Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat ekonomi saat ini ramai membicarakan Danantara yang akan diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025. Danantara akan berperan sebagai super holding BUMN dan kendaraan investasi pemerintah.
Berbeda dengan Kementerian BUMN yang berfungsi sebagai regulator, Danantara akan bertindak sebagai eksekutor, mengelola dividen BUMN dan mengalokasikannya untuk investasi di luar APBN.
Advertisement
Baca Juga
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan pun ikut berkomentar mengenai Danantara. bahkan ia membocorkan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) siap menanamkan modal USD 10 miliar atau kurang lebih Rp 163,3 triliun (estimasi kurs Rp 16.330 per USD) ke Danantara dengan skema perusahaan patungan untuk pengembangan elektrifikasi energi terbarukan.
Advertisement
Rencana investasi Uni Emirat Arab ke Danantara ini disampaikan langsung Menteri Energi dan Infrastruktur UEA Suhail Mohamed Al Mazrouei 10 hari lalu terkait rencana pembangunan pembangkit energi baru terbarukan ( EBT ) berkapasitas 10 gigawatt.
"Dia bilang oke, mari kita lakukan usaha patungan 10 gigawatt . 10 gigawatt berarti USD 10 miliar," katanya.
Luhut mengatakan bahwa pembentukan Danantara merupakan bukti langkah strategis Presiden Prabowo, mengingat lembaga tersebut berpotensi mengelola aset hingga 900 miliar dolar AS.
Terbentuknya Danantara, imbuh dia maka Indonesia memiliki banyak peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus menciptakan transparansi dalam pengelolaan perusahaan milik negara.
Danantara Jadi Solusi Recycle Aset BUMN, Apa Itu?
Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025 mendatang. Ini disebut sebagai pengelolaan BUMN menjadi lebih kuat.
Terkait hal ini, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengatakan dirinya ingin tahu persis nanti Danantara di dalam bentuknya seperti apa.
Menurutnya, jika Danantara mampu dikelola dengan baik, maka ini bisa menjadi solusi untuk merecycle aset-aset yang selama ini kurang termanfaatkan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Jadi aset-aset yang selama ini, tidak bisa dimanfaatkan karena ada ditangan BUMN dan segala macam bisa direcycle sehingga dia menjadi aset produktif yang mungkin akan membuat investor itu tertarik. Namun tentu, yang paling penting pengelolaan harus profesional,” kata Chatib dalam diskusi pada acara SMBC Indonesia Economic Outlook 2025, Selasa (18/2/2025).
Advertisement
Danantara Dari Sisi Politik
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menuturkan Danantara punya motif yang sangat positif karena memotong intervensi non korporasi terutama politik, terutama dalam banyak hal.
“Karena kalau misalnya Danantara sesuai yang direncanakan banyak hal yang tidak perlu didiskusikan via DPR,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin menilai saat ini BUMN harus berjuang lebih karena banyak hal yang harus dinegosiasikan dengan DPR. Menurutnya, negosiasi itu tentunya memerlukan ongkos politik hingga pertukaran, termasuk urusan pengangkatan komisaris dan direksi BUMN yang perlu persetujuan dari DPR.
“Jadi Danantara mencoba memotong hal itu,” ujar Burhanuddin.
Contoh Negara Lain
Burhanuddin turut menjelaskan jika role model Danantara mengacu pengalaman Temasek seperti yang sering disampaikan pemerintah, itu merupakan hal yang positif. Namun ia mengingatkan kasus yang terjadi di Malaysia terkait 1Malaysia Development Berhad (1MDB)
“Kasus di malaysia waktu Najib jadi perdana menteri dan dia dirikan 1MDB, itu ratusan atau puluhan triliun masuk ke kantongnya untuk urusan pemilu,” tuturnya.
Advertisement
