Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian global hingga akhir tahun 2023 masih diliputi ketidakpastian. Ia menyebut di Amerika Serikat (AS), China dan Eropa masih dalam kondisi ekonomi yang melemah.
"Di Amerika inflasi masih di atas target dan suku bunga masih tinggi. Meskipun AS mungkin pada minggu-minggu ini menunjukkan bahwa ada tanda-tanda tingkat suku bunga sudah pada titik puncaknnya," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Jumat (15/12).
Baca Juga
Dia menjelaskan tekanan fiskal di AS masih tinggi, bahkan acsess saving dari masyarakat AS tergerus yang disebabkan oleh inflasi.
Advertisement
"Ini akan membayangi perlemahan prospek ekonomi di AS," terangnya.
Kendati begitu, Bendahara Negara ini menyampaikan bahwa AS cukup optimis tahun 2024 tidak akan mengalami resesi.
"Sedikit kabar baiknya AS cukup optimis tak akan mengalami resesi seperti dikhawatirkan ekonomi AS akhir tahun lalu," terangnya.
Kemudian di China, ia bilang negara tersebut masih dalam kondisi pelemahan ekonominya dan belum menujukkan tanda-tanda berakhir.
Berbagai faktor struktural yang bersifat jangka menengah, antara lain demografi, labour atau tenaga kerja, aging dan krisis properti masih menjadi faktor pemberat ekonomi negara tersebut.
Selanjutnya, perekonomian di kawasan Eropa melemah cukup tajam. Bahkan di Jerman dan Inggris sempat mengalami kontraksi.
"Defisit fiskalnya tinggi, inflasinya core inflation juga masih tinggi. Dan ini menyebabkan Eropa alami kondisi tekanan suku bunga belum tunjukan tanda-tanda sampai titik puncak. Selain ekonomi, kondisi geopolitik menunjukkan risiko yang makin tinggi," terang dia.
Lebih lanjut perekonomian global kata Ani sapaan akrab Sri Mulyani, masih akan melemah.
"Tahun depan IMF (International Monetory Fund) masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia juga belum membaik," ungkapnya.
Awas, Permintaan Minyak Dunia Lesu di 2024
Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahwa melemahnya permintaan minyak global diperkirakan akan berlanjut hingga 2024.
IEA mengatakan sentimen pasar minyak telah berubah dalam beberapa pekan terakhir, bahkan setelah beberapa anggota OPEC dan sekutu pengekspor minyak non-OPEC mengumumkan putaran baru pengurangan produksi sukarela di tahun-tahun mendatang.
Mengutip CNBC International, Jumat (15/12/2023) IEA mengatakan pertumbuhan konsumsi minyak diperkirakan akan berkurang setengahnya pada tahun depan, turun menjadi 1,1 juta barel per hari karena pertumbuhan ekonomi global masih berada di bawah tren.
Dalam laporan pasar minyak bulanan terbarunya, badan energi tersebut memperingatkan bahwa “bukti perlambatan permintaan minyak semakin meningkat,” dengan laju ekspansi yang diperkirakan akan melambat secara drastis dari 2,8 juta barel per hari pada kuartal ketiga menjadi 1,9 juta barel per hari pada kuartal terakhir 2023.
Hal ini mendorong revisi ke bawah terhadap perkiraan pertumbuhan konsumsi global IEA yang berjumlah hampir 400.000 pada kuartal keempat, dengan permintaan yang lebih lemah dari perkiraan di Eropa, Rusia dan Timur Tengah yang menyebabkan sebagian besar penyesuaian tersebut.
Advertisement
Harga Minyak
Harga minyak lebih tinggi pada Kamis pagi, mengurangi kerugian setelah baru-baru ini jatuh ke level terendah sejak akhir Juni karena kekhawatiran kelebihan pasokan.
Patokan internasional minyak mentah berjangka Brent dengan masa kadaluwarsa bulan Februari diperdagangkan 1,4 persen lebih tinggi pada USD 75,31 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS “untuk bulan depan Januari diperdagangkan 1,3 persem lebih tinggi pada USD 70,36 per barel.
Di sisi lain, OPEC memberikan pernyataan yang sangat berbeda dalam laporan bulanan terbarunya.
Kelompok produsen minyak, yang sering berselisih dengan IEA dalam beberapa tahun terakhir karena masalah seperti puncak permintaan minyak dan perlunya investasi dalam pasokan baru, mengatakan bahwa mereka tetap “optimis” terhadap dinamika pasar pada tahun 2024.