Donald Trump Diprediksi Cuan Miliaran Dolar dari Bisnis Sosmed Jelang Pemilu AS

Pada Juli 2024, Trump memegang 114,750,000 saham Biasa Trump Media & Technology Group (TMTG).

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 25 Jul 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2024, 07:00 WIB
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Jakarta Platform media sosial yang dimiliki Donald Trump kembali menjadi sorotan, menjelang pemilu Amerika Serikat 2024.

Melansir CNBC International, Kamis (25/7/2024) akses masyarakat terhadap data penggunaan Truth Social masih terbatas. Namun, strategi pembentukan bisnis dan peluncuran Truth Social yang menarik di pasar publik disebut-sebut menguntungkan Trump secara finansial menjelang pemilu tahun 2024.

Pada Juli 2024, Trump memegang 114,750,000 saham Biasa Trump Media & Technology Group (TMTG), atau sekitar 65% dari perusahaan.

Calon presiden dari Partai Republik AS itu diperkirakan akan menjual sebagian sahamnya pada awal September 2024, yang berpotensi menghasilkan miliaran dolar sebelum Hari Pemilu.

Donald Trump juga memiliki 4.061.251 opsi waran yang masing-masing dapat ditebus dengan satu saham DJT.

Pada bulan Juli 2024, saham tersebut diperdagangkan pada harga sekitar USD 33 (sekitar Rp.535.000) per saham, lebih tinggi dari harga saham USD 10 (Rp.162.000) yang ditawarkan kepada pendukung awal, ketika perusahaan tersebut masih dikenal sebagai Digital World Acquisition Corporation atau DJT.

"Harga saham lebih tinggi dijelaskan oleh fenomena saham meme," kata Michael Klausner, profesor hukum dan bisnis di Stanford Law School.

Sebagai informasi, istilah saham meme mengacu pada bisnis yang tiba-tiba mendapatkan popularitas, terutama melalui media sosial, sehingga menyebabkan harga saham tinggi dan volume perdagangan besar.

Di sisi lain, Pengajuan Komisi Sekuritas dan Bursa untuk Trump Media & Technology Group menyebutkan berbagai risiko, termasuk potensi kegagalan dalam memenuhi janjinya untuk menghasilkan pengguna dan pengiklan. Di sisi lain, platform ini masih mengembangkan basis penggunanya di AS.

China Ketar Ketir Jika Donald Trump Menang Pilpres AS

Perban Telinga, Tren Baru Pendukung Donald Trump
Sebelumnya, mantan Presiden dan kandidat calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump menjadi sasaran penembakan saat berkampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) lalu. (Jim WATSON/AFP)

Diwartakan sebelumnya, Bank Goldman Sachs memperkirakan China akan menghadapi risiko penurunan ekonomi yang besar jika Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat 2024.

Pasalnya, Trump berencana mengenakan tarif sebesar 60% pada barang-barang impor dari China jika terpilih kembali.

"Saat ini ekspor merupakan titik terang utama dalam perekonomian China, dan saya pikir para pengambil kebijakan mungkin perlu bersiap," kata Hui Shan, kepala ekonom China di Goldman Sachs, dikutip dari CNBC International, Selasa (23/7/2024).

"Kami melihat narasi tarif, tidak hanya di AS, namun juga di seluruh mitra dagang utama China lainnya. Jadi hal ini tidak akan menjadi pendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi China," jelas Hui Shan.

Seperti diketahui, AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar China, sementara Uni Eropa tertinggal dari Asia Tenggara sebagai mitra dagang regional terbesar negara itu.

Trump sendiri telah menaikkan bea masuk atas barang-barang China ketika menjabat presiden AS pada tahun 2018 dan mengancam akan menaikkan bea masuk hingga 60% jika terpilih kembali pada musim gugur ini.

Ekspor China ke AS juga tidak mencatat angka yang tinggi, hanya tumbuh sebesar 1,5% pada paruh pertama tahun ini.

"Pembuat kebijakan perlu memikirkan permintaan domestik dan fokus pada sesuatu yang lebih gigih dan berkelanjutan untuk prospek pertumbuhan," ungkap Hui Shan.

"Jika tarif impor sebesar 60% diberlakukan, angka itu cukup tinggi dan menurut kami dampaknya terhadap makro ekonomi cukup signifikan," tambahnya.

Trump Masih Punya Peluang Tingkatkan Perdagangan AS-China

Kandidat Presiden dan Wakilnya dari Partai Republik AS, Donald Trump (kiri) dan JD Vance (kanan). (AP)
Kandidat Presiden dan Wakilnya dari Partai Republik AS, Donald Trump (kiri) dan JD Vance (kanan). (AP)

Namun, tidak semua analis percaya pada kemungkinan Trump kembali menjadi presiden AS akan merugikan China.

Ben Harburg dari Corevalues ​​Alpha mengatakan bahwa ia yakin China akan lebih mungkin mendapatkan hasil perdagangan yang positif di bawah kepemimpinan Trump, mengingat sifat transaksional mantan presiden AS tersebut.

"Dia adalah seorang pembuat kesepakatan, dan seperti halnya negosiator lainnya, dia suka menetapkan standar yang rendah, dan menetapkan harga yang rendah, dan kemudian meningkatkannya dari sana," kata manajer portofolio tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya