Jejak Bersejarah Karateka Muda Indonesia di Pentas Dunia

Indonesia berhasil mendulang empat emas di Kejuaraan Karate Dunia WKF Junior, Kadet, dan U21 ke-9.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 16 Nov 2015, 22:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2015, 22:00 WIB
Karateka, Ahmad Zigi Zaresta
Karateka Indonesia, Ahmad Zigi Zaresta naik podium dan mengumandangkan Indonesia Raya usai meraih juara nomor Junior Kata pada Kejuaraan Dunia Karate Junior, Cadet dan U-21, di ICE, BSD, Tangerang, Kamis (12/11/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Liputan6.com, Jakarta Kejuaraan Dunia Karate WKF Junior, Kadet, dan U21yang digelar Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai, Tangerang, berakhir, Minggu (15/11/2015). Selama empat hari, karateka-karateka muda terbaik dari berbagai belahan dunia bertarung di berbagai nomor dan kategori. 

Ini merupakan kali kesembilan kejuaraan yang sama digelar oleh induk olahraga karate dunia, WKF. Dua tahun lalu, event yang sama juga digelar di Guadalajara,Meksiko, 7-10 November 2013. Saat itu, sebanyak 1330 peserta dari 100 negara ikut ambil bagian. Mereka bertarung di 31 kategori.

Kontingen Mesir saat itu keluar sebagai juara umum. Pasukan Negeri Firaun berhasil membawa pulang 9 emas dan 6 perunggu. Disusul di tempat kedua, Jepang dengan 6 emas, 4 perak, dan 2 perunggu.  Posisi ketiga ditempati Prancis dengan 3 emas dan 7 perak, dan 1 perunggu.  

Sedangkan Indonesia yang hanya memboyong 6 karateka; 4 putra dan 2 putra masih menjadi 'penggembira' pada kejuaraan ini. Kontingen Merah Putih harus pulang tanpa satu medalipun.

Nasib Indonesia Berubah

Dua tahun kemudian, giliran Indonesia yang jadi tuan rumah. Pada Kejuaraan Dunia Karate WKF Junior, Kadet, dan U21 ke-9, jumlah peserta lebih sedikit, yakni 1425 karateka dan 91 negara. Namun sebagai tuan rumah, Indonesia turun dengan kekuatan penuh, yakni 35 karateka.

Tampil di depan publik sendiri, 'nasib' Indonesia pun berubah drastis. Empat emas mampu diboyong karateka-karateka muda terbaik Tanah Air. Emas pertama dipersembahkan oleh karateka Ahmad Zigi Zaresta. Tampil di nomor kata perorangan putra kadet, Zigi merebut emas setelah mengalahkan wakil Spanyol Pereda Elorduy dengan skor 3-2 di hari pertama, Kamis (12/11/2015).

Hasil ini menjadi sejarah baru bagi perjalanan karate Indonesia. Sebab, sejak kejuaraan yang sama digelar pertama kali, Indonesia  belum pernah sekalipun mampu merebut kepingan medali.

Zigi seakan membuka jalan bagi karateka-karateka Indonesia lainnya. Di hari kedua, keran medali tuan rumah terbuka lebar. Dua kepingan emas diraih lewat nomor kumite. Diawali oleh bocah Mataram, Faqih Karomi  yang tampil di  nomor Kumite Kadet Putra kelas -70kg. Di babak final Faqih kembali mengubur mimpi Spanyol usai mengalahkan Marc Camacho Torres, dengan skor 5-2.

Di hari yang sama, Ceyco Georgia Zefanya Hutagalung, juga tak mau kalah. Meski baru pertama kali tampil di kejuaraan dunia, Ceyco mampu membawa pulang medali emas dari nomor Kumite  Junior 59+kg putri usai mengalahkan wakil Turki, Eltemur Eda dengan skor tipis 6-5. 

Kepingan emas Indonesia kembali bertambah di hari keempat lewat Muhammad Fahmi Sanusi. Tampil di nomor kumite junior -76kg, Fahmi mengalahkan wakil Spanyol, Maulina Arenkon 2-1.

Indonesia sebenarnya masih menyisakan wakilnya di hari terakhir, Minggu (15/11/2015). Namun Dewi Fortuna sudah mulai menjauh. Tak satu pun yang berhasil menambah kepingan emas bagi tim Merah Putih. Akibatnya, Indonesia harus puas berada di urutan keempat dengan 4 emas.

Posisi juara umum, jatuh ke tangan Jepang dengan 8 emas, 3 perak, dan 7 perunggu. Disusul di posisi kedua, Turki dengan 7 emas, 1 perak, dan 5 perunggu. Sedangkan posisi ketiga menjadi milik kontingen Mesir dengan koleksi 6 emas, 8 perak, dan 7 perunggu.

Pelatih Kepala Tim Indonesia, Mursalim Bado'o, menilai empat emas yang diraih kontingen Indonesia sangat luar biasa. Ini tak lepas dari kekuatan penuh yang diturunkan pada kejuaraan ini. Selain itu, faktor kebersamaan juga sangat mendukung para atlet dalam meraih prestasi.

"Kunci sukses kami adalah kebersamaan, semangat juang, dan juga doa warga Indonesia. Masih ada beberapa event dalam waktu dekat. Karateka terbaik akan dipanggil ke pelatnas Asian Games.”

Hal senada juga diungkapkan oleh pelatih asal Prancis yang menangani Indonesia, Tareq Abdesselem. Menurutnya, ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Hasil ini juga menurutnya semakin menegaskan bahwa Indonesia punya potensi besar untuk berbicara di pentas dunia.

"Populasi di Indonesia yang terbesar di dunia. Potensinya besar untuk bisa maju," katanya.

"Saat pertama kali saya datang, saya melihat Indonesia punya banyak materi pemain. Mereka hanya perlu diarahkan untuk bermain dengan strategi. Dan ini sudah mulai terlihat," bebernya.  

Abdesselem sebenarnya tidak khusus menangani atlet yang tampil di Kejuaraan Dunia Karate WKF Junior, Kadet, dan U-21 saja. Tugas besarnya adalah mempersiapkan karateka-karateka Indonesia ke Asian Games 2018. "Saya sebenarnya tak ingin mengganggu komposisi yang ada. Tapi saya pikir beberapa nama seperti, Faqih, Fahmi, dan Ceyco sudah layak masuk ke pelatnas senior."

Berlinang Air Mata

Meski bukan kejuaraan berlabel senior, persaingan di level junior juga tetap berlangsung ketat. Baik untuk level junior, kadet, maupun U21. Ambisi untuk merebut medali juga sangat besar.

Tak heran bila setiap hari, nyaris ada saja karateka-karateka yang menangis karena kalah. Utamanya mereka yang bermain di nomor kadet dan junior. Usia yang masih muda membuat mereka kadang sulit untuk meredam emosi sehingga kadang tak kuasa untuk menahan tangis.

Salah seorang karateka Indonesia juga sempat menangis sejadi-jadinya gara-gara gagal dalam perebutan medali perunggu. Emosinya baru reda setelah mendapat pelukan dari pelatihnya.

Namun ada juga yang berusaha menahannya dengan sekuat tenaga. Karateka asal Spanyol, Alejandro Maulina Arenkon, salah satunya. Arenkon memang tak kuasa menyembunyikan kekesalannya saat gagal merebut medali di nomor kumite junior -76kg. Apalagi di final dia kalah dari karateka Indonesia, Muhammad Fahmi Sanusi, dengan skor yang sangat tipis 1-2.

Usai laga, Arenkon langsung meninggalkan lokasi laga. Tampak jelas bagaimana dia menahan air matanya agar tidak tumpah. Saat di podium, dia juga sulit tersenyum karena masih dongkol.

Mata karateka Indonesia, Faqih Karomi, juga sempat berkaca-kaca usai merebut medali emas. Namun tentu bukan karena sedih, tapi karena bahagia mampu membaya tuntas pengorbanan orang tuanya selama ini. (Baca berita: Jual Cincin, Modal Utama Karateka Ini Harumkan Indonesia)

Sementara itu, Kejuaraan Dunia Karate WKF, Junior, Kadet, dan U-21 yang digelar di Indonesia menghadirkan pengalaman tersendiri bagi para peserta manca negara. Apalagi sebagian besar baru pertama kali berkunjung ke Tanah Air. "Ya, ini pengalaman pertama saya ke Indonesia," kata karateka putri asal Prancis, peraih emas nomor junior kumite -59kg, Gwendoline Phillipe.

"Cuaca di sini panas. Tapi saya senang karena orang-orangnya ramah," beber Gwendoline.

Kesan yang sama juga dirasakan oleh karateka putri asal Venezuela, Andrea Armada. Dia juga mengaku baru pertama kali ke Indonesia. "Di sini panas sekali. Tapi saya senang bisa ke Indonesia, karena ini merupakan pengalaman baru bagi saya," beber karateka yang turun di nomor kata itu.

Para peserta memang tidak semuanya pulang membawa medali. Namun setidaknya pengalaman tampil di Kejuaraan Dunia Karate WKF Junior, Kadet, dan U-21 ke-9, tidak akan terlupakan. Jatuh bangun saat pertandingan dan persahabatan yang terjalin lintas negara bakal menjadi modal mereka untuk tampil di level yang lebih tinggi dan lebih kompetitif seperti Olimpiade 2020.  (Rco/Def)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya