Liputan6.com, Jakarta Pengamat ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi, menyoroti fenomena PHK besar-besaran yang terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, seperti PT Sritex, Sanken, dan Yamaha Music.
Menurutnya, salah satu penyebab utama PHK adalah kebijakan pemerintah yang mempermudah izin impor perdagangan tekstil. Hal ini menyebabkan tekstil impor, terutama dari China, membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk lokal.
Advertisement
Baca Juga
"Itu gara-gara izin impor perdagangan tekstil yang dipermudah, itu kemudian tekstil dari Cina membanjiri Indonesia, ya itu kemudian berpengaruh pada industri tekstil kita. Karena tekstil yang dari impor itu katanya relatif murah dibandingkan dengan produk Indonesia, kalah bersaing di pasar," kata Tadjuddin kepada Liputan6.com, Senin (3/3/2025).
Advertisement
Hal ini mempengaruhi daya saing industri tekstil Indonesia yang kesulitan untuk mempertahankan posisi di pasar. Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia yang melemah dalam enam bulan terakhir juga berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat.
Penurunan konsumsi ini menyebabkan banyak perusahaan tekstil kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar seperti sebelumnya, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan produksi dan akhirnya berujung pada PHK.
"Daya beli masyarakat Indonesia kan menurun 6 bulan terakhir. Itu menyebabkan juga pasarnya menurun. Itu yang menyebabkan kemudian banyak tekstil nggak bisa produksi seperti dulu lagi," ujarnya.
Efisiensi dan Pilihan PHK sebagai Solusi
Maka untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan-perusahaan besar memilih untuk melakukan efisiensi, dan PHK sering kali menjadi solusi yang dipilih.
Efisiensi ini mengarah pada pengurangan jumlah tenaga kerja, karena itulah langkah yang paling mudah diambil oleh perusahaan-perusahaan yang tengah berjuang untuk bertahan di pasar yang semakin ketat.
"Salah satu upaya yang dilakukan mereka, pertama efesensi. Efesensi itu biasanya PHK, mengurangi buruh. Karena itu yang paling gampang," katanya.
Dalam kasus Sanken, yang bergerak di sektor industri IT, alasan PHK dan restrukturisasi tampaknya lebih kompleks. Menurut informasi yang diperolehnya, perusahaan ini berencana untuk memindahkan sebagian besar operasionalnya ke luar Indonesia, yakni ke Myanmar.
Alasan utama perpindahan ini adalah biaya produksi yang lebih rendah di Myanmar, terutama biaya sewa tanah dan peraturan yang dianggap lebih ringan dibandingkan di Indonesia.
"Kalau saya dengar katanya ke Myanmar. Karena kelihatannya mereka agak kurang cocok dengan di Indonesia karena terlalu banyak peraturan-peraturan," jelasnya.
Dampak Jangka Panjang: Pengangguran dan Masalah Sosial
Lebih lanjut, Tadjuddin memperingatkan bahwa dampak jangka panjang dari PHK besar-besaran akan meningkatkan angka pengangguran di Indonesia.
Saat ini, Indonesia tercatat memiliki angka pengangguran tertinggi di ASEAN, yaitu 7,2%. Jika tidak ada upaya untuk mengatasi masalah ini dengan tepat, kemungkinan besar angka pengangguran akan terus meningkat.
"Ya menganggur. Angka pengangguran kita kan tertinggi di ASEAN sekarang 7,2%. Jadi, nanti kalau itu tidak ditanggulangi dengan baik, tidak mungkin peluang kerja didapatkan tanpa ada investasi," ujarnya.
Selain itu, peningkatan pengangguran sering kali diikuti dengan masalah sosial yang lebih besar, seperti kemiskinan dan ketidakstabilan sosial. Dalam jangka panjang, dampak ini akan merugikan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Advertisement
Pengangguran
Salah satu solusi utama untuk mengatasi pengangguran adalah dengan menarik investasi. Namun, Tadjuddin menekankan bahwa masalah-masalah struktural yang ada di Indonesia, seperti masalah perizinan, penegakan hukum yang lemah, dan korupsi, membuat banyak investor enggan berinvestasi di Indonesia.
Hal ini menyebabkan berkurangnya peluang kerja baru, sementara banyak perusahaan yang memilih untuk hengkang ke negara lain yang menawarkan biaya yang lebih rendah dan kondisi yang lebih mendukung bagi investasi.
"Investasi itu yang relatif agak sulit ke Indonesia karena banyak investor nggak mau datang ke Indonesia karena banyak masalah. Masalah penegakan hukum, masalah perizinan, masalah itu lagi korupsi dan seterusnya. Itu yang menyebabkan investor nggak mau masuk ke Indonesia, malah yang banyak hengkang keluar," pungkasnya.
