Tarif Royalti Minerba Bakal Diubah, Bagaimana Nasib Emiten Batu Bara Dkk?

Kenaikan tarif royalti komoditas metal berpotensi menekan kinerja emiten produsen mineral seperti Vale Indonesia (INCO), Trimegah Bangun Persada (NCKL), Aneka Tambang (ANTM), Bumi Resources Minerals (BRMS), dan Amman Mineral Internasional (AMMN).

oleh Pipit Ika Ramadhani Diperbarui 11 Mar 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2025, 06:00 WIB
Tambang Batu Bara milik Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan
Tambang Batu Bara milik Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan (dok: PTBA)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian ESDM berencana melakukan amandemen royalti mineral dan batu bara (minerba). Dalam rancangan tersebut, pemerintah akan menaikkan tarif royalti bagi sejumlah komoditas mineral, seperti nikel, tembaga, hingga emas.

Dalam skema kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP), tarif royalti akan mengalami kenaikan sebesar 1 persen untuk batu bara dengan kadar kalori hingga 4.200 serta yang berada di kisaran lebih dari 4.200 hingga 5.200, apabila Harga Batubara Acuan (HBA) mencapai atau melebihi USD 90 per ton.

Hal yang sama berlaku untuk kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), di mana tarif royalti naik sebesar 1 persen untuk kategori kalori yang sama ketika HBA mencapai batas tersebut. Namun, khusus untuk Penerimaan Hasil Tambang (PHT) pada batu bara dengan kalori dan HBA serupa, tarifnya justru mengalami penurunan sebesar 1 persen.

Sementara itu, dalam kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang merupakan perpanjangan dari PKP2B, pemerintah akan melakukan perubahan pada rentang tarif yang berlaku. Selain itu, terdapat rencana penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan pemegang kontrak IUPK, dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 22 persen menjadi mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.

"Jika (amandemen) disahkan, kami menilai usulan ini berpotensi menekan kinerja emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan izin IUP seperti Bukit Asam (PTBA) dan PKP2B seperti Indo Tambangraya Megah (ITMG)," kata Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani dalam risetnya, Selasa (11/3/2025).

 

Promosi 1

Bijih Tembaga dan Feronikel

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Selain itu, kenaikan tarif royalti untuk komoditas metal juga berpotensi menekan kinerja emiten produsen mineral seperti Vale Indonesia (INCO), Trimegah Bangun Persada (NCKL), Aneka Tambang (ANTM), Bumi Resources Minerals (BRMS), dan Amman Mineral Internasional (AMMN).

Berdasarkan rencana penyesuaian tersebut, komoditas yang akan mengalami kenaikan royalti paling tinggi adalah bijih tembaga dan feronikel. "Dengan harga tembaga sebesar USD 9.362 per ton pada Maret 2025, royalti bijih tembaga berpotensi naik 3x lipat dari 5 persen menjadi 15 persen, sementara royalti feronikel naik 150 persen dari 2 persen menjadi 5 persen," beber Hendriko.

Sementara itu, untuk produsen batu bara dengan kontrak IUPK, kami menilai bahwa wacana penyesuaian rentang tarif berpotensi meningkatkan kinerja emiten terkait, mengingat HBA per Maret 2025 sebesar US$128/ton. Emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan kontrak IUPK adalah Bumi Resources (BUMI), Indika Energy (INDY), dan Adaro Andalan Indonesia (AADI).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya