Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengembangan hidrogen sebagai salah satu sumber energi bersih alternatif dalam upaya transisi energi. Hidrogen akan berperan dalam mendukung pengembangan EBT, mendukung capaian dekarbonisasi, dan sebagai komoditas ekspor.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan, Kementerian ESDM memproyeksikan pertumbuhan permintaan hidrogen mencapai 9,9 juta ton per tahun (Mtpa) pada 2060. Itu berasal dari sektor industri, transportasi, kelistrikan, dan jaringan gas rumah tangga.
Baca Juga
Selain itu, potensi ekonomi hidrogen itu menjanjikan. Pasar hidrogen hijau dunia diperkirakan mencapai nilai USD 11 triliun atau setara Rp 167,25 kuadriliun (kurs Rp 15.205 per dolar AS) pada 2025. Diproyeksikan akan tumbuh USD 70 miliar atau setara Rp 1 kuadriliun pada 2060.
Advertisement
Mempertimbangkan potensi yang luar biasa dari hidrogen sebagai solusi energi bersih, maka Eniya menilai sangat penting untuk membentuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) khusus untuk hidrogen
"Langkah ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum dan regulasi bagi para pelaku industri, tetapi juga mendorong inovasi, investasi, serta kolaborasi lintas sektor yang diperlukan untuk mempercepat pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia," ujar Eniya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9/2024).
Adapun inisiasi pembahasan KBLI hidrogen telah dimulai sejak 25 Oktober 2023 dengan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Hasil pembahasannya antara lain, pertimbangan aspek keamanan pada setiap rantai pasok hidrogen (produksi, penyimpanan, pengiriman/distribusi, dan pemanfaatan) diperlukan pengaturan perizinan spesifik untuk energi hidrogen (utamanya hidrogen hijau yang nirkarbon) dalam kerangka perizinan berbasis risiko.
Â
Â
Produksi Hidrogen
Salah satu yang didorong untuk dibentuk KBLI baru, sambung Eniya, adalah produksi hidrogen. Menurutnya, 70 oersen pembentuk harga green hidrogen berasal dari harga listrik EBT. Oleh sebab itu, Ditjen EBTKE perlu memastikan keekonomian dan keberlanjutan hidrogen dalam mendukung upaya transisi energi di Indonesia.
"Pengusulan Kode KBLI Hidrogen telah melalui naskah urgensi. Kami menggandeng UK MENTARI dalam kerangka kerja sama UK FCDO Programmes, untuk mendukung pengusulan KBLI bidang hidrogen. Kajian ini kami targetkan akan selesai dalam waktu dekat, dan selanjutnya akan kami sampaikan kepada Badan Pusat Statistik (BPS)," paparnya.
Tidak hanya sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan produk, pengembangan Kode KBLI Hidrogen juga berperan untuk pengawasan aktivitas usaha yang tepat dan memberikan kepastian hukum bagi para investor. Dari sisi konsumen, kehadiran standar yang jelas akan memberikan jaminan mutu dalam penggunaan hidrogen sebagai bagian rantai pasok energi masa depan.
"Pemerintah akan terus mendorong agar ekosistem hidrogen nasional dapat terbentuk. Kami harap pelaku usaha akan lebih mudah memperoleh kepastian regulasi dan dukungan pemerintah untuk investasi di sektor hidrogen," ungkap Eniya.
Â
Advertisement
Isu Sosial
"Tentunya kita juga harus menyiapkan diri terhadap isu-isu sosial yang muncul seiring dengan perkembangan ekosistem hidrogen di Indonesia. Perlu keterlibatan berbagai peran dari semua stakeholder untuk mengedukasi dengan baik dan mengenalkan hidrogen dengan lebih bersahabat. Sehingga kondisi acceptance dapat mendukung terciptanya keekonomian hidrogen di Indonesia," urainya.
Menurut dia, pengembangan hidrogen tidak hanya mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2), namun juga memperkuat posisi Indonesia dalam kancah transisi energi global dan mendukung pencapaian target energi terbarukan.
"Dari aspek lingkungan tentunya, studi IRENA menginformasikan saat ini karbon kita sangat tinggi, 6 giga ton per tahun dan setara dengan 10 persen. Kalau kita menggunakan hidrogen 10 persen akan bisa mengurangi. Indonesia punya potensi mampu menurunkan 11,6 juta ton CO2 per tahun," pungkas Eniya.