Liverpool - Jose Mourinho menjalani musim yang sulit di klub barunya Tottenham Hotspur. Tim asuhannya sudah terpental dari pesaingan Liga Champions dan terancam tak ada di zona big four Premier League.
Manajer asal Portugal itu juga mengatakan pekerjaan di Tottenham Hotspur adalah tantangan terberat sebagai manajer sejak membesut FC Porto 18 tahun lalu.
"Dengar, jika Anda ingin tahu apa yang ingin saya lakukan di sini, lihat pertandingan pertama saya melawan West Ham. Ide strategi yang saya coba kembangkan untuk tim. Bermain dengan sistem bertahan empat pemain dan mengandalkan tiga pemain bertahan saat menyerang. Permainan overload yang coba saya kembangkan," kata Jose Mourinho dikutip The Sun.
Advertisement
"Tapi saya mendapatkan kesialan pada hari pertama, Ben Davies, cedera. Ia adalah pemain ideal di sisi pertahanan kiri untuk mengembangkan ide yang saya usung. Saya pikir semuanya dimulai dengan Hugo Lloris. Anda kehilangan kiper utama begitu lama dan kemudian dalam kasus yang saya alami, tim kehilangan Ben ketika mencoba mengembangkan sebuah ide untuk membuat tim berkembang." imbuhnya.
Musim ini memang jadi musim penuh kesialan bagi Spurs. Satu per satu pemain penting mereka bertumbangan. Jose bisa dibilang beruntun, saat timnya mengalami kekalahan beruntun tak berkesudahan, Premier League dihentikan karena pandemi corona.
Selama masa rihat satu per satu pemain pentingnya pulih dari cedera. Sebut saja Harry Kane, yang awalnya diprediksi bakal absen hingga akhir musim karena cedera hamstring.
Tapi apakah keberuntungan akan berlanjut? Lepas dari seluruh pemain dalam kondisi prima dan siap mengarungi lanjutan Premier League, Tottenham sejatinya punya masalah pelik yang sudah muncul di era pelatih sebelumnya, Mauricio Pochettino.
Berikut ini sejumlah alasan Jose Mourinho kesulitan mengangkat performa Tottenham Hotspur kembali impresif seperti seperti yang dikutip dari Sportskeeda.
Pemain Belum Nyetel dengan Filosofi Permainan Special One
Jose Mourinho dan Maurincio Pochettino memiliki perbedaan filosofi permainan yang mendasar. Mou terkenal dengan sepak bola pragmatis dan cenderung bertahan, sementara Pochettino bermain lebih menyerang dengan tampil mendominasi.
Mourinho jelas dibuat pusing karena pemain warisan Pochettino cenderung lebih bermain menyerang. The Spesial One juga belum mendapatkan formasi yang paten untuk tim.
Rekor kebobolan Tottenham di era Jose Mourinho amat parah. Padahal kualitas pemain belakang yang mereka miliki terhitung bagus. Namun, mereka belum terbiasa menjalankan filosofi permainan sang mentor.
Rihat dua bulan di masa pandemi diyakini tak cukup bagi Jose untuk bisa menanamkan filosofi permainannya. Karena sejatinya anggota tim tak bisa latihan bareng karena menjalani karantina mandiri.
Advertisement
Kedalaman Skuat Amat Tipis
Tottenham Hotspur juga memiliki kedalaman skuat yang sangat jomplang. Mou kesulitan membuat alternatif permainan jika dalam kondisi buntu.
Kondisi tersebut diperparah dengan beberapa pemain mengalami cedera. Masalah tersebut membuat The Spesial One perlu memutar otak lebih keras daripada biasanya.
Ambil contoh di sektor striker. Tottenham hanya punya seorang ujung tombak: Harry Kane. Saat sang pemain absen permainan Spurs ikutan melempem.
Spurs pun hanya punya seorang jangkar, Moussa Sissoko. Ketika sang pemain absen, ia tak punya pengganti dengan kualitas sepadan. Tanguy Ndombele, gelandang serang yang dicobai bermain di posisi ini kepayahan.
Ia benar, pada bursa transfer tengah musim Jose mendatangkan Gedson Fernandes dan Steven Bergwijn. Tapi kehadiran mereka tetap tak membuat skuat seimbang.
Psikologis Pemain
Semenjak lolos ke final Liga Champions musim lalu, tren penampilan Tottenham Hotspur merosot. Ada kesan para pemain mengalami kehilangan kepercayaan diri usai merasakan kekalahan menyakitkan dari Liverpool.
Dan sebenarnya situasi ini sudah berlangsung sejak periode Januari 2019. Maurincio Pochettino yang sudah menangani tim ini kewalahan menangani masalah satu ini, hingga akhirnya ia mengangkat bendera putih digantikan Jose Mourinho.
Spurs sejatinya butuh penyegaran. Pemain-pemain yang sudah mulai bosan bermain di tim dan frustrasi tak memenangi gelar apa-apa selama lima tahun terakhir sebaiknya dibuang.
Masalahnya manajemen Tottenham Hotspur walau kaya raya ogah berinvestasi pemain baru. Saat lolos ke final Liga Champions, Maurincio Pochettino satu setengah musim mengandalkan pemain yang sama tanpa aktivitas apa-apa di bursa transfer.
Musim ini Jose tidak bisa melakukan revolusi besar. Kondisi psikologis para pemain sudah sulit dibenahi. Sebagian besar pemain memang semestinya pindah klub, dan manajer asal Portugal itu mendatangkan wajah-wajah baru yang lebih segar.
Advertisement
Laga Sisa Tanpa Suporter
Suporter adalah elemen terpenting dalam sepak bola. Mereka jadi penyemangat bagi pemain saat bertanding.
Gara-gara pandemi corona, laga-laga sisa Premier League dimainkan tanpa penonton. Hal ini sudah barang tentu merugikan Tottenham, yang sedang butuh injeksi penyemangat dari tribune.
Ambil contoh laga ke depan melawan Manchester United. Tottenham akan menjamu tim yang sedang on-fire tanpa riuhnya dukungan suporter setia mereka. Semangat bertanding para pemain Spurs diragukan bakal maksimal saat menjalani laga ini.
Disadur dari: Bola.com (penulis/editor, Ario Yosia, published 11/6/2020)