[KOLOM] Blue Bird Vs Claudio Ranieri

The Thinkerman, julukan Claudio Ranieri, melekat karena alasan buruk.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Mar 2016, 12:50 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2016, 12:50 WIB
 Angryanto Rachdyatmaka
Kolom Bola Angryanto Rachdyatmaka (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - [Kita kadang tak kuasa melawan belenggu predikat, citra diri, reputasi. Sekuat apapun disangkal, luar biasa sulit menghapus rekam jejak perjalanan kita. Kisah Claudio Ranieri berjibaku memperbaharui sejarah kelamnya via sensasi Leicester City.]

Lebih dari 40 tahun lalu, Mutiara Djokosoetono memulai usaha bermodal 3 buah bemo, lantas meningkat mengoperasikan beberapa taksi gelap, dan baru pada 1972 mendirikan Blue Bird dengan 25 armada. Kisah sukses pengusaha ulet yang memulai dari nol sampai akhirnya menggurita.

Kini taksi berlogo burung biru itu memiliki ribuan armada dengan omzet triliunan rupiah dan menjadi standard industri. Pelopor pemakaian argometer, standard pelayanan dan kenyamanan serta keamanan yang reputasinya sebagaione ofthebest sulit ditandingi pesaingnya.

Baca Juga

  • Jejak Rekam Rio Haryanto di Sirkuit Sakhir Bahrain
  • Demi Gaet Ozil, Barcelona Siap Serahkan 3 Pemain
  • Guardiola: Messi Pensiun, Barcelona Pasti Tenggelam 

Dan, tibalah hari itu. Selasa, 22 Maret 2016, saat Jakarta diguncang demo angkutan umum. Entah kenapa justru sopir-sopir Blue Bird yang disorot keterlibatannya dalam unjuk rasa - yang sayangnya berlangsung brutal, rusuh, sarat kekerasan. Bertolak belakang dengan citra bagusnya.

Reputasi diganti anarki, lantas berbuah antipati.

Claudio Ranieri sempat jadi bulan-bulanan dan sindiran media-media di Inggris saat pertama kali melatih Leicester City. (AFP)
Saat Claudio Ranieri ditunjuk melatih Leicester City, Agustus 2015, reputasinya menjadi bulan-bulanan media Inggris yang memang hobi kontroversi dan isu negatif. Cibirian dan sindirian memenuhi ulasan tentang pelatih asal Italia itu.

Dailymail membuat judul melecehkan, “Claudio Ranieri has managed some of Europe’s biggest clubs but the new Leicester City boss has only won five top-flight trophies and been sacked seven times.”

The Guardian menyimpulkan, “If Leicester wanted someone nice, they’ve got it. If they wanted someone to keep them in the Premier League, then they may have gone for the wrong guy.”

Selanjutnya

Betul Ranieri pernah dipecat 7 kali – dari total 13 tim yang dilatihnya – Napoli, Chelsea, Valencia, Juventus, Inter Milan, Monaco dan timnas Yunani. Sukses yang diraih juga sangat minor: Coppa Italia, Super Coppa Italia (Fiorentina), Copa Del Rey, Intertoto Cup, UEFA Super Cup (Valencia).  

The Thinkerman, julukannya, melekat karena alasan buruk. Terlalu sering mengubah formasi ketika menangani Chelsea. Juga dikenal berkali-kali nyaris juara liga, tetapi tak pernah benar-benar bisa duduk di singgasana juara.

“Ranieri baru memenangi 5 piala tak berarti dan dipecat 7 kali sepanjang karirnya.”
Dailymail

Pelecehan itu masih berlanjut bahkan sampai hari ini saat Leicester City menjadi keajaiban musim 2015-16. Memimpin 5 poin dari Tottenham Hotspur di peringkat kedua belum cukup bagus. Hanya kalah 2 kali dari Arsenal – plus 1 kali dari Liverpool, belum menghapus keraguan publik.

Skysports, bulan lalu masih berani menurunkan tulisan yang under estimate –  “Why can’t Leicester win the League?” – dengan menuliskan sederet alasan kenapa The Foxes dianggap masih bisa terpeleset di pekan-pekan ke depan terakhir.

Tapi Ranieri menanggapi santai, khas pelatih 64 tahun yang memang dikenal santun. “Sejauh ini perjalanan kami menyenangkan, kenapa harus terbebani? Nikmati saja..,” jawabnya. “Kali ini saya berharap prediksi pengamat benar, tapi dalam hal ini saya sangat pragmatis. Beri kami poin, bukan pujian. Kami ingin terus bermimpi. Please jangan bangunkan kami dari mimpi indah ini...”
Kemampuan Leicester City untuk jadi juara Liga Primer Inggris tahun ini masih diragukan banyak pihak. (Reuters)
Ranieri harus membuktikan timnya bisa juara – dan mengalahkan bursa taruhan 5000:1 – untuk membalikkan reputasinya sebagai manajer buruk. Tujuh pekan menegangkan yang akan sangat menentukan seperti apa citra akhir karir kepelatihannya.

Sayang, masalahnya tak ‘semudah’ itu bagi Blue Bird. Diperkirakan akan butuh waktu amat sangat lama untuk mengembalikan keperkasaan sang pemimpin pasar di mata publik.

Menggratiskan taksi sehari setelah insiden harus diapresiasi, tetapi butuh aksi yang lebih hakiki untuk mengobati kecewa dan marah di hati konsumen. Misalnya bisa dimulai dengan mengurangi keuntungan dengan menambah pendapatan sopir dan keluarganya. Alasan ekonomis yang sesungguhnya menjadi akar persoalan unjuk rasa anarkis itu.

Siapa tahu kemurahan hati itu membuka kembali simpati yang lebih abadi...

*@angrydebritto | upstair room | awal Tri Hari Suci

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya