Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sedang mempersiapkan implementasi cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai salah satu langkah strategis untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat.
Meski rencana ini sudah memasuki tahap persiapan, implementasinya direncanakan pada semester kedua tahun 2025. Keputusan tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.
Baca Juga
"Secara teknis, kami sudah mulai menyiapkan peraturan pemerintah dan turunannya. Sambil menunggu daya beli masyarakat membaik, ada penyesuaian yang dilakukan," ujar Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar, Akbar Harfianto, ditulis Senin (13/1/2024).
Advertisement
Fokus pada Kesehatan, Bukan Hanya Penerimaan Negara
Akbar menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, tetapi juga memiliki fokus jangka panjang untuk menurunkan prevalensi penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes, yang semakin meningkat di Indonesia.
"Cukai MBDK adalah prioritas utama untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat. Ini bukan sekadar soal penerimaan negara. Jangan sampai diartikan bahwa negara hanya butuh uang," katanya.
Kebijakan ini dipandang penting sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mencegah dampak buruk konsumsi gula berlebih terhadap kesehatan masyarakat.
Skema Penarifan dan Pendekatan Bertahap
Terkait skema penarifan, DJBC menjelaskan bahwa beberapa pendekatan sedang dibahas, termasuk untuk produk dalam kemasan (on-trade) dan produk yang dijual di gerai-gerai (off-trade).
"Mengenai MBDK, ada banyak skema penarifan. Saat ini target implementasi ada di semester kedua. Namun, seperti disampaikan oleh Pak Dirjen (Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani), kami tetap memperhatikan kondisi daya beli dan ekonomi masyarakat," jelas Akbar.
Teknis penerapan juga sedang dimatangkan, termasuk aspek administrasi dan beban yang ditanggung oleh industri. Tidak semua produk akan dikenakan cukai, karena penyesuaian akan dilakukan berdasarkan kajian teknis dan regulasi yang berlaku.
"Dari sisi pentarifan, tidak semua produk akan dikenakan cukai. Ada dua kondisi, yakni on-trade (produk industri dalam kemasan) atau off-trade (produk di gerai). Mana yang akan dikenakan, masih dalam pembahasan teknis. Kami juga mempertimbangkan beban administrasi," tambahnya.
Belajar dari Referensi Internasional
Selain itu, DJBC juga mengacu pada referensi dari negara lain yang sudah lebih dahulu menerapkan cukai terhadap produk yang mengandung gula tambahan.
Kementerian Kesehatan dan BPOM menjadi acuan utama dalam menentukan batasan kecukupan asupan gula yang sehat bagi masyarakat Indonesia.
"Pentarifan ini juga akan mengacu pada referensi dari negara lain. Kami ingin mengetahui batasan asupan gula yang sehat berdasarkan acuan Kementerian Kesehatan dan BPOM," ujar Akbar.
Pemerintah juga berencana untuk tidak membebani industri dengan tarif cukai yang terlalu tinggi pada awal penerapan kebijakan, mengingat kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih menjadi perhatian utama.
"Tarif awal tidak akan memberatkan industri, karena kami memahami kondisi ekonomi saat ini. Pendekatan bertahap akan menjadi fokus kami," pungkasnya.
Advertisement