Thailand Beri Insentif Perusahaan yang Beralih Pakai Kendaraan Listrik

Negara itu menyetujui insentif bagi perusahaan yang berminat mengalihkan armada komersial kendaraan mereka ke kendaraan bertenaga baterai.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 22 Feb 2024, 15:20 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2024, 15:20 WIB
Dek Obeservasi di Gedung Tertinggi se-Thailand
Seorang pria melihat ke cakrawala Cakrawala Bangkok dari dek observasi pencakar langit King Power Mahanakhon saat matahari terbenam pada 25 Oktober 2021. Dari ketinggian 314 meter, para pengunjung dapat melihat pemandangan ibu kota Thailand. (Jack TAYLOR / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Negara tetangga ASEAN, Thailand melakukan langkah baru dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik di wilayahnya.

Negara itu telah menyetujui insentif bagi perusahaan yang berminat mengalihkan armada komersial kendaraan mereka, mulai dari truk hingga bus ke kendaraan bertenaga baterai.

Dikutip dari Channel News Asia, Kamis (22/2/2024) Pemerintah Thailand juga menawarkan hibah tunai untuk produsen sel baterai kendaraan listrik.

Pernyataan resmi pemerintah mengatakan, bahwa kebijakan tersebut akan memperkuat status Thailand sebagai pusat manufaktur kendaraan listrik.

“Hal ini akan meningkatkan penggunaan truk dan bus listrik secara signifikan, mengurangi polusi dari sektor transportasi dan manufaktur, dan mendukung langkah perusahaan untuk mencapai target net-zero mereka," demikian pernyataan resmi pemerintah Thailand.

Dikatakan, dukungan bagi perusahaan akan diberikan dalam bentuk pengurangan pajak khusus yang diberikan kepada perusahaan yang memenuhi syarat.

Kebijakan tersebut akan berlaku efektif hingga Desember 2025.

Kurangi Biaya

Tak hanya itu, perusahaan yang membeli kendaraan yang diproduksi di dalam negeri juga akan dapat mengurangi biaya hingga dua kali lipat dari harga kendaraan sebenarnya, tanpa menetapkan batas atas harga.

Untuk pembelian kendaraan impor, potongannya sebesar 1,5 kali lipat dari harga kendaraan sebenarnya.

Tahun lalu, Thailand menyetujui paket subsidi yang ditarik untuk industri kendaraan listrik yang sedang berkembang pesat, karena pusat otomotif regional terkemuka tersebut berupaya melanjutkan momentum penjualan kendaraan listrik yang kuat sambil menyeimbangkan dukungan anggaran.

Thailand juga mentargetkan mengubah 30 persen produksi tahunannya sebanyak 2,5 juta kendaraan menjadi kendaraan listrik untuk tahun 2030 mendatang.

 

Menarik Investor Kendaraan Listrik China

165 Brand Otomotif Ramaikan Indonesia International Motor Show 2023
Pengunjung menghadiri pembukaan pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2023 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (16/2/2023). IIMS 2023 yang berlangsung pada 16-26 Februari menghadirkan 165 brand otomotif mencakup merek kendaraan roda empat, roda dua, dan kendaraan listrik. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemotongan pajak dan subsidi yang dilakukan Thailand telah menarik perhatian sejumlah produsen mobil di China, termasuk BYD dan Great Wall Motor yang telah berkomitmen untuk berinvestasi sebesar USD 1,44 miliar pada fasilitas produksi baru di negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara itu.

Selama beberapa dekade, negara dengan perekonomian manufaktur otomotif terbesar ke-10 di dunia ini didominasi oleh perusahaan Jepang seperti Toyota Motor Corp dan Honda Motor, yang menggunakan Thailand sebagai basis ekspor utama.

Erick Thohir Buka-bukaan soal Masa Depan Kendaraan Listrik, Apa Katanya?

Menteri BUMN Erick Thohir mewajibkan seluruh eselon I dan eselon 2 Kementerian BUMN menggunakan mobil listrik. Tujuannya, tak lain sebagai upaya untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM). (Dok Kementerian BUMN)
Menteri BUMN Erick Thohir mewajibkan seluruh eselon I dan eselon 2 Kementerian BUMN menggunakan mobil listrik. Tujuannya, tak lain sebagai upaya untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM). (Dok Kementerian BUMN)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut sangat penting membangun ekosistem kendaraan listrik atau electronic vehicle (EV) untuk percepatan pembangunan industri kendaraan listrik.

Menurut Erick, intervensi Pemerintah terhadap industri otomotif merupakan hal yang lumrah jika ingin mempercepat pertumbuhan di industrinya. Ia menekankan, pada era 1980-an, Pemerintah juga melakukan program keberpihakan dalam melakukan melakukan industrialisasi motor dan mobil.

"Apalagi yang namanya motor dan mobil listrik itu tadi, bahan bakar bakunya ada di kita. Artinya jangan dilihat subsidi impor motor dan mobilnya, tetapi ekosistem di bawahnya akan terkena dampak positif juga," ujar Erick dikutip Minggu (18/2/2024).

Opsi subsidi terhadap mobil dan motor listrik impor dinilai dapat mendorong percepatan pertumbuhan industri baterai motor dan mobil listrik di Indonesia.

Hal tersebut dimungkinkan karena Indonesia menguasai material nikel atau bahan baku utama baterai motor dan mobil listrik.

"Sekarang pemerintah, bukan hanya BUMN. Bagaimana pemerintah sudah melakukan kebijakan penggunaan kendaraan motor dan mobil itu mendapatkan subsidi Impor. Banyak yang bertanya, kenapa kendaraan listrik disubsidi," katanya.

Industri Kendaraan Listrik

Erick menekankan bahwa membangun industri kendaraan listrik itu perlu dukungan banyak pihak, sebab dalam membangun industri ini tidak seperti membalikkan telapak tangan.

"Kan dalam melakukan intervensi tidak bisa seperti sulap. Dibicarakan hari ini, besok jadi. Itu kan perlu proses. Dan yang pasti kita perlu percepatan," ucap Erick.

Lebih lanjut, Erick mengatakan, pihaknya telah mendorong berbagai BUMN untuk bertindak sejak dini. Pertama, sejak tiga tahun lalu, ia telah meminta membangun ekosistem daripada baterai kendaraan Listrik.

Selanjutnya, Erick mendorong PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk memberikan potongan harga pada malam hari. Sebab 80 persen pengisian daya baterai listrik di lakukan di rumah.

"Langkah selanjutnya adalah kita dorong lagi bagaimana nanti kendaraan listrik ini ada recycling battery. Itu tidak kalah pentingnya karena nikel itu kan suatu hari akan habis. Jadi kalau recycling ini kita dorong dan memenuhi 90 persen kebutuhan Nikel, in ikan menjadi suatu hal yang positif. Ini sesuatu hal yang kita dorong lagi," kata Erick.

Ada Transisi Energi, Jumlah Kendaran Pakai BBM Cuma Tersisa 40 Persen di 2040

BBM
Ilustrasi pengisian BBM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi adanya pengurangan jumlah kendaraan berbasis BBM kedepannya. Bahkan, pada 2040 mendatang, hanya tersisa 40 persen dari jumlah total kendaraan yang ada.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana menilai hal ini bisa terjadi karena bauran energi bersih. Salah satunya peralihan dari kendaraan bertenaga BBM, internal combustion engine (ICE) ke kendaraan listrik berbasis baterai.

"Proyeksi ini memperlihatkan transisi energi ini akhirnya akan membuat kita harus menentukan jenis-jenis kendaraan baru. Sehingga ICE, itu akan berkurang," kata dia di kantor Kementerian ESDM, dikutip Minggu (28/1/2024).

"Forecast (prediksi) di 2040 tinggal 50 persen malah ada yang bilang tinggal 40 persen, dan sisanya itu adalah kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan," sambungnya.

Banyak Ragam

Agus mengatakan, kendaraan yang ramah lingkungan itu cukup beragam. Mulai dari kendaraan listrik (electric vehicle/EV) berbasis baterai, atau kendaraan hybrid.

"Di ramah lingkungan itu ada macam-macam ada EV, ada yang hybrid," ungkapnya.

Agus kemudian melihat kembali baterai kendaraan listrik yang dipakai. Ada yang berbasis nikel, Nickel-Mangan-Cobalt (NMC), serta Lithium-Ferro-Phosphate (LFP). Keduanya digadang memiliki keunggulannya masing-masing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya