Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) Iman Brotoseno membantah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan. Hal tersebut disampaikannya untuk menanggapi isu pemberitaan bahwa TVRI melakukan PHK massal karyawannya seperti yang dimuat beberapa media hari ini.
"Mana bisa ASN di-PHK?," katanya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Advertisement
Baca Juga
Iman menjelaskan kejadian sebenarnya adalah TVRI sementara menghentikan pemakaian jasa kontributor.
Advertisement
"Pemakaian jasa kontributor di TVRI Daerah distop dulu. Hal itu merupakan kebijakan TVRI Daerah, kalau beritanya ditayangkan, baru dibayar dari anggaran daerah. Jadi semacam 'freelance'," katanya dikutip dari Antara, Selasa (11/2/2025).
Dia juga menjelaskan kontributor bukan PPNPN (Pegawai Pendukung Non-Pegawai Negeri) dan bukan juga Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena itu tergantung daerah untuk mengurangi kontributor atau tetap memakai sebagian.
"TVRI tidak melakukan PHK ke karyawan ASN-PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), pengurangan kontributor itu bukan kebijakan TVRI Nasional atau Pusat," kata Iman.
Selain itu, Iman menerangkan, ada satpam, "cleaning service" dan pengemudi (driver) yang merupakan "outsourcing" memang terkena dampak. "Tapi tidak semuanya, tidak kru produksi yang di-PHK," katanya.
Iman menambahkan saat ini kebijakan pengurangan karyawan diserahkan sepenuhnya ke TVRI Daerah masing-masing.
"Ini kebijakan ada pada TVRI Daerah, ada daerah yang tidak mengurangi. Ada yang mengurangi sebagian," katanya.
TVRI patuh kepada kebijakan efisiensi dari pemerintah. "TVRI tetap berusaha layar tidak terganggu dan menjalankan fungsi pelayanan publik meski ada program yang dihentikan dulu," katanya.
Perang AI: Persaingan Ketat AS-China hingga Ancaman PHK Massal
Persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) semakin memanas. Menurut pengamat digital Firman Kurniawan, kedua negara ini memiliki strategi masing-masing dalam upaya mendominasi industri AI yang berpotensi memberikan keuntungan ekonomi tinggi.
"Saat ini, AS masih mendominasi industri AI melalui perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Google. Dengan inovasi mereka, AS mampu menguasai pasar dan mendapatkan sumbangan ekonomi yang signifikan dari sektor ini," ujar Firman kepada Liputan6.com, Jumat (7/2/2025).
Namun, China tidak tinggal diam, Pemerintah dan industri teknologi di negeri Tirai Bambu berusaha mengembangkan AI sebagai strategi untuk menyaingi dominasi AS.Â
Pada periode pertama kepresidenan Donald Trump, terlihat jelas upaya AS untuk membatasi laju perkembangan teknologi AI China dengan cara membatasi distribusi perangkat keras, seperti microchip, yang sangat dibutuhkan oleh industri teknologi Cihna.
"Ketika pasokan microchip dari AS dibatasi, China tidak kehilangan kreativitasnya. Mereka memanfaatkan microchip dengan kemampuan terbatas dan berhasil mengembangkan AI yang lebih unggul," tambah Firman.
Â
Advertisement
Kemunculan DeepSeek
Sebagai contoh, China kini telah menghadirkan DeepSeek, sebuah sistem AI yang menggunakan microchip dengan spesifikasi lebih rendah dibandingkan microchip buatan AS.Â
Namun, berkat efisiensi sistemnya, DeepSeek mampu menghasilkan performa yang luar biasa. Keberhasilan ini bahkan mengguncang pasar saham Nvidia, salah satu produsen chip AI terbesar di dunia, karena produk China tersebut menawarkan solusi AI dengan harga lebih murah namun memiliki performa yang setara.
"Bayangkan, jika produk terbaru iPhone dijual seharga Rp 30 juta, maka China bisa menciptakan produk sejenis dengan kemampuan yang sama hanya dengan harga Rp 900 ribu. Hal inilah yang membuat banyak negara, termasuk yang ingin mengembangkan AI, lebih memilih produk dari China dibandingkan dari AS," jelas Firman.
Persaingan ini bukan hanya antara AS dan China. Negara-negara lain seperti Inggris, Jerman, Italia, dan India juga berupaya menjadi produsen AI, bukan sekadar pasar bagi teknologi dari AS dan China. Mereka ingin menciptakan teknologi AI sendiri untuk memastikan tidak bergantung pada kedua negara raksasa tersebut.
Â
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)