Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa perekonomian global yang diguncang oleh konflik dan meningkatnya persaingan geopolitik, berada dalam bahaya terjebak dalam kondisi pertumbuhan lambat dan utang tinggi.
"Ini adalah masa-masa yang mencemaskan,'' kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva kepada wartawan selama pertemuan musim gugur IMF dan Bank Dunia, dikutip dari US News, Jumat (25/10/2024).
Advertisement
Baca Juga
IMF memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh hanya 3,2% tahun ini. Perdagangan global lesu pada saat konflik dan meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk hubungan yang dingin antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi salah satu pemicu kinerja ekonomi global yang stagnan.
Advertisement
"Perdagangan tidak lagi menjadi mesin pertumbuhan yang kuat,''Â ungkap Georgiva.
 "Kita hidup dalam ekonomi global yang lebih terfragmentasi," ucapnya.
Pada saat yang sama, banyak negara berjuang dengan utang yang mereka tanggung saat menangani pandemi COVID-19. IMF memperkirakan utang pemerintah di seluruh dunia akan mencapai USD 100 triliun tahun ini.
Angka itu setara dengan 93% dari output ekonomi global, bagian yang diharapkan mendekati 100% pada tahun 2030.
"Ekonomi global dalam bahaya terjebak pada jalur pertumbuhan rendah dan utang tinggi,''lanjut Georgieva, seraya menambahkan "Itu berarti pendapatan lebih rendah dan lebih sedikit pekerjaan.''
Masih Ada Harapan
Namun, latar belakang ekonomi tidak sepenuhnya suram.
IMF mengatakan dunia telah membuat kemajuan besar untuk mengendalikan inflasi yang melonjak pada tahun 2021 dan 2022 saat ekonomi bangkit kembali dengan kekuatan yang tidak terduga dari penguncian pandemi.Â
Badan itu menyoroti suku bunga yang lebih tinggi oleh Federal Reserve dan bank sentral lainnya dan pelonggaran penumpukan di pabrik, pelabuhan, dan tempat pengiriman barang yang telah menyebabkan kekurangan, keterlambatan, dan harga yang lebih tinggi.
Â
IMF Ramal Pertumbuhan Ekonomi China Belum Sampai 5% Tahun Depan
Sementara itu, negara-negara kaya, dana tersebut memperkirakan inflasi akan turun tahun depan hingga 2% yang diharapkan bank sentral. Tekanan harga juga siudah mereda tanpa membawa dunia ke dalam resesi.
"Bagi sebagian besar dunia, soft landing sudah di depan mata,'' kata Georgieva.
Tetapi, beberapa negara masih berjuang dengan harga tinggi dan ketidakpastian ekonomi.
Dalam laporan Prospek Ekonomi Dunia terbarunya, IMF memperkirakan bahwa ekonomi Tiongkok yang dulunya sangat pesat akan tumbuh hanya 4,8% tahun ini dan 4,5% pada tahun 2025, turun dari 5,2% pada tahun 2023.
Georgieva mendesak pemerintah Tiongkok untuk beralih dari ketergantungan pada ekspor dan lebih bergantung pada pengeluaran oleh konsumen, yang disebutnya sebagai mesin pertumbuhan yang "lebih andal''.Â
"Jika Tiongkok tidak bergerak, potensi pertumbuhan dapat melambat hingga jauh di bawah 4%,''Â jelas dia.
Advertisement