Melihat Perjalanan Karir PM Baru Inggris Keir Starmer, Awali Karir Jadi Pengacara

Keir Starmer mengambil alih jabatan PM dari Rishi Sunak dengan proyeksi yang menunjukkan bahwa partai kiri-tengahnya dapat memperoleh mayoritas sekitar 170 kursi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 05 Jul 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2024, 14:15 WIB
Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer menang Pemilu Inggris 2024. (AP)
Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer menang Pemilu Inggris 2024. (AP)

Liputan6.com, Jakarta Inggris resmi memilih Keir Starmer sebagai Perdana Menteri barunya dalam pemilu 4 Juli 2024.

Melansir CNBC International, Jumat (5/7/2024) Starmer menjadi PM Inggris terpilih pertama dari Partai Buruh Inggris dalam 14 tahun.

Starmer mengambil alih jabatan PM dari Rishi Sunak dengan proyeksi yang menunjukkan bahwa partai kiri-tengahnya dapat memperoleh mayoritas sekitar 170 kursi.

Sosok Starmer menjadi sorotan di tengah peningkatan politik yang pesat setelah memasuki parlemen Inggris kurang dari satu dekade lalu.

Sebelum berkarir di dunia politik, Starmer ternyata pernah menggeluti profesi pengacara hak asasi manusia di negaranya.

Profil Keir Starmer

Keir Starmer lahir pada tahun 1962 di London, Inggris, dari ayahnya yang berprofesi sebagai pembuat perkakas dan ibunya bekerja sebagai perawat.

Pria berusia 61 tahun itu sering menyebut awal mula kehidupannya yang sederhana sebagai titik penghubung dengan para pemilih Inggris dan mengatakan perjuangan seumur hidup ibunya melawan penyakit parah memberinya rasa terima kasih yang mendalam kepada Layanan Kesehatan Nasional (NHS).

Starmer adalah orang pertama di keluarganya yang masuk universitas, menempuh pendidikan di fakultas hukum di Universitas Leeds.

Awal Karir Sebagai Pengacara

Setelah menyelesaikan studi pascasarjana di Universitas Oxford, Starmer mulai bekerja sebagai pengacara di pengadilan Inggris pada tahun 1987, menangani kasus-kasus penting, termasuk kasus penutupan tambang Shell, McDonald’s, dan mantan Perdana Menteri Konservatif Margaret Thatcher.

Starmer juga menjabat sebagai penasihat hak asasi manusia selama Perjanjian Jumat Agung Irlandia Utara yang ditandatangani oleh mantan Perdana Menteri Tony Blair yang juga dicalonkan Partai Buruh.

Pada tahun 2008, setahun setelah menikahi istrinya, Victoria, Starmer menjadi direktur penuntut umum, dan menempatkannya sebagai kepala Layanan Penuntutan Kerajaan Inggris.

Kemudian pada tahun 2014, Starmer dianugerahi gelar kebangsawanan atas jasanya terhadap peradilan pidana dan terpilih menjadi anggota Parlemen pada tahun berikutnya, menjabat sebagai menteri imigrasi dan menteri Brexit untuk oposisi.

Pada tahun 2020, ia diangkat sebagai pemimpin Partai Buruh dan memulai perombakan besar-besaran di partai tersebut setelah pengunduran diri Jeremy Corbyn, yang menyebabkan fraksi tersebut mencatat kekalahan pada pemilu 2019.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pro-bisnis, Pro-reformasi, Pro-Uni Eropa

Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer menang Pemilu Inggris 2024. (AP)
Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer menang Pemilu Inggris 2024. (AP)

Dalam kampanye pemilu Inggris tahun 2024, Starmer memuji “dekade pembaruan nasional” bagi negara tersebut menyusul apa yang digambarkan oleh Partai Buruh sebagai pemotongan belanja selama bertahun-tahun dan penurunan standar hidup di bawah pemerintahan Partai Konservatif.

Dalam manifesto pemilu partai tersebut, yang diterbitkan bulan lalu, Starmer menguraikan langkah-langkah pengeluaran untuk mendirikan perusahaan energi milik publik baru, mengurangi waktu tunggu NHS, membangun rumah baru dan menasionalisasi ulang layanan kereta api.

Namun ia juga memposisikan dirinya sebagai orang yang sangat pro-bisnis, dan melanjutkan daya tariknya selama bertahun-tahun terhadap para pemilih yang biasanya berhaluan kanan dengan rencana “penciptaan kekayaan” dan Dana Kekayaan Nasional.

“Pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial harus berjalan beriringan,” kata Starmer pada acara peluncuran manifesto tersebut.

Starmer, yang memilih kampanye Tetap Bukan Keluar dari UE pada referendum UE tahun 2016 di Inggris, juga berjanji untuk memperbaiki kesepakatan Inggris-UE yang “gagal”, termasuk di bidang perdagangan, penelitian, dan keamanan.

Namun, dia menegaskan tidak ada alasan bagi Inggris untuk bergabung kembali dengan blok tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya