PPDB 2020, Ketika Nasib Siswa Ditentukan Teknologi

Banyak di antara orangtua siswa belum sepenuhnya paham dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2020, 18:00 WIB
SMAN 1 Depok Diserbu Pendaftar PPDB
Siswa dan orangtua murid menunggu saat mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Depok, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (18/6/2019). PPDB SMA dibagi menjadi tiga jalur yakni zonasi, prestasi, dan pemindahan orangtua. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta- Tahun ajaran baru kali ini dirasakan lebih berat. Banyak orangtua siswa bingung menghadapi kondisi kenormalan baru di tengah kondisi pandemi virus corona.

Banyak di antara orangtua siswa belum sepenuhnya paham dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020. Diprediksi ini akan berlangsung banyak kendala. Masalah teknologi menjadi salah satu penyebab. Harus disadari belum semua wilayah sudah terbuka dengan kemajuan zaman.

Untuk banyak daerah di Pulau Jawa, mayoritas menjalani proses secara online. Mereka memiliki infrastruktur teknologi memadai. Pertengahan bulan ini bahkan pendaftaran PPDB 2020 sudah dimulai.

PPDB secara luring (offline) kemungkinan masih akan berlangsung. Harus disadari tidak semua orangtua siswa melek teknologi. Terutama di daerah. Tentu ini menjadi dilema. Satu sisi mereka ingin anaknya bersekolah, sisi lain harus tetap menjaga kesehatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kesepakatan Sekolah dan Orang Tua

PPDB untuk SDN di Kota Bogor Dibuka
Guru memakai pelindung wajah melayani calon orang tua siswa yang mengalami kesulitan mendaftar secara online saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021di SDN Pengadilan I Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/6/2020). (merdeka.com/Arie Basuki)

Kondisi itu dirasakan betul Andreas Tambah, Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan. Tidak masalah bila PPDB 2020 masih ada wilayah melaksanakan secara offline. Dia menyarankan perlu ada kesepakatan antara sekolah dan orangtua siswa tentang protokol kesehatan.

"Harus ada kesepakatan bersama yang tertulis resmi ya. Soalnya ini untuk keselamatan bersama juga," ujar Andreas kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.

Andreas Tambah menilai bahwa pandemi Covi-d19 ini menyadarkan pemerintah kalau sebagian daerah di Indonesia masih terbelakang. Beberapa daerah belum bisa mengakses internet maupun televisi dan radio. Ia meminta pemerintah harus berkonsentrasi penuh dalam hal ini.

Apalagi pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai dalam satu tahun. Maka pemerintah harus siap untuk memajukan teknologi di seluruh wilayah di Indonesia. Jangan sampai ada daerah yang terbelakang.

"Dulu Pak Jokowi pernah mengatakan semua wilayah harus terjangkau internet. Nah itu harus diwujudkan. Selanjutnya tv, radio, dan sebagainya juga harus bisa diakses di semua daerah. Itu dulu harus diwujudkan," ucap dia.

 


Pemerataan Teknologi

Pemerataan teknologi menjadi masalah tersendiri dalam PPDB 2020. Sehingga tiap daerah disarankan tidak memaksakan membuka PPDB secara online. Mereka harus memahami seberapa mampu infrastruktur teknologi dimiliki.

Pengamat Pendidikan, Prof Arif Rahman Hakim, mengingatkan pemerintah tetap fokus masalah kesehatan untuk urusan pendidikan. Terkait PPDB, dia meminta agar penerapan disesuaikan kapasitas teknologi yang dimiliki tiap daerah.

"Diadakan sesuai kapasitas dan teknologi yang ada. Apakah di daerah itu bisa tatap muka atau tidak? Semua disesuaikan apa yang dikatakan dokter maupun ahli kesehatan," kata Arif kepada merdeka.com.

 


10,9 Calon Peserta Didik

SMAN 1 Depok Diserbu Pendaftar PPDB
Antrean siswa dengan orangtua murid saat akan mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Depok, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (18/6/2019). Sistem PPDB Jawa Barat berlangsung pada tanggal 17-22 Juni 2019. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memproyeksikan sebanyak 10,9 juta calon peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan mengikuti program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020. Di tengah situasi Covid-19, Kemendikbud mengimbau agar PPDB tahun ini dilaksanakan dengan sistem dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Mengenai mekanisme tersebut Pemerintah Daerah dan sekolah dapat merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020, tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Sejauh ini sudah 14 provinsi yang akan melaksanakan PPDB secara daring antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau.

Kemudian 19 provinsi yang melaksanakan PPDB secara daring dan luring antara lain Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Maluku Utara, Banten, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat dan Kalimantan Utara.


Prosedur dan Protokol Kesehatan

Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad, menekankan bahwa PPDB 2020 sebaiknya dilakukan secara daring. Walau harus disadari belum sepenuhnya bisa melakukan itu.

Untuk informasi bantuan teknis layanan PPDB daring, pemerintah daerah dan sekolah dapat mengakses laman https://ppdb.kemdikbud.go.id. Nantinya Tim Pusdatin Kemendikbud akan melakukan pendampingan secara daring kepada pemerintah daerah apabila terjadi kendala dalam penggunaan layanan aplikasi PPDB daring.

Jika proses PPDB daring belum bisa terlaksana maka harus dilakukan secara luring. Untuk kondisi ini, Kemendikbud hanya mengingatkan untuk tetap menggunakan prosedur dan protokol kesehatan yang ketat.

"Kalau PPDB luring masih dianggap tidak aman, bisa tanyakan ke ahli epidemiologi. Bagaimana cara PPDB yang lebih baik selain kedua cara yang saya sudah sebutkan," ujar Hamid kepada merdeka.com.

Usulan agar sistem luring mengirim dokumen melalui kurir sempat muncul. Kemendikbud tidak mempermasalahkan cara tersebut. Mereka tetap fokus agar cara PPDB luring mengutamakan kesehatan dan tidak berkumpul di sebuah sekolah.

"Namun jika tidak bisa dikirim, maka harus tetap dateng ke sekolah," ungkap Staf Ahli Mendikbu Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, Chatarina Muliana Girsang.

Doni Koesoema, Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dalam PPDB prinsipnya sama dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sejauh bisa dilakukan, sistem daring diutamakan. Sedangkan jika tidak bisa, sejauh mungkin diatur agar tidak terjadi kerumunan dengan mengatur jadwal daftar ke sekolah.

PPDB Luring sebaiknya dilakukan dalam kondisi di mana sama sekali tidak ada akses komunikasi. Bila berbagai macam teknologi komunikasi bisa dipergunakan maka metode daring bisa dipakai. Bila tidak, orangtua harus memilih sistem luring.

"Karena ini merupakan hak anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Sistem zonasi bisa diterapkan untuk sekolah negeri, PPDB hanya dilakukan antar sekolah dengan sepengetahuan orang tua," kata dia menjelaskan.

(Disadur dari Merdeka.com/Rifa Yusya Adilah)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya