Liputan6.com, Jakarta - Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar merespons pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) selama Ramadan 2025. Dia menilai, menu yang dihadirkan dinilai kurang mencukupi batas minimal gizi.
Media Wahyudi menjadi salah satu pihak yang sudah mengawal pelaksanaan MBG sejak awal dilaksanakan. Dia juga turut melakukan sederet penelitian mengenai efektivitas MBG tersebut. Dia mengakui sempat menerima laporan mengenai menu MBG yang berbeda drastis dari pelaksanaan saat sebelum ramadan.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi yang dikirim ke kami misalkan foto MBG-nya biskuit, ada telur untuk dimakan di rumah jadi saya enggak yakin ini memenuhi standar gizi," kata Media Wahyudi kepada Liputan6.com, Kamis (6/3/2025).
Advertisement
Dia menilai MBG ini terkesan dipaksakan untuk tetap berjalan selama ramadan. Alhasil, banyak keluhan masyarakat mengenai menu yang disajikan.
Badan Gizi Nasional (BGN) sendiri telah mengonfirmasi kalau menunya terdiri dari telur rebus, susu, kurma, buah, hingga kue kering fortifikasi. Kendati begitu, Media Wahyudi menilai menu itu belum bisa berdampak signifikan ke peningkatan gizi masyarakat.
"Makanan-makanannya adalah makanan yang sudah siap saji dalam bentuk biskuit, makanan yang sudah, ini mungkin perlu ahli gizi yang mengonfirmasi, tetapi menurut hemat daya, pembacaan saya sangat tidak relevan dan kemungkinan besar tentu tidak berdampak sama sekali terhadap upaya peningkatan gizi masyarakat," beber dia.
Lembaga Independen Akan Kontrol Kualitas Makan Bergizi Gratis
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan kualitas program makan bergizi gratis (MBG) akan dikontrol oleh lembaga independen. Nantinya, kata dia, lembaga independen tersebut akan melakukan akreditasi untuk memastikan kualitas dari makanan yang dibuat Statiun Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Bukan BGN dong, lembaga independen untuk melakukan akreditasi," kata Dadan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 5 Maret 2025.
Dia menyampaikan akreditasi makanan akan diberikan kategori unggul, baik sekali, dan baik. Dadan menyebut akreditasi akan dilakukan apabila SPPG sudah mencapai 2.000.
"Nanti ada akreditasi terkait itu. Nanti kita jalankan dulu intervensi sampai mentok di 2.000 SPPG mencakup 6 juta orang, akan bertahan sampai Agustus. Selama tidak bertambah SPPG kita akan lakukan akreditasi," tutur Dadan.
Sebelumnya, Sejumlah laporan dari banyak daerah menemukan menu makan bergizi gratis (MBG) yang tidak sesuai standar. Mulai dari makanan basi, tidak sesuai standar gizi, hingga siswa keracunan.
Advertisement
Perlu Riset
Menanggapi masalah itu, Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) Sebastian Salang menyatakan, harus ada perbaikan mulai dari di bagian hulu yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau biasa disebut dapur umum.
Sebastian menjelaskan, sebelum disalurkan ke tiap-tiap sekolah, alur makanan diolah di SPPG yang sudah mulai beroperasi sejak dini hari. Setiap SPPG punya tanggung jawab untuk menyajikan ratusan porsi.
Menurutnya, Quality control (QC) yang tidak baik, membuat makanan dari dapur umum seperti yang banyak diberitakan saat ini, anak-anak keracunan.
"Jadi dalam implementasinya itu banyak sekali berita yang muncul di media sosial, di media, berita-berita online berkaitan dengan pelaksanaan makan bergizi gratis," kata Sebastian Salang kepada wartawan di Jakarta, seperti dikutip Sabtu (1/3/2025).
"Karena itu, menurut GSRI, perlu sekali kita melakukan riset. Nah, dari riset yang kita lakukan itu memang terlihat sekali bahwa dari sisi konsepnya itu belum matang, dari sisi perencanaannya juga belum. Sehingga ketika bulan Januari dilaksanakan, sebetulnya di lapangan belum siap," tuturnya.
Ketidaksiapan Program MBG
Sebastian mengungkap ketidaksiapan program MBG dapat terlihat dari biasnya data penerima, dari konsep kerja sama dan efektivitas model dapur umum.
"Menurut saya enggak apa-apa pemerintah melakukan evaluasi, dan evaluasi secara menyeluruh, asal evaluasinya objektif, jujur dilakukan. Jadi, kalau ternyata ada fakta di lapangan yang menyatakan atau menunjukkan belum siap, ya tidak usah malu untuk moratorium," tegas Sebastian.
Sebastian menyatakan makan bergizi gratis seharusnya menjadi program yang sudah dipersiapkan secara matang sebelum dijalankan. Namun yang terjadi saat ini adalah sebaliknya.
"Saya sarankan mumpung masih awal, supaya uang negara ini tidak dihambur-hambur, lalu kemudian dampaknya tidak terukur dengan jelas, sementara efek negatifnya banyak sekali. Nah itu, menurut kita memang harus evaluasi dan jangan menunggu lama-lama. Ini sekarang sudah bulan Maret. Artinya sudah dua bulan. Cukup waktunya untuk melakukan evaluasi," Sebastian menandasi.
Advertisement
