Prabowo Yakin Indonesia Tak Impor BBM 5 Tahun Lagi

Prabowo mengatakan, energi merupakan unsur vital yang dibutuhkan untuk melanjutkan transformasi bangsa. Demi menggapai cita-cita Indonesia sebagai negara modern, maju, dan nihil tingkat kemiskinan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Jan 2025, 14:10 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2025, 14:10 WIB
Presiden Prabowo meresmikan PLTA Jatigede.
Presiden Prabowo Subianto dalam acara peresmian PLTA Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). (Liputan6.com/Maulandy)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto kembali menekankan komitmen mengejar program swasembada energi. Salah satunya dengan tak lagi melakukan impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri. Prabowo yakin program swasembada energi yang diusungnya bakal membuat Indonesia tidak lagi membutuhkan BBM impor dalam waktu dekat.

"Memang kita harus swasembada energi. Sasaran kita, kita akan 100 persen swasembada. Saya percaya dalam waktu tak lama kita tidak akan impor BBM lagi dari luar," ujar dia dalam acara peresmian PLTA Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025).

"Saya punya keyakinan, dalan 5 tahun kita tidak akan lagi impor BBM," Prabowo menegaskan.

Menurut dia, komoditas energi merupakan unsur vital yang dibutuhkan untuk melanjutkan transformasi bangsa. Demi menggapai cita-cita Indonesia sebagai negara modern, maju, dan nihil tingkat kemiskinan.

"Untuk itu, kita mau jadi negara industri, kita harus jadi negara maju. Harus menguasai teknologi, harus menjadi negara yang bisa mengolah sumber daya alam kita menjadi barang jadi, menjadi barang industri," ungkap Prabowo.

Menurut dia, Indonesia sudah punya modal lantaran diberkahi sumber daya alam berupa komoditas energi yang cukup besar. Di sisi lain, Prabowo meyakini sumber daya manusia (SDM) yang ada pun mampu melakukan transformasi, untuk beralih secara bertahap menuju pemakaian energi bersih.

"Saya kira kita sekarang ini menjadi salah satu di dunia, negara yang mungkin termasuk paling maju di bidang transformasi energi. Lewat konversi menjadi energi terbarukan, energi bersih, green energy, yang mengurangi emisi karbon," tuturnya.

"Jadi banyak negara teriak-teriak, tapi kita tidak usah. Tapi kita mewujudkan, mengarahkan," seru Prabowo.

 

Indonesia Harus Lakukan Ini Jika Ingin Gapai Swasembada Energi

Kilang Pertamina Internasional (KPI)
Kilang Pertamina Internasional (KPI) memproduksi biodiesel 40% atau B40 sebagai bahan bakar nabati (BBN) guna mendukung swasembada energi. (Dok Pertamina)... Selengkapnya

Sebelumnya, Country Head Indonesia Rystad Energy, Sofwan Hadi, menyoroti terkait tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai kemandirian energi. Menurutnya, isu utama bukan sekadar soal energy security atau ketahanan energi, tetapi lebih kepada self-sustainability atau kemandirian dalam hal pemenuhan kebutuhan energi.

"Wah itu berat, karena kalau masalah impor kan, karena saya bilang tadi sebenarnya, bukan energi security, tapi masalah self-sustain ya, kemandirian swasembada energi ya, berarti butuh infrastruktur bukan masalah resourcenya aja," kata Sofwan dalam media briefing SKK Migas “Mewujudkan Ketahanan Energi Untuk Capai Cita-cita Indonesia Emas” di Jakarta,  Selasa (17/12).

Sofwan menekankan bahwa, untuk mewujudkan swasembada energi, Indonesia perlu membangun infrastruktur yang memadai, bukan hanya mengandalkan cadangan energi yang ada. Sebagai contoh, negara-negara seperti Jepang dan Korea, meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, mampu mencapai swasembada energi karena mereka memiliki sistem penyimpanan energi yang baik. Mereka membeli energi, menyimpannya, dan menggunakan energi tersebut secara efisien.

"Contoh, Jepang, Korea nggak punya resource, tapi mereka swasembada, kenapa? karena mereka simpan, jadi ngebeli bukan cuma dipakai, simpan, jadi kalau saya ngeliat, kalau kita ngomongin soal swasemada, satu yang kita ubah itu, individu sebagai bangsa," ujarnya.

Menurutnya, untuk Indonesia, selain diperlukan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkan swasembada energi, masalah utamanya adalah pola pikir masyarakat dan kebijakan subsidi energi.

Sofwan berpendapat bahwa jika subsidi energi dicabut, masyarakat akan lebih bijak dalam menggunakan energi. Saat ini, dengan adanya subsidi, penggunaan energi cenderung boros dan tidak efisien. Misalnya, penggunaan listrik di rumah-rumah sering kali tidak terkontrol, seperti lampu yang dibiarkan menyala tanpa kebutuhan. 

Peningkatan Produksi Energi

Jika Indonesia hanya fokus pada peningkatan produksi energi tanpa mengubah pola konsumsi, maka Indonesia akan terus menghadapi ketergantungan terhadap impor energi. Sederhananya, jika kebutuhan energi tidak dikendalikan, meskipun produksi dalam negeri meningkat, konsumsi akan terus naik, dan akhirnya solusi impor akan tetap menjadi jalan keluar.

"Sekarang saya tanya, bersedia nggak subsidi-nya dicabut? karena kalau kita subsidi-nya dicabut, jadi kita lebih pintar kan, kita jadi hati-hati pakainya, cuman kan nggak mungkin sedrastis itu ya, itu aja dulu pola pikir yang dipakai, kalau kita mau swasemada, artinya kita ngomongin yang kita pakai, sama yang kita ambil," jelasnya.

Di negara-negara seperti Singapura, misalnya, teknologi otomatisasi diterapkan untuk mengurangi pemborosan energi, seperti lampu yang mati otomatis setelah digunakan. Ini adalah contoh bagaimana budaya hemat energi dapat diperkenalkan secara sistematis.

 

Perubahan Perilaku

Ia menegaskan, Indonesia sebagai bangsa, harus mulai lebih bijaksana dalam mengelola energi. Kebijakan dan perubahan perilaku individu dalam mengonsumsi energi dapat membantu mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga Indonesia dapat lebih mandiri dalam hal energi di masa depan.

"Paling simple aja, kalau misalnya pakai di rumah, lampu, yang nggak perlu, matiin, simple itu ya, di Singapura mas, kan otomatis semua, keluar dari WC, mati sendiri, karena mahal, jadi harus pintar pakainya, karena kita murah, kita nggak pernah pikir untuk ngurangin pemakaian kita, gimana mau ngomongin akhirnya, kita nge-push aja, pokoknya penuhi kebutuhan saya, dengan cara produksi lebih, produksi lebih, kitanya nggak berubah," ujarnya.

Dengan demikian, kata Sofwan tanpa perubahan dalam cara bangsa Indonesia menggunakan energi, maka Indonesia mungkin akan terus menghadapi masalah impor energi. Oleh karena itu, pencapaian swasembada energi tidak hanya bergantung pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga pada perubahan perilaku konsumsi energi yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya