Indonesia Ajukan Pembentukan Panel ke WTO atas Sengketa Kelapa Sawit dengan Uni Eropa

Pokok gugatan diajukan Indonesia dalam sengketa ini meliputi isu tuduhan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dianggap sebagai subsidi oleh Komisi Eropa, tuduhan Komisi Eropa terkait adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk penyediaan minyak kelapa sawit mentah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Nov 2023, 11:45 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2023, 11:45 WIB
ilustrasi WTO
Pemerintah Indonesia mengajukan permohonan pembentukan panel yang kedua kalinya pada sengketa minyak kelapa sawit dalam forum pertemuan reguler Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO). (sumber: WTO)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia mengajukan permohonan pembentukan panel yang kedua kalinya pada sengketa minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang dituduhkan oleh Uni Eropa. Permohonan ini diajukan dalam forum pertemuan reguler Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO), yang berlangsung pada Senin 27 November 2023.

Dengan pengajuan ini, maka panel di WTO otomatis akan terbentuk terlepas masih ada penolakan dari Uni Eropa.

Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nugraheni Prasetya Hastuti menjelaskan, pengajuan ini sudah sesuai dengan komitmen dan upaya pemerintah untuk melindungi dan memperjuangkan akses pasar produk biodiesel Indonesia di pasar Uni Eropa.

"Produk biodiesel Indonesia mengalami perlakuan diskriminatif karena menerima subsidi yang tidak dapat dibenarkan secara hukum internasional oleh otoritas Uni Eropa,” kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (30/11/2023).

Sebelumnya, pada 11 Agustus 2023, Indonesia secara resmi telah mengajukan konsultasi dengan Uni Eropa ke WTO. Indonesia mengharapkan agar panel segera dibentuk dan sidang pemeriksaan sengketa dapat dilaksanakan pada semester pertama 2024.

Pokok gugatan diajukan Indonesia dalam sengketa ini meliputi isu tuduhan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dianggap sebagai subsidi oleh Komisi Eropa, tuduhan Komisi Eropa terkait adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk penyediaan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), dan perhatian atas penghitungan ancaman kerugian material oleh Komisi Eropa yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures/SCM Agreement).

 

Latar Belakang Kasus CVD Biodiesel

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Pada 6 Desember 2018, Komisi Uni Eropa menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap produk biodiesel dari Indonesia. Hal tersebut dilakukan berdasarkan petisi yang diajukan oleh European Biodiesel Board (EBB) yang diwakilkan oleh firma hukum Fidal pada 19 Oktober 2018.

Komisi Uni Eropa melakukan penyelidikan antisubsidi terhadap impor biodiesel asal Indonesia dengan mengambil lima perusahaan produsen/pengekspor biodiesel sebagai sampel. Sebelumnya, Uni Eropa juga melakukan penyelidikan atas isu yang sama kepada Argentina yang dimulai sejak 31 Januari 2018.

Adapun cakupan produknya adalah fatty-acid mono-alkyl esters dan/atau paraffinic gasoils (minyak gas parafin) yang diperoleh dari sintesis dan/atau hydro-treatment, yang berasal dari nonfosil, umumnya dikenal sebagai biodiesel, dalam bentuk murni atau dimasukkan dalam campuran, berasal dari Indonesia.

Besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan (BMI) berkisar antara 8—18 persen terhitung mulai 29 November 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya