Liputan6.com, Jakarta - Holding BUMN Pariwisata dan Pendukung, PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney segera merampungkan proses penggabungan atau merger Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Proses itu kabarnya akan selesai pada Juli 2024, bulan depan.
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengatakan proses penggabungan Angkasa Pura I dan II itu sudah dimulai sejak integrasi. Serta lahirnya PT Angkasa Pura Indonesia sebagai subholding di bawah InJourney.
"Kita harapkan proses itu akan selesai di bulan Juli ini. Bulan Juli ini kita mulai muncul satu perusahaan operator airport yang besar. Nah ini akan menjadi nomor 4 terbesar di dunia dengan jumlah penumpang itu kita 170 juta per tahun," ungkap Dony saat ditemui di Menara Danareksa, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Advertisement
Dia menerangkan, setelah ada subholding itu, pada 2024, InJourney fokus pada beberapa perbaikan. Mulai dari standar operasional hingga penggunaan teknologi informasi atau digitalisasi.
"Memang prosesnya kan memang sudah lama harusnya dari tahun lalu, tapi kita memilih model yang lebih smooth," kata Dony.
"Kita bentuk dulu Indonesian Airport-nya, kemudian kita samakan dulu SOP-nya, Kita samakan dulu IT-nya, Kita samakan dulu operasional prosesnya. Sehingga proses penyatuannya itu berjalan dengan sangat smooth," ia menambahkan.
Dony menuturkan setelah pembentukan Angkasa Pura Indonesia, sudah ada penyamaan standar operasi. Sementara itu, finalnya adalah tersisa satu entitas.
"Oh enggak, nanti merger, jadinya surviving entity-nya Angkasa Pura Indonesia. Eggak ada lagi Angkasa Pura 1, Angkasa Pura 2," ucap dia.
Tarik Banyak Investor
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengapresiasi langkah penggabungan atau merger yang dilakukan Menteri BUMN, Erick Thohir terhadap Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Kedua perusahaan pelat merah pengelola bandara itu resmi menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports.
"Ini adalah suatu peralihan yang nantinya menjadi AP Indonesia, menurut hemat saya, saya ini sebagai orang korporasi, saya tahu persis, kalau ada hal-hal yang bisa disinergikan itu akan lebih bagus, skalanya besar, efisien dan sebagainya," ujar Menhub di Gedung Sarinah, Jakarta, Jumat (29/12/2023).
Selain itu, ia menilai proses merger Angkasa Pura I dan II merupakan langkah strategis untuk menarik investor. Pasalnya, Angkasa Pura Indonesia disebut bakal menjadi suatu perusahaan besar yang menarik untuk pasar.
"Satu lagi, jika ini mau ke publik, ini menjadi satu entitas besar ya, menarik. Tadi disampaikan Pak Erick, nomor 5 di dunia sebagai perusahaan airport operator," kata Menhub.
"Secara entitas, suatu barang yang merger itu barangnya jadi besar dan menarik untuk menjadi efisien di mata investor," dia menambahkan.
Advertisement
Konsep Klastering
Menhub sepakat dengan konsep klastering yang diusung Erick Thohir pada perusahaan BUMN. Dengan mengelompokkan perusahaan di sektor industri sejenis, ia percaya akan tercipta efisiensi, sinergi dan kolaborasi yang menciptakan suatu kekuatan baru.
"Sebelum ini ada Pelindo 1-4. Karena ada 4 Pelindo maka semua pelabuhan itu melakukan direct call ke Singapura, maka hasilnya adalah membuat Singapura jadi hub. Hampir sama juga dengan AP I dan AP II, bayangkan direksinya saja kembar, ada dirkeu, ada direktur komersial operasi, csr, dsb. Jadi redundant," ungkapnya.
Saat ditanya terkait susunan manajemen di Angkasa Pura Indonesia, Menhub menyerahkannya kepada Menteri BUMN Erick Thohir.
"Jadi begini, kalau kami regulating, kewenangan untuk melakukan merger dan sebagainya itu adalah Kementerian BUMN. Kami melihat rambu-rambu regulasi seperti apa. Enggak ada rambu-rambu yang dilanggar. Sekali lagi karena saya orang korporasi, saya apresiasi upaya itu," tuturnya.
Angkasa Pura: Banyak Bandara Internasional Tak Efisien
Sebelumnya, PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports mencatat terlalu banyaknya bandara internasional membuat pelayanan menjadi tak efisien. Untuk itu, perusahaan pengelola bandara ini mengambut baik dipangkasnya jumlah bandara internasional.
Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi mengatakan, dengan berkurangnya bandara internasional, sejalan dengan upaya transformasi perusahaan dalam menata bandara di Indonesia. Tujuannya, membangun konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem aviasi yang lebih baik termasuk bandara.
"Sebelum diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Km 31 Tahun 2024, 31 bandara InJourney Airports berstatus internasional di Indonesia. Faktanya, banyak sekali bandara berstatus internasional namun sudah lama tidak ada penerbangan internasional, atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali seminggu," kata Faik dalam keterangannya, Senin (29/4/2024).
Dia menuturkan, sedikitnya frekuensi penerbangan internasional membuat fasilitas di bandara tidak digunakan secara maksimal. Bahkan tak jarang sejumlah fasilitas menganggur dalam waktu yang lama.
Advertisement
Tak Efisien
"Ini menjadi tidak efisien serta banyak fasilitas di terminal internasional yang disiapkan sesuai standar regulasi dimanfaatkan secara terbatas, bahkan menganggur terlalu lama seperti fasilitas x-ray, ruang tunggu di terminal, dan sebagainya. Karena itu, perlu dilakukan penataan ulang oleh pemerintah,” kata Faik.
Melalui proses transformasi bandara yang tengah berlangsung, yang diawali dengan penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, InJourney Airports akan menerapkan pola regionalisasi di 37 bandara yang dikelola. Dengan konsep regionalisasi, bandara ada yang diposisikan sebagai HUB dan ada yang sebagai SPOKE.
Nantinya, bandara yang sudah tidak berstatus internasional bukan berarti akan sulit terakses oleh penumpang/turis internasional, tetapi dengan pola HUB dan SPOKE itu lah dapat membangun konektivitas yang baik dari bandara hub ke seluruh wilayah Indonesia.
"Pola seperti ini best practice di industri aviasi global dan sudah berlaku umum di banyak negara yang terbukti lebih efektif,” kata Faik.