Iuran BPJS Kesehatan Pakai Sistem KRIS Bakal Bebani Semua Pihak

Kemungkinan jumlah tunggakan dari peserta BPJS Kesehatan akan meningkat. Melihat peningkatan beban iuran dari kelompok yang sebelumnya memilih kelas 3 dengan nilai Rp 35 ribu.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 16 Mei 2024, 18:45 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2024, 18:45 WIB
Pelayanan Faskes Tingkat 1 BPJS Kesehatan
Petugas memeriksa tekanan darah pasien BPJS Kesehatan yang berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya penilaian peserta program JKN melalui fitur Kessan (Kesan Pesan Peserta Setelah Layanan) dalam aplikasi Mobile JKN. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan mulai nenerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai pertengahan tahun depan. Lantas, apa hal ini berpengaruh pada besaran iuran?

Koordiator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melihat kemungkinan adanya tarif tunggal dari penerapan sistem KRIS tersebut. Artinya, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tak lagi membayar sesuai dengan kelas yang dipilih.

"Iuran tunggal ini kan gak mungkin di atas Rp 150.000, gak mungkin diatas Rp 100.000, feeling saya antara Rp 35.000 sampai Rp 100.000," ujar Timboel saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (16/5/2024).

Dia mencoba mengasumsikan iuran ditetapkan sebesar Rp 75.000 per orang per bulan bagi peserta mandiri. Besaran ini, menurutnya malah akan memberatkan semua pihak. Mulai dari peserta JKN, hingga penanggung layanan, BPJS Kesehatan.

Pada sisi peserta, besaran iuran yang sebelumnya memilih kelas 3 dengan besaran tarif Rp 35.000 per bulan akan terbebani 2 kali lipat. Sementara itu, pendapatan BPJS Kesehatan akan berkurang dari hilangnya pemasukan dari peserta yang membayar Rp 150.000 perbulan atau kelas 1.

"Nah misalnya ditetapkan Rp 70 ribu, yang Rp 150 ribu turun, yang Rp 100 ribu turun. Nah yang turun ini kan berarti potensi pendapatan BPJS kesehatan kan hilang. Nah, artinya ini akan mendukung penurunan pendapatan (dari) iuran. Tadinya mampu membayar lebih sekarang hanya Rp 70 ribu," katanya.

"Kedua, peserta (yang membayar) Rp 35 ribu ini dia dinaikkan jadi Rp 70 ribu, mampu gak? Yang 35 aja masih banyak yang nunggak," sambungnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Memperbanyak Tunggakan

BPJS Kesehatan
Verifikasi digital klaim BPJS Kesehatan sudah diterapkan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sejak 14 Maret 2018. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Atas kejadian tersebut, Timboel melihat kemungkinan jumlah tunggakan dari peserta BPJS Kesehatan akan meningkat. Melihat peningkatan beban iuran dari kelompok yang sebelumnya memilih kelas 3 dengan iuran Rp 35 ribu.

Dengan adanya tunggakan tadi, peserta JKN dianggap tidak aktif. Alhasil, ketika mendatangi fasilitas kesehatan (faskes) tidak bisa dilayani.

"Nah artinya pendapatan riilnya akan berkurang lagi, kan gak jadi oendapatan riil. Orang itu kalau nunggak artinya non aktif, artinya apa? Tidak dilayani. Nah KRIS itu artinya bisa mendukung lebih banyak orang yang nunggak, lebih banyak orang yang tidak dilayani JKN," tuturnya.

Infografis Journal Banyak Aduan Peserta BPJS Kesehatan di RS?
Banyak Aduan Peserta BPJS Kesehatan di RS?(Abdillah/Liputan6.com)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya