Bank Indonesia (BI) mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tahun pertama untuk memperketat pengawasan terhadap bank yang masuk kategori terkena dampak sistematik. Pengawasan itu termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Ada area yang memang perlu diwaspadai dan memberikan pandangan misalnya bank pembangunan daerah yang dekat sekali dengan kegiatan pemerintah daerah," ungkap Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam Forum Group Discusion dengan Media di Gedung Bank Indonesia, Jumat (17/1/2014).
Dekatnya BPD dan BPR dengan aktifitas pemerintahan daerah maka akan membuka risiko-risiko yang ditimbulkan karena beberapa nasabah daerah atau bahkan korban dari beberapa pejabat daerah yang tidak bertanggung jawab.
"Nah itu yang perlu selalu dijaga, bank kreditan rakyat juga perlu diperhatikan, sehingga nantinya tidak ada juga pejabat publik yang salah wewenang," ujar Agus.
Agus menambahkan, meski begitu hingga saat ini permasalahan dari bank yang berdampak sistematik memang belum terlihat. Hal itu karena saat ini ekspansi perbankan cukup terbilang tinggi dengan maksud untuk pengamanan aset.
"Saat ini 18,6% ekspansi aset berkali-kali lipat sudah bagus, dan punya modalnya tinggi, bahkan cukup tinggi di kawasan Asia," jelas dia.
Dengan begitu secara keseluruhan perbankan Indonesia masih cukup likuid. Ini tentunya didukung dengan alat likuid yang dipasang setiap bank.
"Hutang kewajiban yang dibayar masih menujukkan angka minum, kami ada alat pemantau likuid, pemasangannya bahkan di atas 50 persen," ungkapnya.
Sebagai informasi, BI mulai tahun 2014 tidak lagi menjadi otoritas yang mengawasi perbankan. Hal itu kini menjadi wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Yas/Ahm)
Baca juga:
BI Minta OJK Audit Kesehatan Perbankan Tiap 6 Bulan
BI Klaim Pengawasan Bank Serahkan ke OJK dalam Keadaan Aman
OJK dan BI Rajin Koordinasi Biar Transisi Mulus
"Ada area yang memang perlu diwaspadai dan memberikan pandangan misalnya bank pembangunan daerah yang dekat sekali dengan kegiatan pemerintah daerah," ungkap Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam Forum Group Discusion dengan Media di Gedung Bank Indonesia, Jumat (17/1/2014).
Dekatnya BPD dan BPR dengan aktifitas pemerintahan daerah maka akan membuka risiko-risiko yang ditimbulkan karena beberapa nasabah daerah atau bahkan korban dari beberapa pejabat daerah yang tidak bertanggung jawab.
"Nah itu yang perlu selalu dijaga, bank kreditan rakyat juga perlu diperhatikan, sehingga nantinya tidak ada juga pejabat publik yang salah wewenang," ujar Agus.
Agus menambahkan, meski begitu hingga saat ini permasalahan dari bank yang berdampak sistematik memang belum terlihat. Hal itu karena saat ini ekspansi perbankan cukup terbilang tinggi dengan maksud untuk pengamanan aset.
"Saat ini 18,6% ekspansi aset berkali-kali lipat sudah bagus, dan punya modalnya tinggi, bahkan cukup tinggi di kawasan Asia," jelas dia.
Dengan begitu secara keseluruhan perbankan Indonesia masih cukup likuid. Ini tentunya didukung dengan alat likuid yang dipasang setiap bank.
"Hutang kewajiban yang dibayar masih menujukkan angka minum, kami ada alat pemantau likuid, pemasangannya bahkan di atas 50 persen," ungkapnya.
Sebagai informasi, BI mulai tahun 2014 tidak lagi menjadi otoritas yang mengawasi perbankan. Hal itu kini menjadi wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Yas/Ahm)
Baca juga:
BI Minta OJK Audit Kesehatan Perbankan Tiap 6 Bulan
BI Klaim Pengawasan Bank Serahkan ke OJK dalam Keadaan Aman
OJK dan BI Rajin Koordinasi Biar Transisi Mulus