Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui telah menerima pengajuan Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) dari 2 perusahaan pembiayaan, Kedua perusahaan ini merupakan bagi dari tujuh perusahaan pembiayaan bermasalah pada 2013.
Deputi Komisione Pengawasan Industri Keuangan Non Bank II OJK Dumoly F Pardede mengungkapkan dua perusahaan masing-masing PT Siantar Top Multifinance dan PT Cahyagold Prestya Finance mengatakan mengaku sudah tidak sanggup menjalankan kembali bisnisnya.
"Kalau sudah dikasih waktu mereka sudah nggak sanggup, ya dicabut izin," ujarnya usai acara Pertemuan Anggota dan Apresiasi Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Sebelum sampai pada proses PKU, perusahaan-perusahaan pembiayaan tersebut sebetulnya sudah melalui serangkaian tahapan yang diatur sesuai perundangan OJK. Tahapan tersebut diantaranya periode Surat Peringatan (SP) I hingga III, PKU, dan terakhir pencabutan izin. "Kalau tidak salah terakhir itu 3 bulan yang lalu," lanjutnya.
Dumoly menjelaskan, perusahaan yang terkena sanksi umumnya dikarenakan persoalan modal. Namun ada juga perusahaan yang menghadapi persoalan lain seperti Non Performance Financing (NPF), gearing rasio, FHR, tata kelola, termasuk ketaatan terhadap anti pencucian uang (money laundring).
"Masalah permodalan memang butuh waktu, menyangkut pemegang saham, mereka punya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," tandasnya.
Terkait nasib 5 perusahaan pembiayaan lainnya, OJK teleh meminta manajemen untuk menambahkan modal agar bisa bertahan di bisnis keuangan ini.
Untuk bisa beroperasional dengan sehat, sebuah perusahaan multifinance sedikitnya membutuhkan permodalan minimal Rp 100 miliar. Meski diakui, perusahaan dengan kondisi kuat setidaknya harus memiliki modal antara Rp 500 miliar sampai sekian triliun.
"Saat ini modal baru Rp 100 miliar, yang syariah masih ada yang Rp 40 miliar, itu seperti perusahaan pembiayaan untuk motor bekas yang didesa-desa," lanjutnya. (Dny/Shd)
Baca juga
Deputi Komisione Pengawasan Industri Keuangan Non Bank II OJK Dumoly F Pardede mengungkapkan dua perusahaan masing-masing PT Siantar Top Multifinance dan PT Cahyagold Prestya Finance mengatakan mengaku sudah tidak sanggup menjalankan kembali bisnisnya.
"Kalau sudah dikasih waktu mereka sudah nggak sanggup, ya dicabut izin," ujarnya usai acara Pertemuan Anggota dan Apresiasi Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Sebelum sampai pada proses PKU, perusahaan-perusahaan pembiayaan tersebut sebetulnya sudah melalui serangkaian tahapan yang diatur sesuai perundangan OJK. Tahapan tersebut diantaranya periode Surat Peringatan (SP) I hingga III, PKU, dan terakhir pencabutan izin. "Kalau tidak salah terakhir itu 3 bulan yang lalu," lanjutnya.
Dumoly menjelaskan, perusahaan yang terkena sanksi umumnya dikarenakan persoalan modal. Namun ada juga perusahaan yang menghadapi persoalan lain seperti Non Performance Financing (NPF), gearing rasio, FHR, tata kelola, termasuk ketaatan terhadap anti pencucian uang (money laundring).
"Masalah permodalan memang butuh waktu, menyangkut pemegang saham, mereka punya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," tandasnya.
Terkait nasib 5 perusahaan pembiayaan lainnya, OJK teleh meminta manajemen untuk menambahkan modal agar bisa bertahan di bisnis keuangan ini.
Untuk bisa beroperasional dengan sehat, sebuah perusahaan multifinance sedikitnya membutuhkan permodalan minimal Rp 100 miliar. Meski diakui, perusahaan dengan kondisi kuat setidaknya harus memiliki modal antara Rp 500 miliar sampai sekian triliun.
"Saat ini modal baru Rp 100 miliar, yang syariah masih ada yang Rp 40 miliar, itu seperti perusahaan pembiayaan untuk motor bekas yang didesa-desa," lanjutnya. (Dny/Shd)
Baca juga
Menyambut Pengawasan Perbankan ke Tangan OJK Mulai 2014
OJK Awasi Aset Dana Rp 11.000 Triliun
Baca Juga
Butuh Modal Besar, Bank Jabar Tangguhkan Akuisisi Multifinance
Advertisement