Liputan6.com, Jakarta - Penghujung tahun 2021 hanya tinggal menghitung hari. Berbagai kenangan tak terlupakan telah merasuki jiwa-jiwa yang hidup di Tanah Air.
Tak terkecuali bagi para pecinta olahraga. Banyak momen indah yang telah terukir rapi di sepanjang tahun ini.
Mulai dari medali emas di ajang Olimpiade Tokyo 2020 yang dicetak oleh ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu, raihan medali Paralimpiade Tokyo 2020 yang dimotori Leani Ratri, kembalinya Piala Thomas ke pangkuan Ibu Pertiwi, hingga kesuksesan Sirkuit Mandalika meraih atensi.
Advertisement
Kembalinya Liga 1, euforia kemenangan Italia di Euro 2020, sampai permainan cantik Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 juga menambah sorak-sorai kegembiraan para pecinta olahraga, terutama sepak bola.
Bisa dibilang, tahun ini, menjadi titik balik bagi sektor olahraga untuk mengembalikan gairahnya kembali. Hanya saja, sederet momen kebahagiaan ini tak luput dari adanya kabar duka yang melanda dunia olahraga dalam negeri.
Tercatat, beberapa legenda olahraga Indonesia harus berpulang tahun ini. Kegagalan beberapa atlet untuk berlaga di ajang kejuaraan dan sanksi tidak diperbolehkannya bendera Merah Putih dikibarkan turut menjadi kisah gobar hati yang harus dihadapi.
Serangkaian kabar duka tahun ini telah dirangkum Liputan6.com dalam Kaleidoskop 2021. Simak ranngkumannya pada halaman berikut ini:
Dipaksa Mundur dari All England
Kejadian memilukan menimpa Indonesia di ajang All England 2021. Seluruh pemain yang tengah beraksi di turnamen legendaris ini harus ‘diusir’ paksa oleh pihak penyelenggara.
Tim Indonesia harus melakoni isolasi mandiri selama 10 hari usai kedapatan berada di dalam pesawat yang terdapat penumpang positif Covid-19. Instruksi ini diamini BWF pasca menerima masukan dari otoritas kesehatan Inggris (NHS).
Namun, anehnya, keputusan ini dinilai berat sebelah. Sebab, selain Tim Indonesia, ada 7 atlet dari negara lainnya yang kedapatan satu pesawat dengan penumpang yang dinyatakan positif Covid-19. Hanya saja, mereka tidak dapat perlakuan serupa.
Padahal, sudah ada atlet yang berlaga di ajang legendaris ini. Salah satunya tunggal putra Indonesia, Jonathan Christie. Pemain yang akrab disapa Jojo ini telah dinyatakan lolos ke babak kedua All England 2021 usai mengalahkan Kunlavut Vitidsarn dari Thailand 21-13 dan 24-22.
Alhasil, dengan kebijakan yang dinilai setengah-setengah dan tidak matang ini, Tim Indonesia harus menelan pil pahit. Tim Indonesia akhirnya memutuskan kembali ke Tanah Air dengan segudang kekecewaan.
Advertisement
Berpulangnya Markis Kido
Usai insiden memalukan yang menimpa Tim Indonesia di ajang All England 2021, kabar duka menyelimuti dunia bulu tangkis Indonesia. Eks ganda putra terbaik Indonesia, Markis Kido, harus meninggalkan para penggemarnya untuk selama-lamanya.
Legenda bulu tangkis Indonesia ini menghembuskan nafas terakhir di atas lapangan yang mengharumkan namanya. Diketahui, Markis Kido terkena serangan jantung kala bermain bulu tangkis di GOR Petrolin, Senin (14/6/2021) lalu.
Berdasarkan penuturan Candra Wijaya, rekan sepermainan Markis Kido, atlet yang berpulang pada usia 36 tahun ini tiba-tiba terjatuh di lapangan dan tidak sadarkan diri. Meski telah mendapat pertolongan pertama serta langsunng dilarikan ke Rumah Sakit Omni, tetapi nyawa Markis Kido tidak tertolong.
Tentu, duka mendalam begitu besar dirasakan para pecinta bulu tangkis di Tanah Air. Terlebih, Markis Kido pernah mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di ajang Olimpiade Beijing 2008 bersama Hendra Setiawan.
Kepergian Verawaty Fajrin
Masih di dunia bulu tangkis, pada penghujung tahun ini, Indonesia harus kehilangan kembali satu satu legenda hidupnya. Verawaty Fajrin, pebulu tangkis serba bisa, harus menghembuskan nafas terakhirnya.
Verawaty meninggal dunia pada usia 64 tahun di Rumah Sakit Dharmais pada November 2021 lalu. Eks pemain tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran ini tutup usia pasca berjuang melawan penyakit kanker paru-paru.
Sama halnya seperti Markis Kido, prestasi Verawaty tidak perlu diragukan lagi. Meski banyak penggemar yang tidak mengenal sosok Verawaty, tetapi prestasinya sebagai jawara All England 1979 bersama Imelda Wigoena, juara SEA Games 1989 bersama Eddy Hartono, serta jawara Kejuaraan Dunia 1980 di sektor tunggal putri akan selalu dikenang.
Prestasi Verawaty menjadi bukti nyata bahwa pebulu tangkis wanita asal Indonesia pernah berjaya di pelbagai ajang bergengsi. Hal ini sekaligus dapat menjadi penyulut semangat para generasi penerus Verawaty untuk membanggakan bulu tangkis Indonesia di masa depan.
Advertisement
Sanksi WADA
Usai dipermalukan di ajang All England pada awal tahun 2021. Indonesia harus menelan pil pahit lainnya dengan adanya pelarangan pengibaran Merah Putih di ajang olahraga resmi. Hal ini merupakan buntut yang diberikan Badan Antidoping Dunia (WADA) kepada Indonesia. WADA menjatuhkan sanksi per 7 Oktober 2021 yang mencakup pencabutan hak Indonesia sebagai tuan rumah untuk kejuaraan level regional, kontinental, dan dunia selama masa penangguhan.
WADA menilai Indonesia tidak patuh terhadap aturan yang berlaku. Sebab, WADA tidak menerima sampel Test Doping Plan (TDP) para atlet yang berada di Indonesia.
Lembaga Antidoping Indonesia (LADI) sebagai penanggung jawab utama mengaku, sanksi ini dijatuhkan akibat keterlambatan pengiriman surat. LADI berasalan, tengah terjadi penggantian kepengurusan saat WADA memberikan surat peringatan.
Alhasil, berkat keteloderan ini, Indonesia hanya diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih di ajang Olimpiade. Pada ajang bergengsi seperti Piala AFF atau turnamen yang diselenggarakan BWF, para atlet dilarang keras mengibarkan bendera Indonesia.
Kehilangan Penjaga Gawang Masa Depan
Dunia sepak bola Tanah Air lagi-lagi kehilangan bibit emasnya. Taufik Ramsyah, kiper Tornado FC Pekanbaru harus menghembuskan nafas terakhir usai mengalami insiden di atas lapangan hijau.
Taufik mengalami cedera di bagian kepala usai mendapat benturan hebat di pertandingan Liga 3 2021 Zona Riau, Sabtu (18/12/2021). Insiden ini terjadi kala bagian atas tubuh Taufik bergesekan dengan kaki salah satu pemain Wahana FC.
Penangan medis yang diterima Taufik pun dinilai cukup lambat. Sehingga, memperparah kondisi Taufik yang sudah tidak sadarkan diri di atas lapangan.
Meski akhirnya dilarikan ke rumah sakit, namun Tuhan berkehendak lain. Taufik harus merenggang nyawa tiga hari kemudian dan menambah sederet luka di kompetisi sepak bola Indonesia.
Pasalnya, insiden berbahaya seperti ini acap kali terjadi dan pihak penyelenggara pertandingan kerap tidak sigap menangani keadaan kritis di atas lapangan. Padahal, tiga tahun lalu, tepatnya pada tahun 2017, Indonesia sudah kehilangan salah satu kiper terhebatnya, Choirul Huda.
Choirul Huda mengalami insiden layaknya Taufik. Huda merenggang nyawa usai mengalami benturan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues. Semoga, kejadian memilukan seperti ini tidak terulang di masa yang akan datang.
Advertisement