Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memprediksi permintaan akan mineral kritis akan meningkat di pasar global. Namun, di Indonesia masih digarap oleh perusahaan asing.
Direktur Big Data Indef, Eko Listiyanto menyampaikan permintaan terhadap mineral kritis meningkat seiring proses transisi energi ke rendah karbon.
Advertisement
Baca Juga
"Kami melihat bahwa transisi global menuju teknologi rendah karbon dan permintaan terhadap mineral kritis seperti nikel, bauksit, dan tembaga itu mengalami peningkatan yang signifikan," ungkap Eko dalam diskusi Indef, di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Advertisement
Dia menerangkan, peningkatan itu membawa keuntungan bagi Indonesia yang kaya akan mineral kritis. Termasuk peluang bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkannya.
Meski begitu, Eko melihat adanya tantangan dalam pengelolaannya. Menurut dia, pengelolaan mineral kritis di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan asing.
"Di satu sisi ini tentu sebuah opportunity bagi Indonesia dan bagi pemerintah daerah, namun juga ada problem yang mengikuti di dalamnya. Terutama terkait dengan, kalau kita lihat, pengelolaan dan pengelolaannya masih didominasi perusahaan asing," terangnya.
Eko menegaskan, pemerintah daerah perlu untuk mengambil peran dalam memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di Indonesia. Terutama bagi masyarakat lokal dan dampaknya pada ekonomi daerah.
"Kalau kita lihat pemerintah daerah tentu mereka juga sangat berkepentingan dan kita harapkan peran krusial mereka nanti itu juga bisa lebih menguat dari waktu ke waktu," tandasnya.
Â
BUMD Diminta Terlibat
Sebelumnya, Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu dilibatkan dalam mengelola potensi pertambangan di daerahnya. Harapannya, agar bisa memberikan manfaat maksimal terhadap ekonomi daerah.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti menyampaikan kenaikan atau booming mineral di Indonesia perlu dimanfaatkan maksimal. Pasalnya, sumber daya alam yang terbatas ini bisa menemukan titik habisnya.
"Momentum dari booming dari sektor tambang ini, ini kan tidak hanya terjadi terus-menerus, nikel nanti suatu ketika juga akan habis, tembaga juga akan habis suatu ketika, sehingga kita harus memanfaatkan momentum ini," ucap Esther dalam diskusi Indef, di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Dia mengatakan, pengelolaan SDA harus dilakukan secara maksimal agar semua pihak sejahtera. Maka, tata kelolanya perlu jadi perhatian.
Esther mengatakan, peran BUMD bisa masuk pada bagian ini. Mengingat BUMD dinilai memiliki kapasitas dan lebih mengenal mengenai daerahnya.
"Untuk itu revitalisasi peran BUMD harus digerakkan, jadi kalau semua yang menangani itu BUMN, itu tentu saja tidak akan mampu, yang tahu karakteristik daerah ya BUMD," ujar dia
"Nah, bagaimana bisa memberdayakan BUMD ataupun lembaga-lembaga di daerah itu untuk bersinergi dengan pusat untuk bisa mengelola sumber daya alam ini untuk kesejahteraan ekonomi di daerah tersebut," imbuhnya.
Â
Advertisement
Butuh Dana
Kendati demikian, Esther menyadari dalam menggarap sektor mineral dan pertambangan butuh dana yang tidak sedikit. Melihat kapasitas dana BUMD, maka diperlukan dukungan pendanaan dari sinergi dengan pemerintah pusat.
"Nah, di sisi lain tentu mengelola sektor mineral ini tidak mudah, butuh dana yang besar, yang namanya green technology ya, itu pasti butuh dana yang besar. Nah, untuk itu ya harusnya ada sinergi pendanaan," urainya.
Pendanaan itu bisa saja hadir dari masuknya investor. Pada konteks ini, Esther menyoroti perlunya keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
"Bagaimana bisa terjadi ya, pemerintah daerah harus menjadi host bagi investor yang baik.Jadi jangan sampai misalnya pemerintah daerah mau ada investor malah dipersulit izinnya, kemudian pungli-pungli dan seterusnya. Jadi, jadi host investor yang baik ya," terangnya.
