Liputan6.com, Jakarta Raut bahagia terus terpancar dari wajah dua pemain ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari. Betapa tidak, mereka baru saja mencetak prestasi luar biasa dengan merebut medali emas pertama bagi kontingen Indonesia di Asian Games 2014.
Greysia/Nitya meraih emas setelah di final mengalahkan unggulan pertama dari Jepang, Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo, 21-15, 21-9. Kemenangan Greysia/Nitya juga menghapus dahaga setelah 36 tahun nomor ganda putri belum berhasil membawa medali emas dari ajang Asian Games.
Berikut petikan wawancara bersama Greysia/Nitya seputar kemenangan di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korea.
Bisa diceritakan apa yang terjadi di partai final hingga Greysia dan Nitya memenangkan pertandingan?
Greysia : Kami tahu melawan pasangan Jepang ini tidak akan mudah, karena mereka punya pertahanan yang bagus, serangan berbahaya dan rajin mengambil bola. Tapi saat itu kami tahan-tahanin saja. Waktu berhasil mencapai poin 17, saya langsung berpikir bahwa ini adalah momentum buat kami. Selain itu lawan juga kelihatan dari wajahnya agak down.
Saat unggul, apa yang dikomunikasikan di lapangan bersama pasangan ?
Nitya : Standar saja, kami hanya mengingatkan untuk selalu siap dan tidak boleh lengah.
Greysia : Saat itu saya sering ditegur wasit, kadang kalau memberi shuttlecock ke lawan agak kencang, atau teriak di depan lawan. Saya bilang sama wasit “Maaf, saya terlalu bersemangat”. Makanya Nitya sering menepuk bahu saya dan mengingatkan saya untuk kontrol diri.
Ketika menang, Greysia dan Nitya langsung berhamburan dan berpelukan dengan pelatih, apa yang diucapkan saat itu?
Greysia : Saya saat itu senang sekali, saya hanya menangis bahagia dan bilang “Oh My God”, saya tak bisa berkata-kata. Sementara pelatih bilang “We did it!” berulang-ulang kali.
Nitya : Saya juga tak dapat menahan air mata haru, saat itu saya langsung mengucapkan terima kasih kepada pelatih yang telah membawa kami jadi juara.
Malam sebelum bertanding ada firasat apa?
Nitya : Saya tidak punya firasat apa-apa karena saya memang tidak mau memikirkan kalau besok itu final atau semifinal dan lain-lain. Tapi saya hanya berpikir kalau besok main bagus saja.
Greysia : Kalau saya sempat tidak bisa tidur malam harinya, tidak tahu kenapa. Kalau makan sih terasa enak saja, karena banyak pilihan makanan di athlete dining hall, ha ha ha.
Ada apa dengan warna jersey hitam yang selalu dipakai dari babak perempat final? Apakah ini warna hoki untuk Greysia dan Nitya?
Nitya : Kami sebetulnya sudah menyiapkan jersey warna merah dan hitam. Tapi sejak babak perempat final, kami selalu berhadapan dengan lawan yang rangkingnya lebih tinggi, jadi kami harus selalu mengalah soal pilihan warna kostum tanding.
Saat melawan Reika Kakiiwa/Miyuki Maeda (Jepang) di perempat final, mereka pakai jersey warna merah muda, jadi kami tidak bisa pakai jersey yang warnanya mirip. Begitu juga saat melawan Tian Qing/Zhao Yunlei (Tiongkok), kami juga diminta ganti baju karena warnanya mirip.
Saat tanding di final, lagi-lagi kami harus mengganti baju sebelum masuk lapangan karena kembali berhadapan dengan pemain Jepang. Nggak tahu juga ternyata jersey hitam ini membawa hoki buat kami, ha ha ha.
Apa yang ada di pikiran Greysia dan Nitya saat berdiri di podium, melihat bendera Merah-Putih berkibar diiringi lagu Indonesia Raya?
Greysia : Rasa capek, lelah, tangis, latihan berat, semua pengorbanan terbayar sudah. Tapi seperti kata pelatih, kami tak boleh puas karena ini baru awal, masih banyak tugas kami selanjutnya.
Nitya : Yang pasti terharu dan bangga sudah memberikan yang terbaik dari kami. Saat itu saya berpikir bahwa hasil ini bukan cuma buat keluarga, tetapi juga buat rakyat Indonesia. Tanpa dukungan semua, kami tidak mungkin ada di posisi sekarang ini. Bahkan orang yang tidak kami kenal mungkin juga ikut mendoakan kami saat bertanding, jadi keberhasilan ini berkat semuanya.
Bertahun-tahun telah berpasangan, apakah Greysia dan Nitya pernah bertengkar?
Greysia : Sebagai pasangan dan teman, tentunya pernah. Tapi kami baikan lagi karena kami punya tujuan dan komitmen bersama sebagai pasangan main. Selain itu, pelatih juga punya peran penting dalam hal ini. Bukan cuma sama kali, tapi atlet-atlet ganda putri lain. Koh Didi juga turun langsung soal non teknis seperti ini, maklum anak didiknya perempuan semua yang perasaannya lebih sensitif dari laki-laki, ha ha ha.
Kalau ada masalah, kami bertemu bertiga. Saat sudah selesai dibicarakan, Koh Didi bilang “Sudah selesai ya sampai di sini, tidak boleh ada gondok-gondokan, kalau ada, keluarin sekarang. Awas ya kalau sampai saya dengar lagi soal ini”. Begitu kata beliau. (Badmintonindonesia.org)
Advertisement