AS Keluar dari Perjanjian Paris, Kucuran Dana ke Indonesia Batal?

Meskipun AS memutuskan untuk menarik diri dari Perjanjian Paris, Wamen ESDM menyampaikan bahwa Indonesia tetap berkomitmen terhadap Perjanjian Paris.

oleh Arthur Gideon diperbarui 23 Jan 2025, 20:00 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2025, 20:00 WIB
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 68 gigawatt (GW) dalam 10 tahun. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 68 gigawatt (GW) dalam 10 tahun. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menggandakan bahan bakar fosil. Selain itu, ia juga menandatangani perintah untuk menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari perjanjian Paris

Tentu saja, aksi dari Presiden AS ini menimbilkan banyak dampak termasuk ke Indonesia. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung langsung mengkaji dampaknya terhadap pendanaan proyek-proyek transisi energi di Indonesia.

“Bagaimana dampak-dampaknya kita masih lakukan pengkajian, itu kan baru disampaikan sama Presiden Trump,” ujar Yuliot dikutip dari Antara, Kamis (23/1/2025).

Meskipun AS memutuskan untuk menarik diri dari Perjanjian Paris, Yuliot menyampaikan bahwa Indonesia tetap berkomitmen terhadap Perjanjian Paris.

Kementerian ESDM, kata dia lagi, akan mengantisipasi dampak dari mundurnya AS dengan kebijakan-kebijakan yang dinilai menguntungkan masyarakat dan negara Indonesia.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Eniya Listiani Dewi menyampaikan, bila keluarnya AS dari Perjanjian Paris mempengaruhi pendanaan terhadap proyek-proyek transisi energi di Indonesia, maka Indonesia akan mencari alternatif lain untuk mengganti posisi AS.

“Investasi energi baru terbarukan itu ya kami dorong dari semua pihak. Tergantung negaranya. Kalau negaranya memang tidak (berinvestasi di EBT), ya kami dorong dari negara lain,” ujar Eniya.

 

Donald Trump Teken Perintah Eksekutif Tarik AS dari Perjanjian Paris, Bahan Bakar Fosil dan Pertambangan Mineral Jadi Sorotan

Konpers Presiden AS Donald Trump mengakhiri hubungan AS dan WHO.
Konpers Presiden AS Donald Trump mengakhiri hubungan AS dan WHO. Dok: Gedung Putih... Selengkapnya

Sebelumnya, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Senin (20/1), dan memperkuat niatnya untuk menggandakan bahan bakar fosil serta membalikkan kemajuan Amerika dalam perubahan iklim dan energi bersih, termasuk menandatangani perintah untuk menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari perjanjian iklim Paris. Demikian dikutip dari CNN, Selasa (21/1/2025).

Perintah eksekutif hari pertama Donald Trump ini terjadi saat kebakaran yang dipicu oleh perubahan iklim melanda California Selatan, menyusul tahun terpanas di dunia yang pernah tercatat di mana dua badai besar – Helene dan Milton – menghancurkan wilayah Tenggara.

Dalam pidato pelantikan Donald Trump, ia mengatakan akan mengumumkan national energy emergency (darurat energi nasional), meskipun Amerika Serikat saat ini memproduksi lebih banyak minyak daripada negara lain. Ia bermaksud untuk merampingkan perizinan dan meninjau peraturan yang "memberikan beban yang tidak semestinya pada produksi dan penggunaan energi, termasuk penambangan dan pemrosesan mineral non-bahan bakar," menurut daftar prioritas dari kantor pers Trump.

Donald Trump juga bermaksud mengambil tindakan untuk mengakhiri penyewaan lahan dan air untuk energi angin, dan membatalkan tindakan pemerintahan Biden yang mempromosikan kendaraan listrik.

Trump memandang harga energi sebagai inti dari misinya untuk mengatasi frustrasi yang meluas terhadap biaya hidup, dan berpendapat bahwa memangkas birokrasi akan membantu menurunkan harga energi dan melawan inflasi secara keseluruhan.

"Krisis inflasi disebabkan oleh pengeluaran berlebihan yang sangat besar dan meningkatnya harga energi," kata Trump dalam pidato pelantikannya. "Itulah sebabnya hari ini saya juga akan mengumumkan keadaan darurat energi nasional. Kita akan mengebor, sayang, mengebor."

Bumi Makin Panas

Ironisnya, para ilmuwan menyatakan awal bulan ini bahwa planet Bumi ini untuk pertama kalinya menembus 1,5 derajat Celsius pemanasan global tahun lalu — patokan signifikan yang telah diperingatkan para ahli yang meneliti titik kritis Bumi untuk dihindari oleh manusia, dan tujuan yang dicita-citakan para pemimpin dunia ketika mereka menandatangani Perjanjian Paris pada tahun 2015.

Adapun Melebihi 1,5 derajat, krisis iklim yang disebabkan manusia — yang dipicu oleh polusi bahan bakar fosil yang memerangkap panas — mulai melampaui kemampuan manusia dan alam untuk beradaptasi.

Keputusan penarikan kembali AS dari Perjanjian Paris menuai respons pengamat. "Naik turunnya partisipasi AS dalam perundingan iklim internasional dapat merugikan," kata David Wirth, seorang profesor di Sekolah Hukum Boston College dan pakar hukum internasional publik.

"Integritas komitmen Amerika Serikat terhadap isu ini akan dipertanyakan, juga keandalannya sebagai mitra perjanjian," jelas Wirth kepada CNN.2 dari 3 halaman  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya