Perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia ternyata masih banyak yang belum melaksanakan kewajibannya untuk membayarkan pajak kepada negara.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi bahkan membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, memang masih ada perusahaan tambang yang melakukan kenakalan dengan menghindari pajak, namun perilaku ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala kecil.
"Memang benar, tetapi kenakalan dilakukan oleh industri-industri pertambangan kecil. Mereka tidak mau membayar pajak, atas alasan pendapatan mereka kecil, tapi itu hanya alasan saja" ujarnya di Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Dia mengatakan, sebenarnya sudah ada penagihan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut namun selalu dipersulit untuk dapat masuk ke dalam wilayah pertambangan tersebut.
"Orang-orang pajak sebenarnya sering datang kesana, tapi mereka selalu dihalang-halangi sama orang bayaran mereka. Hal itu paling banyak terjadi di daerah Kalimantan" lanjutnya.
Sofjan menilai, para petugas dari Direktorat Jenderal Pajak sendiri harus bersikap lebih tegas terhadap perusahaan-perusahaan tambang tersebut sehingga jangan hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang ada Indonesia saja, tetapi juga harus turut menyumbang pendapatan yang dihasilkannya kedalam kas negara.
"Pemerintah harus lebih keras lah, enak saja dia sudah merusak alam tapi tidak mau bayar pajak. Bila perlu tutup saja dan cabut izinnya," tutur Sofjan.
Selain itu, para petugas pajak juga dapat bekerja sama dengan pihak bea dan cukai untuk mematikan aktifitas ekspor barang tambang perusahaan yang menunggak pajak tersebut dengan cara melakukan pencegahan barangnya keluar dari kawasan pelabuhan.
"Mereka itu kan masih terus melakukan ekspor yang mobilitasnya melalui pelabuhan, adakan kerja sama dengan pihak pelabuhan, jangan kasih izin untuk keluar, mati dia pasti," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany sendiri mengakui, lembaga yang dipimpinnya mengalami kesulitan untuk menagih pajak pada sektor pertambangan. Padahal potensi jumlah penerimaan pajak ini sangat besar, bahkan lebih besar dari penerimaan pajak dari sektor properti.
"Pusat-pusat tambang yg besar itu sudah rutin kita periksa, justru yang menjadi masalah adalah yang menengah, kecilnya buat mereka kan ratusan miliar," katanya. (Dny/Ahm)
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi bahkan membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, memang masih ada perusahaan tambang yang melakukan kenakalan dengan menghindari pajak, namun perilaku ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala kecil.
"Memang benar, tetapi kenakalan dilakukan oleh industri-industri pertambangan kecil. Mereka tidak mau membayar pajak, atas alasan pendapatan mereka kecil, tapi itu hanya alasan saja" ujarnya di Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Dia mengatakan, sebenarnya sudah ada penagihan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut namun selalu dipersulit untuk dapat masuk ke dalam wilayah pertambangan tersebut.
"Orang-orang pajak sebenarnya sering datang kesana, tapi mereka selalu dihalang-halangi sama orang bayaran mereka. Hal itu paling banyak terjadi di daerah Kalimantan" lanjutnya.
Sofjan menilai, para petugas dari Direktorat Jenderal Pajak sendiri harus bersikap lebih tegas terhadap perusahaan-perusahaan tambang tersebut sehingga jangan hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang ada Indonesia saja, tetapi juga harus turut menyumbang pendapatan yang dihasilkannya kedalam kas negara.
"Pemerintah harus lebih keras lah, enak saja dia sudah merusak alam tapi tidak mau bayar pajak. Bila perlu tutup saja dan cabut izinnya," tutur Sofjan.
Selain itu, para petugas pajak juga dapat bekerja sama dengan pihak bea dan cukai untuk mematikan aktifitas ekspor barang tambang perusahaan yang menunggak pajak tersebut dengan cara melakukan pencegahan barangnya keluar dari kawasan pelabuhan.
"Mereka itu kan masih terus melakukan ekspor yang mobilitasnya melalui pelabuhan, adakan kerja sama dengan pihak pelabuhan, jangan kasih izin untuk keluar, mati dia pasti," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany sendiri mengakui, lembaga yang dipimpinnya mengalami kesulitan untuk menagih pajak pada sektor pertambangan. Padahal potensi jumlah penerimaan pajak ini sangat besar, bahkan lebih besar dari penerimaan pajak dari sektor properti.
"Pusat-pusat tambang yg besar itu sudah rutin kita periksa, justru yang menjadi masalah adalah yang menengah, kecilnya buat mereka kan ratusan miliar," katanya. (Dny/Ahm)