Mau Punya Perusahaan Senilai Rp 23 Triliun? Simak Saran dari Pengusaha Air Kelapa Ini

Formula kesuksesan Michael Kirban sederhana saja, “Berikan saya kompetisi yang ketat dan menantang, maka saya akan mengalahkannya.” kata dia.

oleh Amira Fatimatuz Zahra diperbarui 11 Des 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2023, 06:00 WIB
Air Kelapa
Mengubah ancaman persaingan menjadi bahan motivasi mendorong Kirban yang kini berusia 48 tahun untuk terus maju dengan perusahaan air kelapa Vita Coco. Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Formula kesuksesan Michael Kirban sederhana saja, “Berikan saya kompetisi yang ketat, maka saya tertantang untuk bersaing mengalahkannya.” jelas dia.

Mengubah ancaman persaingan menjadi bahan motivasi mendorong Kirban yang kini berusia 48 tahun untuk terus maju dengan perusahaan air kelapa Vita Coco.

Ia memulai bisnis menjual air kelapa di 2004 menjadi industri besar terkemuka dengan kapitalisasi pasar sebesar USD 1,52 miliar atau kurang lebih Rp 23,35 triliun (kurs Rp 15.573).

Vita Coco adalah perusahaan minuman yang asal Amerika Serikat dengan bisnis utama menjual air kelapa. Merek ini merupakan merek terbesar di dunia untuk air kelapa yang telahberoperasi di 31 negara.

 

“Bertarunglah melawan kami, dan kami akan melakukan segala cara yang kami bisa untuk mengalahkanmu,” kata Kirban, salah satu pendiri Vita Coco dikutip dari CNBC Make It, Senin (11/12/2023).

Ia menambahkan, dirinya bukan tipe orang yang “menang dengan cara apapun”.

Namun, “Ketika saya ingin melakukan sesuatu, saya ingin melakukannya dan menjadikannya yang terbaik.”

Pola pikir tersebut bukan sekadar nasihat biasa dari seorang pengusaha sukses tersebut. Itu tertanam dalam DNA Vita Coco setelah hampir 20 tahun bergumul dengan pesaing langsung yang hampir identik bernama Zico.

Kirban membagikan cara memanfaatkan pesaing untuk meraih keuntungan sebagai berikut ini:

The coconut water wars

Zico dan Vita Coco sama-sama didirikan di New York pada 2004. Kirban ingat pertama kali ia mendengar tentang saingannya.

Ia mengatakan, “Saat bermain sepatu roda di New York dengan membawa sampel Vita Coco di punggung, lalu masuk ke toko GNC. Pemilik toko menolak untuk membeli karena dia baru saja membeli air kelapa dari seorang penjual Zico.”

“Saat itu, saya merasa harus pergi ke lima toko lagi sebelum orang ini (Zico) mendapatkanya,” katanya lalu menambahkan, “Itu terjadi secara instan. Saya tahu ini akan menjadi sebuah kompetisi.”

Sejak awal, kedua merek ini terlibat dalam “street fight” selama bertahun-tahun, yang ditandai dengan taktik kotor dari kedua sisi. Mulai dari saling memotong harga hingga benar-benar menarik produk lawan dari rak-rak toko dan menyembunyikannya di ruang stok.

“Itu adalah hal yang paling gila,” kata Kirban.

Persaingan ini meningkat pada 2009, ketika perusahaan minuman raksasa, Coca-Cola membeli 20% saham Zico sehingga memberikan dukungan bisnis global dengan mendapatkan miliaran dolar. Empat tahun kemudian, Coca-Cola mengakuisisi Zico sepenuhnya.

Kesepakatan itu membuat Kirban terkejut, katanya. Kemudian, kekhawatirannya berubah menjadi tekad untuk melawan para pesaingnya baik yang lama maupun yang baru.

Kirban mengatakan, saat itu cukup banyak orang mengatakan kepadanya bahwa Vita Coco sedang dalam masalah.

Keuntungan Jadi Underdog

Ilustrasi Merger Perusahaan, Merger Korporasi
Ilustrasi merger perusahaan, merger korporasi. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Mentalitas “underdog” dapat berguna. Menurut penelitian, persaingan intens menghasilkan peserta yang lebih termotivasi dan sebagai hasilnya meningkatkan kinerja mereka, Penelitian tersebut adalah temuan dari studi psikologis tahun 2014 di New York University.

Dalam kasus Kirban, ia menganalisis kesepakatan Zico dari sudut pandang Vita Coco. Sisi buruknya, pesaingnya akan mendapatkan keuntungan besar dari jaringan distribusi Coca-Cola yang sangat besar. Kelebihannya, Zico bisa tersesat dalam payung besar merek perusahaan jika Coca-Cola mencurahkan lebih banyak produk-produk andalannya dibandingkan perusahaan baru yang berdiri di bidang air kelapa.

Bersaing berarti menemukan mitra yang dapat menandingi jangkauan Coca-COla, tetapi tetap menjaga ekuitas Vita Coco. Perusahaan tersebut menandatangani kesepakatan distribusi dengan Keuring Dr. Pepper pada tahun 2010. Lalu ketika mengumpulkan uang dari sekelompok investor selebriti tahun itu, Kirban dan salah satu pendiri, Ira Liran mempertahankan saham mayoritas.

Vita Coco go public pada tahun 2021 dan saat ini menguasai hampir 50% pasar air kelapa di Amerika Serikat menurut pengajuan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat.

Sementara itu, prediksi Kirban tentang pesaingnya menjadi kenyataan. Pendiri Zico, Mark Rampolla menyatakan penyesalannya atas kemitraan Coca-Cola dan membeli kembali perusahaannya pada 2021.

Terima Pertarungan

Salah satu potensi kerugiannya adalah, menurut penelitian, jika diterapkan secara ekstrem, persaingan yang sengit dapat menginspirasi orang untuk mengambil jalan pintas tau berperilaku tidak etis.

Kirban menegaskan bahwa coconut water war yang terjadi tidak mencapai tingkat tersebut dan meremehkan tindakan kedua pihak sebagai efek samping yang tidak berbahaya.

“Namun, karena mengikuti sebuah kompetisi membuatmu berisiko kalah, kamu tidak bisa hanya berinteraksi dengan lawan,” kata Kirban. “Kamu harus menerima perjuangan tersebut dan melatih diri untuk berkembang di bawah tekanan yang ditimbulkannya.”

“Jika saya memikirkan setiap hambatan dalam bisnis ini, hal itulah yang selalu membuat saya terus maju,” kata Kirban. “Ini seperti, tidak mungkin saya menyerah dan kami akan membuktikan bahwa semua orang salah.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya