Liputan6.com, Jakarta Peningkatan ketegangan geopolitik global serta risiko fluktuasi nilai tukar menjadi ancaman serius bagi ekonomi global. Sejumlah ahli bahkan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi jika konflik Timur Tengah terus berlanjut.
Dalam konteks ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami dampak yang signifikan, mengingat ketergantungan negara ini pada impor energi dan fluktuasi nilai tukar dolar AS yang tinggi.
Baca Juga
Ekonom dari Bank Permata, Josua Pardede, menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam merumuskan kebijakan agar tidak menimbulkan dampak yang luas dan bahkan menjadi ancaman bagi sektor industri lainnya.
Advertisement
Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah program harga gas murah untuk industri, yang dikenal sebagai Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Menurut Pardede, kebijakan ini awalnya diperkenalkan sebagai respons terhadap dampak pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
”Kondisi saat ini, perekonomian sudah pulih dari Pandemi Covid-19. Dengan demikian, kami melihat pemerintah perlu menseleksi kembali industri-industri yang memang memiliki manfaat terhadap masyarakat banyak untuk dapat menerima HGBT,” kata Josua Pardede kepada wartawan, Selasa (23/4/2024).
Potensi APBN Jebol
Implementasi kebijakan HGBT ini di tengah tekanan belanja subsidi pemerintah akibat kenaikan impor bahan bakar minyak (BBM) dan pelemahan nilai tukar rupiah dapat meningkatkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pardede menyarankan untuk meninjau kembali penerapan HGBT dengan mempertimbangkan kondisi pemulihan di setiap industri, tingkat pemanfaatan, dan dampaknya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Data Neraca Perdagangan
Selain itu, Indonesia saat ini dihadapkan pada risiko twin defisit seiring dengan menurunnya neraca perdagangan dan defisit fiskal. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa surplus neraca perdagangan barang Indonesia menurun secara bulanan, sementara penerimaan negara juga diperkirakan akan menurun seiring dengan normalisasi harga komoditas.
Meskipun beberapa sektor industri meminta agar program HGBT dilanjutkan sebagai langkah antisipasi terhadap ketegangan geopolitik global, Pardede berpendapat bahwa kondisi ini bersifat sementara dan tidak tepat untuk dijadikan alasan melanjutkan kebijakan tersebut.
Pardede menilai bahwa untuk meningkatkan daya saing industri, langkah-langkah fundamental seperti peningkatan teknologi produksi, efisiensi biaya produksi, dan penurunan biaya logistik lebih tepat dilakukan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah akan terus mengevaluasi penetapan harga gas murah setiap tahun atau sesuai kebutuhan. Kementerian Keuangan akan memberikan pertimbangan terkait penyesuaian penerimaan negara agar kebijakan HGBT dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga kesehatan APBN.
Advertisement