penghapusan Tarif Batas Atas itu dinilai oleh Kementerian Perhubungan sebagai sesuatu yang cukup sulit, perlu merubah undang-undang yang berlaku. Sementara, Irfan pun sepakat dengan landasan aturan tersebut.
Baca Juga
Sebagai solusinya, dia mengusulkan batasan atas TBA bisa dinaikkan. Alhasil, ruang penentuan tarif nantinya menjadi lebih besar.
Advertisement
Â
"Kasih roof (batasan atas) yang tinggi aja, bukan dihilangkan, dikasih roof yang tinggi aja gitu kan. Kalau misalkan sekarang TBA-nya Rp 1 juta, kasih roof aja Rp 5 juta. Kita juga kan gak mungkin jual Rp 6 juta kan," kata dia saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, ditulis Kamis (16/11/2023).
Melalui penetapan TBA lebih tinggi, Irfan membuka kemungkinan adanya mekanisme pasar yang terjadi pada lingkup harga tiket pesawat. Melalui ruang tadi, disebut ada ruang bagi maskapai untuk meningkatkan pelayanannya.
"Serahkan ke mekanisme pasar, kalau kita naikkan kan kita mesti balikin dengan pelayanan yang lebih bagus, ketepatan waktu, dan segala macam kan," kata Irfan.
Tak akan Semena-mena
Dia pun menegaskan tak akan semena-mena menetapkan harga yang jauh lebih tinggi dari yang berlaku saat ini. Tapi yang terpenting, kata Irfan, adalah soal pelayanan yang diterima penumpang sesuai dengan harga yang dibayarkannya.
"Misalnya harganya sekarang Rp 1 juta, dibebaskan, terus kita jual Rp 5 juta, enggak. Bukan tipe kita kok. Kita kan yang penting adalah bahwa kita bisa menjanjikan service dengan sebaik-baiknya kita pastikan penerbangan itu aman, kita untung," tuturnya.
"Silakan penumpang memilih sendiri. Anda bilang 'Garuda mahal, saya gak mau' yaa monggo," sambung Irfan.
Â
Kemenhub Buka Suara
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati ikut buka suara soal usulan penghapusan tarif batas atas (TBA) angkutan pesawat. Menurutnya, hal itu perlu mempertimbangkan banyak aspek.
Adita bilang, untuk melakukan revisi TBA perlu merubah serangkaian aturan, mulai dari undang-undang hingga peraturan menteri. Apalagi, jika langkah yang dilakukan adalah menghapus TBA.
"Revisi TBA pasti harus beberapa faktor harus terpenuhi. Kita tentunya terus diskusi sama asosiasi nantinya kita tentu butuh ada surat dari asosiasi atau maskapai. Terus terang sampai saat ini belum ada surat resmi dari asosiasi. Makanya hal-hal itu, kita sebagai regulator harus tindaklanjut berdasarkan hitam diatas putih," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Dia menyebut hingga saat ini belum ada surat yang masuk ke Kemenhub dari asosiasi maskapai penerbangan. Dia juga belum membuka opsi untuk melakukan revisi TBA angkutan pesawat rerbang.
Â
Advertisement
Lindungi Masyarakat
Menurut dia, hadirnya batas atas tarif itu untuk melindungi masyarakat dari sisi daya beli. Pada sisi yang lain, batasa tarif yang ditetapkan juga untuk memproteksi pendapatan maskapai.
"Belum ada. Karena kalau dibaca di UU yang ada kan tujuan batas atas dan bawah itu kan memproteksi dua pihak. Si operator sendiri dan juga masyarakat. Agar tidak terlalu turun itu merugikan maskapai, kalau terlalu tinggi bebankan masyarakat. Jadi ada koridornya itu. Nah kalau emang mau dihapus harus diskusi dulu gimana proteksi dua pihak," bebernya.
Adita menegaskan, aspek yang paling penting adalah menangkap setiap aspirasi pemangku kepentingan. Didalamnya termasuk maskapai, dan masyarakat.
"Jadi kami tugasnya menjaga keberimbangan industri, keterjangkauan masyarakat, dan bagaimana perusahaan operator sustain melayani sekaligus menjaga faktor keselamatan di penerbangan tetap terjaga. Kemudian UU ditetapkan begitu juga kan dulu pertimbangannya agar semua kepentingan terwakili," jelas Adita.
Â
Butuh Kajian
Lebih lanjut, Adita mengatakan masih perlu kajian secara menyeluruh jika diperlukan adanya perubahan aturan mengenai TBA pesawat. Ada sejumlah aspek yang menjadi sorotan.
Misalnya, keterjangkaun masyarakar atas tarif yang ditetapkan hingga dampaknya kepada inflasi yang bersumber dari tarif.
"Kan itu cuma terkait mengubah Peraturan Menteri tentu kita akan kaji dulu ya dampaknya terhadap, tadi keterjangkauan masyarakat, kepada inflasi, kepada sektor lain. Karena misalnya di daerah timur dan kepulauan itu kan jadi alat produksi juga bukan cuma transportasi. Memang perlu dikaji dulu dampaknya," tuturnya.
"Kemarin mungkin kita ada skema fuel surcharge, ketika ada kenaikan Avtur diberikwn ruang untuk menerapkan kenaikan tarif temporer. Ini akan dikaji dulu, masyarakat aja keluh kesah harganya ketinggian," pungkas Adita.
Advertisement