Simak Jurus-Jurus Facebook dan Twitter Berantas Hoaks

Sejumlah cara dilakukan Facebook dan Twitter mencegah hoaks, berikut rangkumannya.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 14 Okt 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 07:00 WIB
ilustrasi Cek Fakta
ilustrasi Cek Fakta (Liputan6.com/Trie yas)

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran informasi palsu atau hoaks masih menghantui kehidupan dunia maya. Beragam cara dilakukan platform media sosial untuk mengatasi masalah ini.

Facebook misalnya, memutuskan menghentikan iklan politik baru jelang Pemilihan Presiden AS yang akan diselenggarakan 3 November mendatang.

Langkah ini merupakan upaya Facebook untuk mengurangi risiko penyebaran disinformasi dan intervensi terkait hasil Pilpres AS. Demikian dikutip dari Reuters, Jumat 4 September 2020.

Kendati menolak iklan politik baru, Facebook akan terus mengizinkan kampanye dan menampilkan iklan politik yang sudah ada di sistem.

Sementara platform media sosial lainnya, Twitter, juga melakukan langkah-langkah guna mencegah penyebaran hoaks.

Satu di antaranya adalah dengan membatasi Retweet. Hal ini berkaitan dengan kian dekatnya Pilpres Amerika Serikat (AS) pada 3 November mendatang.

"Kami berharap ini akan semakin mengurangi visibilitas informasi yang menyesatkan dan mendorong orang mempertimbangkan kembali, saat ingin memperkuat tweet melalui fitur Retweet," kata Twitter, seperti dikutip dari Engadget, Senin 12 Oktober 2020.

Tak hanya itu, kedua platform ini juga punya cara lain untuk mencegah penyebaran hoaks. Berikut rangkumannya:

Simak video pilihan berikut ini:

Hapus 3.500 Akun Palsu yang Sebarkan Hoaks

banner Hoax
banner Hoax (Liputan6.com/Abdillah)

Dua platform media sosial, Facebook dan Twitter menghapus lebih dari 12 jaringan yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks. Jaringan ini dimanfaatkan oleh kelompok politik di berbagai negara.

Baik Facebook dan Twitter, secara total, sudah mengidentifikasi dan menghapus lebih dari 3.500 akun palsu yang melakukan penipuan atau menyebarkan informasi hoaks.

"Operasi itu menargetkan pengguna internet yang setidaknya berasal dari 16 negara, mulai dari Azerbaijan, Nigeria, dan Jepang," ujar pernyataan resmi Facebook dan Twitter, yang menyebut akun palsu itu menargetkan pengguna di berbagai negara.

Twitter menyebut, ada lima jaringan yang mereka hilangkan secara terpisah. Lima jaringan penyebar hoaks itu memiliki hubungan dengan pemerintah Iran, Arab Saudi, Kuba, Thailand, dan Rusia.

"Tujuan kami mengungkapkan ini (jaringan penyebar hoaks): terus membangun pemahaman publik tentang skema di mana aktor jahat dengan dukungan negara mencoba menyalahgunakan dan merusak diskusi demokrasi terbuka," ucap juru bicara Twitter yang tidak disebutkan namanya.

Sementara itu, Facebook mengungkapkan pihaknya sudah menemukan 10 jaringan, yang berkaitan dengan kelompok politik. Salah satu jaringannya adalah militer Myanmar.

"Kampanye penipuan seperti itu mengangkat masalah yang sangat kompleks dengan mengaburkan perdebatan dan manipulasi publik yang sehat," ujar Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook, Nathaniel Gleicher.

 

Batasi Forward Pesan

ilustrasi Cek Fakta
ilustrasi Cek Fakta (Liputan6.com/Trie yas)

Setelah WhatsApp, kini Facebook juga membatasi jumlah pesan yang bisa diteruskan (forward) di Messenger. Langkah ini dinilai merupakan cara efektif untuk menekan peredaran misinformasi, hoaks, dan konten lainnya yang dinilai berbahaya.

Dikutip dari Facebook Newsroom, Sabtu 5 September 2020, pengguna Facebook Messenger kini hanya bisa meneruskan pesan kepada lima orang atau grup dalam satu waktu.

"Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk memberikan pengalaman pesan yang lebih aman dari pribadi, kami memperkenalkan batasan forward di Messenger," ungkap Director of Product Management Messenger Privacy and Safety Facebook, Jay Sullivan.

Batasan forward dinilai sangat penting terutama karena sedang terjadi pandemi Covid-19, ditambah akan ada pemilihan besar di Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan negara-negara lain.

"Kami telah mengambil berbagai langkah untuk memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada orang-orang," sambung Sullivan.

Sullivan mengungkapkan, batasan penerusan pesan di Messenger ini untuk membantu menghentikan upaya orang-orang yang ingin menyebabkan kekacauan, menyebarkan ketidakpastiaan atau secara tidak sengaja merusak informasi yang akurat.

"Kami ingin Messenger menjadi platform yang aman dan terpercaya untuk menghubungkan teman-teman dan keluarga," tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya