Menkeu Akhirnya Blak-blakan Beberkan Kondisi Rupiah

Menkeu akhirnya memberikan komentarnya terkait pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang menembus level 12 ribu. APa pembelaannya?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Des 2013, 13:15 WIB
Diterbitkan 05 Des 2013, 13:15 WIB
chatib-basri-130910b.jpg
Menteri Keuangan Chatib Basri akhirnya angkat suara terkait ambruknya nilai tukar rupiah yang menembus level terburuknya di level 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Tanpa sungkan, Chatib mengakui penguatan rupiah yang terjadi beberapa lalu memang terjadi karena manfaat luar biasa dari kebijakan quantitative easing pemerintah AS.

Dari perkiraan tersebut, pemerintah menilai depresiasi kurs rupiah yang terjadi sejak pertengahan tahun lalu merupakan cerminan kondisi mata uang Indonesia yang bergerak tanpa suntikan likuiditas dari Bank Sentral AS.

Bahkan Chatib mengaku nasib baik kurs rupiah pada beberapa bulan lalu merupakan kondisi semu karena limpahan likuiditas dari luar negeri.

"Ekonom selalu membandingkan situasi ekonomi Indonesia saat ini dengan kurun waktu 3-6 bulan lalu saat nilai tukar rupiah berjaya di level Rp 9.000 per dolar AS. Tapi mereka tidak melihat  kondisi kita yang sebenarnya saat ini seperti situasi di 2009," terang dia di Kantornya, Kamis (5/12/2013).

Derasnya kucuran dana senilai US$ 2,5 triliun dari pemerintah AS juga diakui ikut mendorong peningkatan harga komoditas Indonesia selama empat tahun terakhir.

"Dana yang masuk sangat kencang, nilai tukar rupiah menguat sampai Rp 9.000 per dolar AS. Tapi ternyata itu karena kebijakan moneter AS menyebar likuiditas, bukan karena rupiah mencapai titik keseimbangan," jelasnya.

Namun kini, Chatib mengaku, saat pertumbuhan ekonomi AS mulai membaik, The Federal Reserve memutuskan untuk menarik kembali likuiditas dana tersebut secara bertahap yang diperkirakan dilakukan pada 2014.

"Baru pengumuman tapering off, nilai tukar rupiah langsung menunjukkan volatilitas tinggi, harga komoditas ekspor merosot tajam karena masih mengandalkan ekspor bahan mentah," ucapnya.

Chatib mengatakan, pemerintah telah mempersiapkan paket kebijakan ekonomi, serta upaya lain untuk menghadapi dampak dari tapering off. Pasalnya cepat atau lambat, The Fed akan melakukan kebijakan moneter tersebut.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menegaskan Indonesia tidak mengalami krisis karena fundamental negara masih cukup kuat. BI memberikan gambaran terkait kondisi ekonomi makro beberapa tahun ke belakang supaya negara ini bisa belajar dari masa lalu.

"Saat ini tidak ada krisis. Yang ada hanya terjadi turbulance di pasar keuangan. Kita cuma perlu istirahat, minum obat supaya tidak masuk ICU," ungkap Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara. (Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya