Bukan karena Biden, Harga Minyak Dunia Melorot ke Level Terendah karena Faktor Ini

Pelaku pasar mengambil keputusan mengenai sentimen pengunduran diri Joe Biden dengan tenang dan juga mengabaikan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Hal ini membuat harga minyak dunia mengalami tekanan yang sangat dalam.

oleh Arthur Gideon diperbarui 23 Jul 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 08:00 WIB
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Harga minyak mentah berjangka Brent turun 47 sen, atau 0,6%, menjadi USD 82,16 per barel pada siang hari waktu setempat (16.00 GMT), terendah sejak 11 Juni. Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia turun dua sesi berturut-turut pada perdagangan Senin dan mencapai level terendah dalam lebih dari sebulan. Penurunan harga minyak dunia ini karena investor sudah melupakan keputusan Presiden AS Joe Biden untuk tidak mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Pelaku pasar saat ini lebih fokus pada peningkatan stok dan tanda-tanda lemahnya permintaan.

Mengutip CNBC, Selasa (23/7/2024), harga minyak mentah berjangka Brent turun 47 sen, atau 0,6%, menjadi USD 82,16 per barel pada siang hari waktu setempat (16.00 GMT), terendah sejak 11 Juni.

Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak berjangka pengiriman Agustus, yang berakhir pada hari Senin, turun 34 sen atau 0,4% menjadi USD 79,79 per barel, juga merupakan level terendah dalam satu bulan.

Untuk kontrak berjangka WTI AS pengiriman September turun 45 sen menjadi USD 78,19 per barel.

Pelaku pasar mengambil keputusan mengenai sentimen pengunduran diri Joe Biden dengan tenang dan juga mengabaikan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Analisis dari TACenergy menuliskan bahwa saat ini pelaku pasar justru fokus pada prospek teknis yang lemah, persediaan yang melimpah, dan permintaan yang lemah.

Para analis di Morgan Stanley memperkirakan, meskipun pasar minyak terlihat ketat saat ini, pasar diperkirakan akan mencapai keseimbangan pada kuartal IV tahun ini dan surplus pada tahun depan, sehingga mendorong harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga minyak global turun ke kisaran USD 70-an pada 2025.

Presiden AS Joe Biden mengakhiri kampanye pemilihannya kembali pada hari Minggu dan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai calon dari Partai Demokrat yang harus menghadapi Donald Trump dari Partai Republik dalam pemilu November.

Kebijakan energi kemungkinan akan menjadi pokok perdebatan utama antara Harris dan Trump, namun analis Citi yakin keduanya tidak akan menjadikan kebijakan yang memiliki dampak ekstrem terhadap operasi minyak dan gas sebagai posisi inti.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Timur Tengah dan China

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Di Timur Tengah, jet tempur Israel menyerang sasaran militer Houthi di dekat pelabuhan Hodeidah Yaman pada hari Sabtu, menewaskan sedikitnya enam orang. Kelompok Houthi pada hari Minggu mengatakan kepada media bahwa mereka akan terus menyerang Israel dan tidak mematuhi aturan keterlibatan apa pun.

Israel juga mengirim tank kembali ke wilayah Khan Younis di Gaza dan setidaknya 49 warga Palestina dilaporkan tewas oleh tembakan Israel, kata petugas medis Gaza pada hari Senin.

Di tempat lain, negara importir minyak terbesar China mengejutkan pasar dengan menurunkan suku bunga kebijakan jangka pendek dan suku bunga pinjaman acuan untuk meningkatkan perekonomiannya, namun langkah tersebut gagal mendukung harga minyak.

“Penurunan suku bunga China terlalu kecil untuk mengangkat sentimen keseluruhan terhadap minyak mentah,” kata analis UBS Giovanni Staunovo.

 


Keputusan The Fed

Ilustrasi harga minyak dunia
Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)

Federal Reserve AS akan meninjau kebijakannya pada tanggal 30-31 Juli, ketika investor memperkirakan akan mempertahankan suku bunganya, meskipun ada tanda-tanda kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September.

“Jika kita mendapatkan indikasi penurunan suku bunga [jangka pendek], The Fed mungkin akan bersikap positif terhadap aset sensitif risiko seperti minyak,” kata Staunovo.

Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya