Kembangkan Ekonomi Hidrogen, Pemerintah Incar Rp 73,7 Triliun Pasar Pupuk

Produk hidrogen bersih potensi meraup cuan dari pasar ekspor. Sebab, Indonesia berdekatan dengan negara-negara yang punya permintaan tinggi untuk hidrogen bersih, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 19 Jun 2024, 15:30 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2024, 15:30 WIB
Juru Bicara Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi di Hotel Dharmawangsa, Jumat (7/10/2022). Jodi mengatakan bahwa Menko Luhut telah bertemu dengan anak usaha Tesla di AS membahas teknologi baru transportasi mobil listrik.
Juru Bicara Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi di Hotel Dharmawangsa, Jumat (7/10/2022). Jodi mengatakan bahwa Menko Luhut telah bertemu dengan anak usaha Tesla di AS membahas teknologi baru transportasi mobil listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencium potensi pendapatan dari pengembangan hidrogen bersih, mulai dari ekspor hingga pangsa pasar pupuk nasional senilai USD 4,5 miliar, atau setara Rp 73,7 triliun (kurs Rp 16.380 per dolar AS).

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi, menilai potensi hidrogen di Tanah Air bakal mendatangkan berbagai manfaat ekonomi yang berasal dari dua pasar utama, salah satunya pasar pupuk. 

Menurut dia, Indonesia memiliki pasar pupuk signifikan dan berkembang yang dapat mengadopsi hidrogen rendah karbon setelah harganya menjadi kompetitif. 

"Pada tahun 2023, PT Pupuk Indonesia memproduksi 18,7 juta ton pupuk dengan estimasi pangsa pasar nasional sebesar USD 4,5 miliar," kata Jodi dalam acara Indonesia International Hydrogen Summit 2024 di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Selain pupuk, produk hidrogen bersih juga potensi meraup cuan dari pasar ekspor. Sebab, sambung Jodi, Indonesia berdekatan dengan negara-negara yang punya permintaan tinggi untuk hidrogen bersih, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

"Pada tahun 2023, negara-negara ini, mereka memiliki permintaan hidrogen gabungan sebesar 4 juta ton. Dan permintaan ini saat ini hampir seluruhnya dipenuhi dengan hidrogen berbasis fosil," ungkapnya. 

"Namun, Indonesia, kita berada dalam posisi yang baik untuk memenuhi sebagian permintaan ini dengan ekspor hidrogen rendah karbon di masa mendatang," imbuh dia. 

Adapun permintaan hidrogen global diperkirakan akan meningkat lebih dari empat kali lipat selama periode 2020-2050, seiring banyak negara berupaya mencapai tujuan emisi nol bersih.

"Pada tahun 2023, 1.418 proyek hidrogen bersih diumumkan secara global, meningkat 36 persen dari tahun sebelumnya dan mewakili investasi sebesar USD 570 miliar," terang Jodi. 

Selain dekarbonisasi industri untuk mengejar net zero emission, ia menambahkan, hidrogen bersih juga dapat digunakan di area baru semisal sektor transportasi. 

"Sumber daya gas alam Indonesia yang besar dan kapasitas penyimpanan CO2 yang besar serta potensi energi terbarukan memposisikan kita dengan sangat baik untuk memimpin dalam produksi hidrogen bersih," pungkasnya. 

20% Bus Bakal Berbahan Bakar Hidrogen Mulai 2040

H-4 Lebaran, Lonjakan Penumpang Terjadi di Terminal Bus Tanjung Priok
Memasuki H-4 Idul Fitri 1444 H, arus mudik warga yang menggunakan bus AKAP tujuan kota-kota di Jawa dan Madura dari Terminal Tanjung Priok mulai mengalami lonjakan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkap rencana peralihan penggunaan bahan bakar untuk sejumlah jenis kendaraan. Mulai dari bus, angkutan berat atau truk, hingga lokomotif kereta api.

Asisten Deputi Bidang Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto, mengatakan pemetaan penggunaan hidrogen sudah dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Misalnya, konversi 20 persen bus untuk menggunakan hidrogen mulai 2040.

 "Kementerian Perhubungan telah melakukan pemetaan potensi kebutuhan hidrogen rendah karbon untuk sektor transportasi. Sebagian bus akan beralih ke hidrogen pada tahun 2040 dengan permintaan awal sebesar 6 GWh atau sekitar 0,21 juta ton hidrogen," kata Eko dalam Investrotrust Future Forum, di Jakarta, Kamis (16/5/2024).

"Kemudian penggunaan ini akan berlanjut dan meningkat hingga 20 persen bus menggunakan hidrogen," sambungnya.

Eko mengatakan, selain bus, ada pula rencana untuk adanya konversi bahan bakar di sektor angkutan berat atau truk. Permintaan hidrogen di sektor ini diperkirakan akan mencapai 161 GWh atau 4,88 kilo ton hidrogen di tahun 2040.

Sementara itu, sektor perkeretaapian juga turut terlibat dalam pemanfaatan hidrogen kedepannya. Eko bilang, PT Kereta Api Indonesia (Persero) sudah menyusun rencana peralihan bahan bakar lokomotif kereta.

"PT KAI memiliki rencana pengembangan kereta api untuk mengganti lokomotif dengan kereta rel listrik yang dikombinasikan dengan bahan bakar hidrogen atau baterai," tuturnya.

Peluang Pengembangan Kendaraan Hidrogen

Melihat rencana sektor transportasi tadi, Eko mengungkap adanya peluang untuk pengembangan kendaraan berbasis hidrogen di Indonesia.

"Jadi, berdasarkan pemetaan kemenhub sebenarnya peluang untuk pengembangan kendaraan hidrogen cukup besar," katanya.

Menurutnya, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan hidrogen dalam mendukung upaya transisi energi dan dekarbonisasi energi global.

"Indonesia memiliki modal kuat pengembangan hidrogen, yaitu potensi sumber daya EBT yang melimpah, komitmen Indonesia dalam mitigasi iklim global dan posisi indonesia sebagai negara kepualuan yang berada di jalur perdagangan internasional," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya