Paksa Bangun Smelter, Ekspor Mineral RI Amblas US$ 4 Miliar

Pemerintah akan memberikan tenggat waktu kepada perusahaan pertambangan untuk mengejar dan merealisasikan pembangunan smelter.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Des 2013, 09:35 WIB
Diterbitkan 06 Des 2013, 09:35 WIB
pabrik-smelter130729c.jpg
Setelah menuai perdebatan panjang dari sejumlah kalangan, pemerintah akhirnya terus melaju melaksanakan Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 tahun 2009 tentang larangan ekspor barang mineral mentah serta membangun smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) mineral di 2014. Hal ini akan dilakukan meskipun ada potensi terhentinya kegiatan ekspor minerba sementara waktu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah akan memberikan tenggat waktu kepada perusahaan pertambangan untuk mengejar dan merealisasikan pembangunan smelter.

"Kita konsisten dengan UU sehingga 12 Januari 2014, tidak boleh lagi ekspor (bahan mentah). Diberikan waktu lima tahun untuk menjalankannya walaupun seharusnya semua sudah wajib membangun smelter. Makanya yang belum dipercepat," ungkap dia di Jakarta, Kamis (6/12/2013) malam.

Namanya sebuah keputusan pasti ada risiko. Inilah yang sudah dipikirkan secara matang oleh pemerintah bahwa ada potensi kehilangan penerimaan negara dari ekspor barang mentah mencapai US$ 4 miliar.

"Dengan membangun smelter, ada peluang ekspor dari barang mineral setelah proses pengolahan (processing) senilai US$ 5 miliar, sedangkan tanpa proses (unprocessing) sebesar US$ 4 miliar. Unporcessing ini akan hilang mendadak, tapi ekspor US$ 5 miliar akan naik dengan harga lebih mahal karena sudah diproses," tegas Hatta.

Vakumnya ekspor barang minerba mentah, menurut Hatta akan menyebabkan neraca perdagangan Indonesia masih defisit hingga tahun 2015. Setelah itu, kembali bangkit dengan kinerja surplus.

"Kalau ada defisit itu karena kekurangan US$ 4 miliar tadi sampai 2015. Tapi kan bisa ditambal dari penggunaan campuran biodiesel pada solar yang memberi kontribusi penghematan US$ 4 miliar di tahun depan. Namun neraca perdagangan bisa surplus sekitar US$ 1,8 miliar pada 2016," jelasnya.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik memastikan perusahaan pertambangan yang belum selesai merealisasikan pembangunan smelter dilarang untuk mengekspor barang mentah.

"Tidak boleh (eskpor), kebut saja (pembangunan smelter). Tapi kalau perusahaan tambang punya produksi, bisa dijual ke perusahaan lain yang punya smelter. Jadi jual di dalam negeri," tandasnya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya