Dilema Rusun Gratis: Rumah Subsidi Ditinggal, Potensi Himpun Tunggakan

Sejumlah kelompok masyarakat, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), pedagang UMKM, hingga warga kolong jembatan diajak untuk berpindah ke rusun

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Des 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 18 Des 2024, 15:15 WIB
RSDC Wisma Atlet Berhenti Operasi 31 Desember 2022
Pemandangan Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta, Minggu (25/12/2022). Pemerintah menghentikan operasional Wisma Atlet Kemayoran sebagai Rumah Sakit Darurat COVID-19 mulai akhir tahun ini seiring dengan semakin rendahnya kasus COVID-19 secara nasional dalam beberapa waktu terakhir. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) getol menyiapkan sejumlah rumah susun (rusun), khususnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di berbagai lokasi.

Sejumlah kelompok masyarakat, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), pedagang UMKM, hingga warga kolong jembatan diajak untuk berpindah ke sana.

Namun, program yang juga menjadi bagian dari kebijakan pengadaan 3 juta rumah ini mendapat sejumlah catatan. Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengungkapkan, sejumlah calon pembeli rumah subsidi batal membeli rumah subsidi dengan menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR).

Pasalnya, Menteri PKP Maruarar Sirait, atau akrab disapa Ara, di lain sisi juga telah menginisiasi program rumah gratis di tanah miliknya di Tangerang, bekerja sama dengan Agung Sedayu Group. Kebijakan itu membuat beberapa calon pembeli rumah subsidi menaruh harapan agar bisa ikut mendapatkan rumah gratis juga.

"Seperti contoh Pak Ara meng-expose rumah gratis. Langsung sebagian konsumen membatalkan pembelian rumah subsidi karena berharap akan bisa mendapat rumah gratis juga," ujar Bambang kepada Liputan6.com, Rabu (18/12/2024).

Apresiasi Pemerintah

Bambang mengapresiasi berbagai inovasi yang telah dilakukan Ara bersama Kementerian PKP, mulai dari penyediaan rumah gratis hingga rusun gratis. Namun, ia meminta agar segala program itu dievaluasi agar tidak menimbulkan catatan di kemudian hari.

"Memang Menteri PKP bergerak cepat dan melakukan terobosan-terobosan yang inovatif. Hanya mungkin perlu dibuat solusi yang berkelanjutan dan mengurangi efek negatifnya," ungkap dia.

 

Harus Ada Evaluasi

FOTO: Pemprov DKI Belum Putuskan Konsep Kepemilikan Rumah Susun Pasar Rumput
Suasana Rusun Pasar Rumput di Manggarai, Jakarta, (27/10/2020). Perumda Pasar Jaya bersama Pemprov DKI masih menggodok alokasi penerima manfaat Rusun Pasar Rumput, termasuk konsep kepemilikan apakah menjadi rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) atau milik (Rusunami). (Liputa6.com/Immanuel Antonius)

Di sisi lain, pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, juga sepakat bahwa program pembangunan rumah untuk rakyat perlu mendapat evaluasi, khususnya penyediaan rusunawa.

Program ini memungkinkan para warga kolong jembatan untuk menghuni rusun secara gratis selama 6 bulan.

"Enggak apa-apa dipindahkan dulu, dimasukkan dulu, sambil dievaluasi 6 bulan ini. Kalau warga kolong jembatan itu, setelah 6 bulan gratis, siapa yang berlanjut, siapa yang tidak, itu perlu dipetakan. Sehingga kesannya program ini bukan sekadar memindahkan orang, tapi bagaimana keberlanjutannya. Itu lebih penting," ucapnya kepada Liputan6.com.

Meskipun para penghuni nantinya dijanjikan bakal mendapat pelatihan kerja, Yayat mendesak pemerintah terus memperhatikan para warga yang mendiami rusun tersebut dalam waktu 6 bulan pertama. Sebab, mayoritas dari mereka termasuk ke dalam masyarakat dengan kemampuan ekonomi lemah.

"Pertanyaannya kan kalau sudah masuk, itu kan seperti irama dangdut. Antara 'tahan mana dan mana tahan.' Tahan mana mereka dengan iuran, dengan cicilan, sementara pendapatannya mungkin terbatas. Nah, itu juga harus diperhatikan," pintanya.

Pemerintah Banting Harga Rusun untuk ASN hingga Warga Kolong Jembatan

Warga yang tinggal di kolong jembatan dan kolong tol mulai pindah ke Rumah Susun Rawa Buaya, Jakarta Barat. (Arief/Liputan6.com)
Warga yang tinggal di kolong jembatan dan kolong tol mulai pindah ke Rumah Susun Rawa Buaya, Jakarta Barat. (Arief/Liputan6.com)

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah memulai inisiasi pembangunan 3 juta rumah pada penghujung 2024.

Dengan memanfaatkan sejumlah aset eksisting dalam bentuk rumah susun (rusun) untuk dibagikan secara murah, bahkan gratis ke sekelompok kalangan, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, pedagang UMKM, pekerja swasta, hingga warga kolong jembatan.

Proses serah terima kunci hunian salah satunya dilakukan di Rusun Pasar Rumput, Jakarta pada Kamis, 28 November 2024.  Sejumlah penghuni Rusun seperti guru, TNI, ASN hingga wartawan dapat menghuni Rusun Pasar Rumput dengan harga sewa Rp 1,1-2,25 juta per bulan, turun dari tarif sewa sebelumnya Rp 3,5 juta per bulan.

Menurut catatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ada sebanyak 334 pendaftar yang merupakan ASN, TNI/Polri, pedagang UMKM, masyarakat sekitar, hingga generasi milenial yang mendaftar untuk mengambil unit di Rusun Pasar Rumput. Adapun total hunian vertikal tersebut memiliki sebanyak 1.984 unit.

Dengan dua tipe unit hunian, tipe hook dan tipe standar di Rusun Pasar Rumput. Spesifikasi tipe hook dengan luas 38 meter persegi dilengkapi air PDAM, daya listrik 1.300 watt, dengan closet duduk dan shower.

Sedangkan tipe standar yakni 36 meter persegi dengan spesifikasi yang sama. Fasilitas umum yang tersedia pada area Rusun ini ada pasar tradisional, klinik kesehatan, balai warga, taman warga, Paud, ATM Center dan Jakmart.

Selain untuk pekerja, Kementerian PKP juga telah memulai program relokasi warga kolong jembatan ke sejumlah rusun di Jakarta. Program relokasi warga kolong jembatan ini dimulai pada 30 November 2024, untuk 232 kepala keluarga (KK) di tiga kelurahan/kecamatan di tiga kota administrasi, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya