Indonesia Bidik Swasembada Gula, Perhutani Siapkan 2.300 Hektare Lahan Tebu

Perum Perhutani tengah menyiapkan lahan dengan total lebih dari 2.300 hektare (ha) untuk penanaman tebu. Nantinya, hasil produksi dari lahan ini akan digunakan oleh BUMN sektor pangan untuk memproduksi gula lokal.

oleh Arief Rahman H diperbarui 22 Apr 2024, 21:30 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2024, 21:30 WIB
Geliat Petani Tebu di Tengah Ekspansi Gula Impor
Aktivitas petani tebu di Desa Betet, Pesantren, Kediri, Jatim pada akhir September lalu. Bulog hanya membeli sekitar 100 ribu ton, sehingga sebagian petani terpaksa menjual gula dengan harga di bawah Rp 9.000 per Kg. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Perum Perhutani tengah menyiapkan lahan dengan total lebih dari 2.300 hektare (ha) untuk penanaman tebu. Nantinya, hasil produksi dari lahan ini akan digunakan oleh BUMN sektor pangan untuk memprodyksi gula lokal.

Kerja sama ini dilakukan oleh Perum Perhutani dan anak usaha ID Food, PT Pabrik Gula Tajawali I Unit PG Rejo Agung Baru. Lahan milik Perhutani tersebut tersebar di beberapa titik di Jawa Timur.

Direktur Operasi Perum Perhutani Natalas Anis Harjanto mengatakan, penyediaan lahan ini untuk mendukung upaya swasembada gula nasional. Pada saat yang sama meningkatkan produktivitas dari lahan yang dikelola.

“Kami berusaha untuk terus menjaga agroforestry tebu mandiri ini dari gangguan apapun seperti kebakaran, hama dan lain-lain, agar kita sama-sama bisa mengamankan kontrak pasok yang sedang kita jalani sehingga sesuai dengan harapan yang kita tuju,” kata Anis dalam keterangannya, Senin (22/4/2024).

Asal tahu saja, dalam kerja sama ini, Perum Perhutani menyediakan lahan dan kegiatan budidaya tebu guna memasok bahan baku tebu giling untuk Pabrik Gula Rejo Agung Baru milik PT PG Rajawali 1. Sedangkan PT PG Rajawali 1 menyediakan dan memberikan bimbingan teknis dan penyuluhan budi daya, analisa kemasakan tebu, tebang muat dan angkut tebu.

Lokasi kerjasama budidaya tanaman tebu berada pada lahan Perhutani Divisi Regional Jawa Timur dengan total seluas sekitar 1.934,96 Ha berlokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi, KPH Saradan, KPH Nganjuk, KPH Bojonegoro, KPH Jombang dan KPH Mojokerto.

Adapun pada lahan Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dengan total seluas sekitar 478,4 Ha tersebar pada lokasi di KPH Gundih, KPH Surakarta, KPH Cepu, KPH Purwodadi, KPH Blora dan KPH Pati.

 

Butuh Pasokan

Tebu salah satu tanaman incaran warga tionghoa jelang imlek (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Tebu salah satu tanaman incaran warga tionghoa jelang imlek (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT PG Rajawali I Daniyanto mengaku pihaknya membutuhkan alokasi tambahan dari lahan milik Perhutani tadi. Tujuannya, untuk memenuhi peningkatan produksi perusahaan.

Informasi, pelaksanaan jangka waktu perjanjian ini sampai dengan akhir musim giling tahun 2024 atau paling lambat sd tanggal 31 Desember 2024, dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan para pihak.

“Komitmen kami adalah mendukung kegiatan agroforestry tebu mandiri ini, karena kami membutuhkan pasok dari Perhutani, oleh karena itu kita dorong betul agar kerjasama bisa terus terealisasi sesuai dengan yang akan kita sepakati pada hari ini agar terus berjalan langsung," ujar dia.

Melalui kerjasama ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan pasokan bahan baku tebu giling pabrik gula dalam rangka mendukung swasembada gula nasional. Serta, diharapkan meningkatkan daya guna lahan hutan dalam pelaksanaan budidaya tanaman tebu.

Stok Gula Langka Lagi di Ritel, Ternyata Ini Penyebab

Stop Impor Gula, Petani Tabur Gula Rafinasi
Perwakilan petani tebu menuliskan kata kata saat berunjuk rasa di sekitar depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10). Puluhan perwakilan petani tebu berunjuk rasa menuntut pemerintah menyetop impor gula. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Pasar modern di Indonesia kini tengah dihadapkan pada isu kelangkaan gula. Hal ini ternyata disebabkan salah satunya faktor pasar gula internasional.

Kemendag menyebut harga gula konsumsi yang tinggi di pasar internasional menjadi salah satu penyebab kelangkaan stok gula di pasar ritel modern.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, sudah menerima laporan terkait dengan kelangkaan dan kenaikan harga gula di beberapa pasar.

"Karena kesulitan memperoleh gula di sana (pasar internasional) dengan harga yang boleh (harga eceran tertinggi) di Indonesia. Harganya kan di luar tinggi," ujar Isy dikutip dari Antara, Jumat (19/4/2024).Saat ini Kemendag bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait sedang membahas mengenai penyebab kelangkaan dan kenaikan harga gula.

Rapat Gula di Kemenkeo PerekonomianKementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) juga mulai memimpin rapat mengenai peta jalan pergulaan.

"Saya sudah ke Kemenko, sekarang ada rapat gula di sana mengenai roadmap pergulaan. Sekalian ngobrolin ini (harga gula) karena sudah mulai ada kelangkaan tapi penanganannya ada di Bapanas," kata Isy.

Namun demikian, Isy menegaskan bahwa ketersediaan stok gula di dalam negeri masih relatif aman, apalagi pada Mei 2024 sudah memasuki musim giling tebu.

 

Stok Gula

gula
ilustrasi gula/copyright Shutterstock

Berdasarkan catatan Kemendag, stok gula di BUMN dan swasta lebih dari 330 ribu ton. Isy menyebut, jumlah tersebut cukup untuk satu bulan.

"Ketahanan stok itu kan 1,5 bulan, hampir dua bulan. Jadi cukuplah itu stoknya," ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pihak telah menetapkan kebijakan relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula menjadi Rp17.500 per kilogram (kg) hingga 31 Mei 2024.

"(Harga acuan pemerintah) kan kita sudah berikan relaksasi Rp17.500 sampai 31 Mei 2024,“ kata Arief di Jakarta, Kamis (18/4).

Arief menyampaikan penetapan relaksasi kenaikan HAP gula melalui Rapat Koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Gula Konsumsi lintas kementerian/lembaga. Kebijakan tersebut diberlakukan sejak 5 April hingga 31 Mei 2024.

Menurut Arief, kebijakan relaksasi HAP gula diberlakukan karena memang harga komoditas tersebut secara global cukup tinggi.

Meski begitu, Arief menilai bahwa tingginya harga gula saat ini merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan produksi dalam negeri.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya