Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara terkait wacana BBM Pertalite dihapus tahun ini. Ada beberapa poin yang disorotinya menyikapi wacana tersebut.
Diketahui, pada 2024 ini, konsumsi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite bakal dibatasi. Pelaksanaannya masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.
Baca Juga
Di sisi lain, ada program Langit Biru yang dijalankan oleh Pertamina untuk mengusung penggunaan BBM ramah lingkungan. Salah satunya, mengganti Pertalite menjadi Pertamax Green 92 dengan campuran bioetanol.
Advertisement
"Ya kalau memang bisa disediakan dengan tidak ada beban tambahan, boleh saja," ucap Arifin, menjawab wacana penghapusan Pertalite, di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (15/1/2024).
Sebelumnya, pada konteks kualitas BBM tadi, Arifin menyinggung soal standar emisi global. Misalnya, penggunaan bahan bakar berstandar Euro 4 dan Euro 5.
Tujuannya untuk mengurangi kontribusi polutan terhadap udara. Dia turut menyoroti kandungan sulfur yang tinggi pada Pertalite, dan berharap Pertamina bisa menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan.
“Pertamina kita minta untuk bisa melakukan program rehabilitasi daripada kilang-kilangnya untuk bisa menghasilkan BBM yang lebih bersih, yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Rencana Pertalite Dihapus
Sedikit mundur ke pertengahan tahun 2023, PT Pertamina (Persero) tengah menjalankan Program Langit Biru. Dimana Perseroan berupaya menekan angka emisi karbon dengan menciptakan produk-produk rendah emisi, seperti salah satu produknya yaitu Pertamax.
Kini, Program Langit Biru Pertamina sudah memasuki tahap kedua. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, dalam tahap ini penggunaan BBM yang emisinya masih tinggi seperti Pertalite dihapus.
Upaya pertamina dalam menekan emisi karbon ini nampaknya sejalan dengan pemerintah. Kementerian ESDM sendiri tengah mewacanakan penghapusan Pertalite dan mengalihkan ke Pertamax. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi polusi udara.
"Aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," terang Nicke ditulis Kamis (31/8/2023).
Seperti diketahui, Pertalite saat ini memiliki octane number (RON) 90. Sedangkan Pertamax memiliki RON 92.
Advertisement
Pertamax Juga Dihapus
Sebagai langkah lanjutan, Pertamina pada 2024 akan memasarkan Pertamax Green 92 sebagai pengganti Pertalite. Dan Pertamax juga bakal dihapus dan diganti Pertamax Green 95. Kedua produk BBM ini semuanya memilik emisi rendah dan memiliki kandungan ethanol 7 persen dan 8 persen.
Hanya saja, untuk produk Pertamax Green 92, Nicke mengaku harganya akan ditentukan oleh pemerintah mengingat bakal disubsidi.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Dengan demikian, Pertamina di tahun depan bakal menjual tiga produk BBM, yakni;Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
Pembatasan Pertalite
Sebelumnya, Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM)bersubsidi jenis Pertalite masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (disingkat BPH Migas) Erika Retnowati.
“Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite,” kata Erika dikutip dari Antara, Selasa (9/1/2024).
Perlu ada pengaturan yang lebih rinci terkait klasifikasi konsumen pengguna Pertalite. Saat ini, regulasi yang berlaku, yakni Perpres Nomor 191 tahun 2014, baru mengatur konsumen pengguna untuk Solar. Revisi Perpres tersebut dibutuhkan karena di dalamnya akan ditetapkan siapa saja konsumen yang berhak menggunakan Pertalite.
Advertisement
Biar Tak Lampaui Kuota
BPH Migas mengakui bahwa saat ini telah mengusulkan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 agar memiliki landasan hukum yang jelas terkait ketentuan penggunaan Pertalite.
“Jadikan pengaturan untuk BBM bersubsidi itu akan diatur di dalam Perpres. Di dalam Perpres akan ditetapkan siapa konsumen penggunanya,” kata Erika.
“Kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite,” ucap Erika menambahkan.
Usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan 2022 lalu. Revisi Perpres tersebut dinilai penting oleh berbagai pihak untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi Pertalite agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.