Terancam Dipidana dan Denda Rp 1,5 Miliar, Ini Alasan Ikan Aligator Gar Dilarang Dipelihara di Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, memelihara dan memperjualbelikan ikan alligator gar di Indonesia dilarang karena berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Sep 2024, 09:45 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 09:30 WIB
Ikan Aligator Gar
Ilustrasi Ikan Aligator Gar. Foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, memelihara dan memperjualbelikan ikan aligator gar di Indonesia dilarang karena berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.

Larangan ini sendiri telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19/PERMEN KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa menjelaskan, ikan alligator termasuk dalam jenis ikan yang membahayakan dan/atau merugikan yang bersifat buas atau pemangsa bagi ikan spesies lain apabila lepas di perairan Indonesia.

“Alligator gar bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan ini lepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut,” katanya.

Ipunk menambahkan bahwa hingga saat ini sudah banyak kasus ekosistem perairan yang rusak akibat keberadaan ikan berbahaya maupun merugikan tersebut.

Di Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta, lanjut dja populasi ikan red devil telah mengalahkan ikan endemik waduk tersebut, di antaranya ikan nila, wader, nilem dan tawes.

Di Waduk Wonorejo juga ditemukan ikan red devil yang menginvasi waduk tersebut. Kemudian pada sungai-sungai di Palembang, populasi ikan belida turut terancam punah akibat keberadaan ikan sapu-sapu.

Belum lagi ekosistem Danau Toba yang juga telah rusak akibat invasi ikan red devil, sehingga ikan batak, ikan mas, ikan jurung, mujair, pora-pora dan tiri-tiri kini langka ditemukan di perairan tersebut.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Suharta mengungkapkan, Direktorat Jenderal PSDKP bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Polairud, dalam kurun dua tahun terakhir (2023-2024) telah melakukan 18 kali penindakan terhadap ikan berbahaya dan/atau merugikan yang ditemukan di beberapa lokasi di DIY, Jakarta, Blitar serta Pontianak.

Adapun sebanyak 186 ikan berbahaya dan/atau merugikan yang terdiri dari arapaima, alligator gar, dan piranha telah dimusnahkan dalam operasi pengawasan tersebut.

“Tak hanya penindakan, kami juga melakukan upaya preventif melalui edukasi kepada pelaku usaha pembudidaya ikan, penghobi ikan hias, pedagang ikan hias, serta Pokmaswas mengenai larangan memelihara dan/atau melepasliarkan ikan berbahaya dan/atau merugikan. Terakhir kami lakukan di Blitar dan DIY,” jelasnya.

Ikan Aligator Gar, Si Predator Raksasa yang Dilarang Dipelihara di Indonesia

Penyelundupan Ilegal Picu Penyebaran Ikan Predator di Indonesia
Ikan Aligator Gar yang diserahkan pedagang ikan hias di Pasar Burung 16 Ilir Palembang ke tim BKIPM-KKP Palembang (Dok. Humas BKIPM-KKP Palembang untuk Nefri Inge / Liputan6.com)

Ikan aligator gar dengan penampilannya yang menakjubkan dan prehistorik, telah menjadi subjek fascinasi bagi para ilmuwan dan penggemar ikan selama bertahun-tahun. Spesies ini dapat ditemukan di perairan tawar Amerika Utara, memiliki sejarah evolusi yang panjang, bertahan hidup selama jutaan tahun tanpa banyak perubahan dalam bentuk fisiknya. Dengan tubuh yang panjang dan bersisik keras, serta moncong yang menyerupai buaya, ikan ini memang pantas mendapatkan namanya yang mengesankan.

Meskipun penampilannya mungkin menakutkan bagi sebagian orang, penting untuk dipahami bahwa ikan aligator gar bukanlah ancaman langsung bagi manusia. Tidak seperti mitos yang beredar, ikan ini tidak memangsa atau menyerang manusia.

Sebaliknya, mereka lebih suka menghindari kontak dengan manusia dan umumnya pemalu. Namun, satu hal yang perlu diwaspadai adalah telur ikan ini, di mana mengandung racun yang dapat berbahaya jika tertelan oleh manusia. Ini merupakan mekanisme pertahanan alami yang telah berkembang selama jutaan tahun, untuk melindungi keturunan mereka dari predator.

Dalam ekosistem alaminya, ikan aligator gar memainkan peran penting sebagai predator puncak, membantu menjaga keseimbangan populasi ikan lain. Namun, ketika diperkenalkan ke habitat baru di luar jangkauan aslinya, mereka dapat menjadi ancaman serius bagi ekosistem lokal.

Kemampuan adaptasi mereka yang luar biasa, ditambah dengan ukuran tubuh yang besar dan nafsu makan yang tinggi, dapat menyebabkan gangguan signifikan pada rantai makanan di perairan yang bukan habitat aslinya. Hal ini menyoroti pentingnya pengelolaan yang hati-hati dan pencegahan introduksi spesies non-natif ke ekosistem baru.

 

Mengenal Spesies Ikan Aligator Gar

Keindahan Bawah Laut Raja Ampat
Ikan kakap bergaris biru di perairan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia bagian Timur, 6 November 2023. (Lillian SUWANRUMPHA/AFP)

Alligator Gar (Atractosteus spatula) adalah spesies ikan yang termasuk dalam keluarga sturgeon. Ikan ini dikenal dengan tubuhnya yang panjang dan besar, serta memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari ikan sturgeon lainnya. Alligator gar berasal dari wilayah sekitar Sungai Mississippi dan Arkansas di Amerika Serikat. Habitat alaminya meliputi danau, sungai dan muara, di mana ia dapat ditemukan mengarungi perairan tersebut dengan nyaman.

Ikan alligator gar mengonsumsi berbagai jenis makanan seperti ikan kecil, kerang dan udang. Struktur giginya yang kecil dan berderet membuatnya tidak mampu memotong mangsanya dengan baik. Oleh karena itu, ikan ini cenderung mencari makan dengan cara mengaduk-aduk pasir, atau dasar sungai untuk menemukan ikan kecil yang mungkin tersembunyi di sekitar tumbuhan air atau di dalam pasir.

Secara fisik, alligator gar dapat tumbuh hingga mencapai panjang 2 meter dan memiliki masa hidup yang dapat mencapai 50 tahun. Identifikasi alligator gar dapat dilakukan dengan mudah berkat bentuk mulutnya yang khas.

Mulut ikan ini panjang, pipih, dan rahangnya lebar, memberikan ciri khas yang membedakannya dari ikan sturgeon lainnya. Warna tubuh alligator gar adalah gelap kehijauan di bagian punggung, akan secara bertahap memudar menjadi putih di bagian perut. Varian albino dari alligator gar yang sering disebut sebagai snow white alligator gar, menarik perhatian banyak pecinta ikan karena warnanya yang putih dan tampak cantik. 

Proses pemeliharaan alligator gar dapat dimulai dari fase larva. Setelah menetas, larva ini bisa diberikan makanan berbentuk pelet sekitar 7-10 hari setelah menetas. Bahkan, 2-3 hari setelah menetas, larva alligator gar dapat mulai dilatih untuk makan pelet dengan mencampurkannya dengan makanan asli mereka, yaitu artemia. Pada usia 5 hari, struktur gigi dan sistem pencernaan larva alligator gar telah cukup berkembang untuk mencerna pelet. Adapun sebaran geografis alligator gar mencakup area dari barat daya Ohio dan selatan Illinois hingga daerah aliran Sungai Mississippi.

Ikan ini juga menyebar ke selatan hingga Teluk Meksiko, termasuk dataran pantai Teluk Meksiko dari Sungai Ecofina di Florida hingga Veracruz, Meksiko. Sebaran ini menunjukkan kemampuan adaptasi alligator gar terhadap berbagai kondisi lingkungan, menjadikannya salah satu ikan predator yang menarik untuk dipelajari dan dipelihara. 

Larangan Pemeliharaan Ikan Aligator dan Regulasi Terkait

Ikan aligator
Ikan aligator (Foto: instagram/hykee0301)

Ikan aligator (Atractosteus spatula) dikenal sebagai salah satu spesies ikan invasif yang memiliki potensi besar untuk mengancam kelestarian sumber daya ikan, lingkungan dan keselamatan manusia. Mengingat dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ikan ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang melarang pemeliharaan ikan aligator di wilayah negara ini.

Larangan ini tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang dirancang, untuk melindungi ekosistem perairan dan mencegah penyebaran spesies berbahaya. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, menjadi dasar hukum utama yang mengatur pengelolaan sumber daya perikanan. Selain itu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014 juga menetapkan larangan pemasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia. Regulasi ini dirancang untuk menghindari masuknya spesies ikan yang dapat mengancam keseimbangan ekosistem lokal.

Berdasarkan aturan yang berlaku, individu yang terlibat dalam pemeliharaan ikan-ikan berbahaya seperti ikan aligator dapat dikenai sanksi pidana. Hukuman yang diatur mencakup pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp1,5 miliar bagi mereka yang melanggar ketentuan ini.

Selain itu, jika ikan aligator dilepaskan ke perairan umum, pelakunya dapat dikenai hukuman yang lebih berat, yaitu pidana penjara selama sepuluh tahun dan denda sebesar Rp2 miliar. Hukuman ini bertujuan untuk menekan potensi penyebaran dan dampak negatif dari spesies invasif yang dapat merusak ekosistem perairan.

Menurut informasi yang diperoleh dari situs resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) menyatakan bahwa spesies ikan seperti Arapaima gigas, ikan aligator, dan piranha termasuk dalam kategori ikan yang membahayakan sumber daya hayati perikanan di Indonesia. Upaya pengendalian yang ketat dan regulasi yang diterapkan diharapkan dapat mencegah dampak buruk terhadap ekosistem perairan, dan melindungi keberagaman hayati yang ada di dalamnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya