Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2014 adalah tahunnya Juventus. Bagaimana tidak, di tahun ini La Vecchia Signora sukses meraih gelar Scudetto ketiga secara beruntun. Sebaliknya, AC Milan dan Inter Milan mengalami mimpi buruk. Keduanya finis di luar zona Liga Champions.
Pada Mei lalu, Juve meraih Scudetto ke-30 mereka. Carlos Tevez dan kawan-kawan finis di singgasana dengan 102 poin, unggul 17 angka atas AS Roma. Juve begitu perkasa dengan catatan 33 kemenangan dari 38 laga.
Juve melibas semua pesaing mereka. Mulai dari Roma, Napoli, hingga duo Milan. Di markas mereka, Juventus Stadium, tim yang musim lalu dilatih Antonio Conte itu meraih torehan sempurna. Juve menyapu bersih 19 laga kandang dengan kemenangan.
Catatan gol Bianconeri juga impresif. Arturo Vidal dan kawan-kawan melesakkan 80 gol. Ini membuat Juve sebagai tim paling produktif.
Tak hanya tajam di depan, lini belakang Juve juga menunjukkan catatan menakjubkkan. La Vecchia Signora hanya kebobolan 23 gol dan ini membuat Juve dinobatkan tim dengan pertahanan terbaik Serie A.
Pergantian kursi pelatih di bulan Juni lalu juga tak mempengaruhi superioritas Juve. Terbukti Juve memilih langkah tepat dengan penunjukkan Massimiliano Allegri.
Baca Juga
Tangan dingin Allegri mampu mengantarkan Juve bertengger di puncak klasemen pada akhir tahun ini. Meski sempat diragukan, namun mantan pelatih Milan itu mampu menepis semua keraguan.
Bianconeri duduk nyaman di singgasana dengan 39 poin dari 16 pertandingan. Mereka unggul 3 angka atas Roma.
Advertisement
Ingin tahu mimpi buruk duo Milan, klik di halaman berikutnya --->
Mimpi Buruk Duo Milan
Bak langit dan bumi. Jika 2014 jadi tahun indah bagi Juventus, maka tahun ini adalah mimpi buruk duo Milan. Baik AC Milan maupun Inter Milan mengalami kemunduran besar.
Keduanya tak lolos Liga Champions. Milan finis di peringkat 8, sementara Inter mengakhiri kompetisi di posisi 5. Tanda-tanda kemunduran keduanya sudah tercium di awal tahun. Milan memecat Allegri dan menunjuk Clarence Seedorf.
Bersama Seedorf, prestasi Milan tak kunjung membaik. Alhasil Milan kemudian mengganti pelatih lagi dan menunjuk Filippo Inzaghi di bulan Juni.
Di tangan Super Pippo, Milan menunjukkan permainan atraktif. Akan tetapi, Rossoneri tetap tak stabil. Milan mengakhiri tahun ini di peringkat 7 dengan catatan 6 kemenangan, 7 imbang, 3 kalah dari 16 laga.
Sementara Inter, setali tiga uang. La Beneamata juga memecat pelatih tahun ini yaitu Walter Mazzari. Klub milik pengusaha Indonesia Erick Thohir itu kemudian menunjuk Roberto Mancini.
Mancini adalah pelatih bermental juara. Ia sudah membuktikan diri sukses bersama Lazio, Fiorentina, Inter (periode pertama 2004-2008), Manchester City dan Galatasaray.
Selama 13 tahun melatih, Mancini meraih 13 trofi. Akan tetapi, tangan dingin Mancini sejauh ini belum mampu mengangkat Inter dari keterpurukan.
Dari 7 laga yang dilalui bersama Mancini, Inter baru memetik 2 kemenangan. Alhasil, di akhir tahun ini, Inter harus ikhlas bertengger di posisi 11 klasemen Serie A.
Baca Juga
Benarkah 3 Pesepakbola Indonesia Ini Mirip Pemain Eropa?
Advertisement